"Makasih ya udah bantuin temen gue."
"Santai, lain kali gak usah takut. Kalau kalian takut panggil Reno aja, nanti dibantu," timpal Ical.
"Kalian maba?"
"Iya, kok lo tahu?" tanya Jerome.
"Gak pernah lihat soalnya."
"Tapi, muka lo kayak gak asing," saut Reno.
"Hah? Siapa? Gue?"
"Bukan, itu temen lo. Mukanya gak asing, apa emang mukanya pasaran ya?"
Reno sangat tidak melihat sikon! Di keadaan seperti ini kenapa mulutnya menjadi pedas, tapi Reno tidak peduli. Karena Reno adalah Reno, tidak suka? Tidak peduli!
Seketika Reno teringat dengan wajah yang ia katakan pasaran tadi. "Lo kan mas-mas yang antar makanan kemarin kan?"
Mas-mas yang di anggap driver ojek online oleh Reno menyipitkan matanya. Menelaah wajah Reno yang memang tidak asing untuk dilihat.
"Lha iya! Bener!" ujarnya takjub.
Memang, seorang Jidan itu selalu takjub dengan suatu hal yang seharusnya biasa saja, tapi menurutnya itu adalah hal yang luar biasa. Seperti orang yang baru saja keluar dari goa setelah berpuluh-puluh tahun.
Jidan terdiam dan berpikir. "Kok bisa ya kita ketemu? Apa ini takdir?"
Reno terdiam menatap Jidan yang sedang duduk di ranjang UKS dengan luka lebamnya dan sedikit perban di keningnya. Entah sudah berapa lama Jidan menerima pukulan dari manusia banci seperti mereka, yang jelas cukup banyak lebam di wajahnya.
"Maksud lo takdir?" ketus Reno yang sudah berpikiran kemana-mana.
"Ya, takdir dari Tuhan kalau kita dipertemukan," jelas Jidan dengan pikiran polosnya.
Reno bergidik ngeri mendengar penjelasan Jidan. Dirinya masih menyukai wanita, dirinya masih waras, dan ingin memiliki keturunan dari darah dagingnya sendiri.
"Kalian sering diganggu sama mereka?" tanya Jerome penasaran.
"Setiap hari kita diganggu, kalau kita gak bisa kasih apa yang mereka mau, mereka bakalan ngehajar kita," jelas teman Jidan.
Tak habis pikir, mengapa masih ada manusia tidak tahu diri seperti mereka.
"Udah lapor?" tanya Jerome yang terlihat sangat emosi.
Teman Jidan menundukkan pandangannya, terlihat sekali bahwa dirinya kecewa.
"Udah, tapi gak ada respon."
Ical yang sedari tadi diam sekarang mulai berbicara.
"Sorry, kalau gue lancang. Tadi sempet gue denger mereka bawa-bawa orang tua lo. Emang ada masalah yang bersangkutan sama orang tua lo?"
"Tapi, kalau gak mau jawab gak papa kok. Gue cuma mau tahu aja, hehe," lanjut Ical.
"Orang tua gue meninggal karena kecelakaan, dan penyebab kecelakaannya itu adalah orang tua mereka," jelas Jidan yang membuat Jerome, Reno, dan Ical merasa iba.
Sekasar dan segarang apapun mereka bertiga, tapi mereka masih punya sisi lembut dan empati pada orang lain. Bukan apa, karena mereka tahu rasanya dihina dan dicemooh oleh orang lain.
"Terus, mereka tanggung jawab gak?" tanya Ical.
"Setiap bulan mereka kasih uang, tapi sama anaknya diminta," ujar Jidan.
"Lo kasih?" saut Reno yang terlihat emosi.
Jidan hanya mengangguk dan tertunduk. Reno dengan sekuat tenaga menahan emosinya, tangannya sedari tadi sudah mengepal, hanya menunggu jam terbangnya saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Ex [Jaemin]
Fanfiction[ Jangan lupa VOTE & COMMENT ya-!! ] Tentang cinta yang seamin. Namun, tak seiman. Seorang gadis yang selalu menjalankan lima waktunya, dan seorang pria yang selalu menjalankan satu harinya. Cinta yang terhalang oleh perbedaannya Tuhan membuat kedua...