Residu Virtual

30 4 3
                                    

Layung sinar matahari sore semburat berwarna jingga perlahan meredup, digantikan tirai kelabu yang dikepaki oleh sepasang kelelawar yang terbang di luar jendela bus. suasana yang tadinya ramai mulai sepi seiring orang-orang yang melakukan solat jama, disampingku masih terbaring windu yang sepertinya kehabisan tenaga setelah seharian bermain-main bersama sepupu-sepupunya. anak usia delapan tahun itu, merupakan anak kecil ketiga yang menyebutku mbah muda, itu karena ia merupakan anak dari sepupuku yang usianya bahkan berbeda dua belas apa tiga belas tahun lebih muda dariku.

aku masih berada di dalam bus, pulang dari jember kembali ke blitar. sehabis menghadiri walimatul syafar dari seorang sepupuku yang alhamdulilah tahun ini dapat panggilan untuk menenunaikan ibadah haji, ibu mengeluh cape, namun ia tetap berusaha khusyuk menyelesaikan solatnya di kursi yang berada satu baris di depanku. sebagai dari perwakilan keluarga almarhum ayah, aku dan ibu terpaksa harus ikut menempuh perjalanan jauh ini bersama para kerabat dan saudara jauhku. bukan suatu kewajiban memang, namun hanya sebagai dukungan dan memberi doa agar yang akan melaksanakan ibadah haji diberikan keselamatan.

"kamu gak solat, le?" tanya budhe sumiyati yang duduk sejajar denganku. penyandang gelar haji sebanyak tiga kali, keluarga terkaya, sekaligus orang yang merasa dirinya paling beriman itu sepertinya bersiap mengeluarkan ceramah terbaiknya padaku.

"rumahku lima belas menit lagi juga sampe, budhe.." ku tunjuk gapura yang berdiri kokoh di antara jalan kecamatan, memang bukannya tanpa alasan, aku mungkin hanya kehilangan keutaman pahala solat di awal waktu saja alih-alih beribadah di dalam mobil yang aku tidak tahu terdapat najis atau tidak. lagi pula tayamum di dalam mobil ber AC begini yang belum tentu ada debu yang suci yang bisa mencukupi syarat sahnya solat.

budheku hanya menghela nafas panjang, ia tahu betul tidak ada gunanya berdebat panjang lebar denganku.

"toko gimana rame, le?" ia kembali meletakan kepala retno, adiknya windu ke pangkuannya. yang juga sama-sama sedang tertidur pulas.

"lumayan, aku juga ini buru-buru, siapa tau masih sempet ketemu sama mobil box yang mau ngirim barang dari surabaya" sudah hampir sepuluh tahun aku akhirnya memutuskan menyerah dengan bekerja berpindah dari satu kota besar ke kota besar lainnya, lalu mengurus toko retail yang diwariskan almarhum ayah, toko ritelku memang bukan toko ritel hasil kerjasama dengan retail besar, pihak kedua hanya bertanggungjawab memasok toko, untuk operasional dan tenaga aku yang mengelolanya sendiri.

"syukurlah, kemarin juga budhe mampir ke toko kamu, rame juga ya ternyata, bisa dapat penghasilan berapa sebulan, lima puluh, seratus?"

"lima puluh ada lah budhe, tapi kalau sampai seratus kayanya belum.." aku menghitung penghasilan rata-rata bulanan tokoku di kepala.

"sudah pas memang toko itu ibumu kasih ke kamu, coba kalau sejak dulu tetap toko kelontongan, lama-lama cuma jadi aset yang tidak akan pernah naik harganya, sekarang, temen budhe aja udah ada yang berani nawar mahal loh toko kamu itu.."

"ya syukurlah budhe, doain rame terus biar rencanaku naik haji bareng ibu dan mbak ayu, tahun depan juga lancar..."

"loh jadi kamu naik haji tahun depan, beneran cuma kalian bertiga aja?" kakakku juga seorang janda, suaminya ternyata lumayan brengsek untuk tetap diajak mempertahankan rumah tangga. "kenapa ongkos haji mantan suami mbakmu itu gak kamu kasih ke pacarmu aja, terus nikah dulu, jadi rame-rame ke mekah nya..."

gendeng. rutukku dalam hati. "hehe... calon aja gak ada budhe.." aku mesem-mesem sambil buang muka.

"ya dicari.... kamu ini tiap hari terus aja momong ponakan dan cucu-cucu mu ini, gak mau apa ngasuh anak sendiri?"

bukan gak mau. tapi gak bisa tepatnya budhe... jawabku lagi dalam hati. peralatannya ada, sangat memadai malah, namun aku ragu untuk menggunakannya.

"ngomong masalah kawin sama anak jaman sekarang udah kaya ngomongin harta karunnya majapahit mbak, susah cenderung ngayal..." sahut ibu yang rupanya sudah selesai solat. tak ku biarkan pasangan duel maut dalam memporak porandakan mentalku itu berlama-lama, ketika ku lihat neon box toko ku yang sudah melambaikan tangan beberapa meter di depan, aku berdiri mengabaikan windu begitu saja, sehingga anak tersebut menjerit karena kaget akibat bangun secara tiba-tiba.

Lelaki dari SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang