🕊-Mas Ex 11-🕊

8 2 0
                                    

"Ekhem."

Akhirnya suara Jidan keluar. Semua orang melihat ke arah Jidan yang akan berbicara sesuatu yang serius. Namun, berbeda jika ada Ical. Suasana yang awalnya serius akan menjadi kacau dengan celotehan Ical.

"Batuk Pak Haji."

"Diem deh lo, Cal! Gak lucu!" kesal Reno.

"Yaudah sih, gue 'kan cuma mencairkan suasana biar gak serius amat."

Dio menghela napas kasar. "Udah gelutnya. Jidan mau ngomong sama kalian."

"Tau, tuh si Ical!"

"Ap---"

"Ssttt, diterusin lagi gue usir dari sini." Kesabaran Dio sudah menipis. Jadi, lebih baik diam sekarang juga atau tidak bisa di usir beneran.

Keadaan menjadi hening. Semua menunggu Jidan untuk berbicara, tapi yang ditunggu malah diam saja. Dio melihat Jidan yang sedikit ketakutan. Akhirnya Dio mencoba untuk menuntun Jidan.

"Yuk, Ji. Ngomong," ujar Dio.

"Eh, iya, Bang," jawab Jidan menunduk dan memainkan jari-jarinya acak.

Dio yang di sebelah Jidan merangkul dan menepuk pundak Jidan pelan. "Gak papa, Ji," ujar Dio berbisik.

Ical yang tidak sabaran dan penasaran mulai mengeluarkan suaranya. "Kenapa si, Ji? Kayak serius banget."

"Eum.. Sebelumnya gue mau minta maaf sama kalian. Gue minta maaf atas yang gue lakuin, gue tau gue salah. Jadi---"

Ucapan Jidan terpotong karena selain Ical yang tidak sabar dan penasaran, Reno juga merasakan hal yang sama seperti Ical, dan mungkin yang lainnya juga merasakan hal yang sama.

"Bisa jelasin dulu gak? Nanti aja minta maafnya," ujar Reno kesal.

Jidan membuang napasnya berat dan mencoba untuk tenang. Dirinya saat ini merasakan rasa bersalah yang berlebih.

"Waktu Bang Jerome di sandera sama Bang Mahen. Bang Mahen chat gue suruh kasih tau kalau kalian datang barengan, dan gue---"

Bugh!

Itu bukan Reno, bukan juga Ical. Apalagi Jerome yang sedang terbaring di ranjang. Itu adalah Cielo. Semua terkejut melihat aksi Cielo yang tiba-tiba. Dio langsung mengenggam tangan Nana kuat. Dio tahu, Nana pasti akan ketakutan. Buktinya tubuh Nana kini gemetaran. Rasa traumanya muncul.

"Ci, calm down. Jangan pakai kekerasan, ada Nana di sini."

Semua menatap Nana yang tertunduk mengenggam tangan Dio erat, dan tubuhnya bergetar. Jerome melihat Nana seperti itu langsung turun dari ranjangnya dan menghampiri Nana.

"Bang, biar gue yang bawa Nana keluar."

Dio menolak, karena masalah ini bersangkutan dengan Jerome juga. Namun, Jerome juga bersikukuh untuk membawa Nana keluar bersama dirinya. Pasalnya dirinya juga butuh udara segar, suntuk di dalam kamar terus.

"Gue aja, Bang. Lagian gue udah tau kok, Jidan mau ngomong apa."

Bohong, Jerome berbohong. Entahlah, dirinya pikir rasanya ini waktu yang tepat untuk berduan dengan Nana. Tentunya tidak diganggu oleh siapapun.

"Tau dari mana?"

"Tau lah, dia tadi udah cerita sama gue juga."

Lagi-lagi Jerome berbohong. Bahkan Jidan sama sekali tidak menceritakan apapun, jangankan bercerita, memiliki niat saja sangat sulit. Karena dirinya tahu bahwa dirinya salah.

Dio ber-oh ria dan hanya manggut-manggut. Jerome lihat itu sedikit kesal.

"Iiiihh," ujar Jerome meledek.

Mas Ex [Jaemin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang