🕊-Mas Ex 22-🕊

6 2 0
                                    

"Maaf ya Bu, Pak. Rumah saya kecil," ujar Bibi.

"Gak papa, Bi. Yang penting Nana aman, maaf juga jadi ngerepotin Bibi," jawab ayah Satria.

"Yasudah kalau begitu, mari masuk."

"Saya langsung saja, Bi. Saya titip Nana ya, Bi. Saya minta tolong sangat sama Bibi, tolong jaga Nana ya, Bi," pinta ayah Satria.

"Iya, Pak. Bapak juga jaga diri ya, Ibu juga, dan Mas Dio, Mas Dimas. Jaga diri kalian ya, semoga kalian bisa bersatu kembali."

"Aamiin," ujar mereka semua serentak.

"Yasudah kalau begitu kami pamit ya, Bi, Pak. Sekali lagi saya titip Nana ya."

Begitu sulit rasanya harus meninggalkan anak gadisnya, walaupun Nana bukan anak kandungnya, tapi rasa sayangnya selama ini sudah seperti kepada anak kandung sendiri. Apalagi Nana adalah anak perempuan satu-satunya di keluarga kecilnya.

Tak hanya ayah Satria, bunda Renata pun sangat amat berat dan sedih meninggalkan Nana. Anak gadis yang sangat ia sayangi kini harus hidup pisah dengan dirinya, bahkan ia tidak bisa berkomunikasi lagi dengan anak gadisnya itu.

Untuk yang terakhir kali, bunda Renata memeluk Nana dan mengecup seluruh wajah Nana. Hal ini membuat semua yang melihat menitipkan air matanya. Begitu juga dengan Nana dan bunda yang sudah nangis sesenggukan.

Bunda meregangkan sedikit pelukannya dan menangkup wajah Nana. Menatap anak gadisnya lekat, dan menghapus air mata di pipi chubby Nana.

"Nana anak Bunda yang paling cantik, jangan lupa makan ya sayang. Jangan banyak pikiran ya, kamu harus sehat, kamu harus kuat, dan Nana harus ingat ini. Bunda, Ayah, Kakak, Abang, selalu ada di sisi kamu, dan selalu bersama selamanya...." ujarnya kemudian memeluk tubuh Nana dengan erat dan mengusapnya punggungnya perlahan.

"....maafin Bunda ya sayang. Bunda belum bisa jadi orang tua yang baik," lanjutnya.

"Bunda.... Ayo," ajak ayah Satria.

Bunda melepas pelukannya dan berpamitan dengan bibi dan pak Bon. Dio dan Dimas hanya mengusap kepala Nana dan memeluknya. Mereka berdua tak berbicara apapun pada adik perempuannya itu. Terlalu malu dan bersalah, karena tidak bisa menjaga adik kesayangannya dengan baik.

Mereka semuaㅡ lebih tepatnya keluarga Alkausar pergi meninggalkan rumah Bibi dan juga Nana. Namun, entah mengapa Nana ingin sekali memeluk tubuh besar Dimas yang sedang meringkuk dan pandangannya pun selalu menatap ke bawah.

"Abang!" teriak Nana kemudian berlari menghampiri Dimas dan memeluknya dengan erat.

Dimas terkejut. Pantaskah seorang kakak mendapatkan pelukan dari adiknya yang sudah ia jual? Pantaskah dirinya menerima pelukan hangat dan kasih sayang?

"Abang jangan lupa makan ya, jangan sedih terus. Nana di sini baik-baik aja kok, Abang juga harus baik-baik aja, oke?" ujar Nana mendongakkan kepalanya untuk melihat Dimas sembari memeluk kakak laki-lakinya itu.

"Abang jangan lupa sholat ya?" sambung Nana.

Seketika air mata Dimas keluar membasahi pipinya. Kemudian ia usap dengan cepat dan tersenyum tipis menatap Nana.

"Iya," singkat Dimas sembari mengusap pelan kepala sang adik.

Nana tersenyum lebar dan melepaskan pelukannya pada Dimas. Mengangkat jari kelingkingnya dengan maksud membuat janji pada kakaknya itu.

"Janji?"

"Janji," ujar Dimas dan menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Nana.

Melihat itu Dio meneteskan air matanya. Dipikirannya saat ini adalah, mengapa Nana begitu kuat dan tetap tersenyum ceria ketika dirinya merasa paling tersakiti? Mengapa adik perempuannya itu pandai sekali menutupi rasa sakitnya, bahkan dirinya tidak membenci sedikit pun pada Dimas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 17, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mas Ex [Jaemin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang