Spring In Delanggu

11 0 0
                                    

ku bawa tahu, tempe dan sayuran yang sudah ku kumpulkan pada pak agung, lalu ku tunjuk bawang merah, bawang putih dan cabai ketika ku ingat stoknya di rumah sudah mulai menipis. ku biarkan ia menghitung berapa total belanjaanku sore ini, sebagai pelanggan setia warung sayurnya, di tanggal tanggung bulan begini aku berharap potongan diskon atau sekedar tambahan bonus penyedap rasa tentu saja.

"tiga lima, mas.." ia menyerahkan satu keresek hitam berukuran sedang yang menyimpan seluruh belanjaanku. "mau masak apa hari ini?"

"paling buat stok di kulkas aja pak, lagian saya masak kalau lagi mau buat makan malam aja, siang kan saya makan di sini.." ku serahkan selembar uang lima puluh ribuan, lalu sambil menunggu kembalian ku edarkan pandangan ke sekeliling. letak gedung perpustakaan daerah tempatku bekerja yang dikelilingi oleh beberapa toko membuat kami para karyawannya tidak pernah kesulitan untuk mencari makan siang. hampir semua menu ada, tak jarang kalau sisa uang jajanku masih ada aku sering memesan menu untuk makan malam.

"ini mas kembaliannya" kata pak agung menyerahkan tiga lembar uang lima ribuan. kandas sudah harapan mendapatkan potongan atau bonus dari pak agung "tumben mas hari senin perpustakaan sepi.."

"husssss..." setelah lima tahun akhirnya aku menyerah pada mitos dan pamali yang dipercaya oleh orang-orang kantor, bahwa kalau sembarangan mengatakan perpustakaan sepi maka yang akan terjadi maka sebaliknya. "anak-anak sekolah kan lagi pada UTS pak, makanya jadi jarang yang ke perpustakaan.."

terpisah hanya oleh halaman rumah sakit yang luas, di sana ada SMP dan SMA negeri yang muridnya lumayan banyak. setauku sekolah mereka juga memiliki perpustakaan yang lumayan besar, namun ketika musim mengerjakan tugas tiba, maka mereka yang tak kebagian tempat di sana akan datang berkunjung ke perpustakaan tempatku bekerja.

pak agung hanya tersenyum jail ketika melihat kepanikan di wajahku, sementara aku hanya membalasnya dengan senyuman sambil berpamitan padanya. hari sudah semakin sore, ku ajak kakiku untuk melintasi halaman gedung perpustakaan karena parkiran motor karyawan terletak di halaman samping, sebagai upaya dari ibu ketua untuk menata halaman kantor kami agar lebih rapih.

"mas.. mas kadit..." satu suara memanggilku, membuatku langsung balik kanan mencari pemiliknya. terlihat maria yang berjalan tergesa-gesa ke arahku.

"hei mar, kenapa?" tanyaku sambil mencantolkan kantong belanjaanku di pengait motor.

"emhh anu mas.. saya ada perlu sama mas.." tampak wajah sedikit gusar di hadapanku. "saya sepertinya harus pulang ke magelang mas, bapak mendadak masuk rumah sakit, sementara sabtu ini jadwal saya piket, boleh tuker gak sama jadwalnya mas kadit yang sabtu depan?"

"jadi aku besok masuk ya? oke deh mar, hati-hati ya, semoga bapaknya cepet sembuh.."

"eh ini beneran gak apa-apa mas, takutnya.."

"gak apa-apa mar, sana pulang cepetan, tapi sabtu depan kamu yang masuk ya" kataku sambil mengenakan helm. dan bersiap meninggalkan halaman perpustakaan.

"siap mas, terimakasih banyak ya mas.."

"yooo.." balasku sambil tancap gas.

...

sejujurnya aku tidak pernah keberatan untuk masuk kerja di hari sabtu, sesuai aturan baru kalau seluruh perpustakaan di indonesia wajib tetap buka di hari sabtu walau hanya setengah hari, maka begitupun perpustakaan tempatku bekerja. ini tahun kelimaku menjadi staff di unit yang seringkali disebut sebagai tempat buangan, karena kebanyakan yang dimutasi ke tempat ini adalah mereka yang bermasalah di kantor mereka sebelumnya.

berbeda denganku yang sedari awal memang melamar instansi perpustakaan, yang membuat tiga orang atasanku keheranan. nilaiku tidak terlalu jelek, malah hampir cumlaude, lulus dari salah satu kampus terbaik di negeri ini pula. selama lima tahun ini mereka tak pernah berhenti menyerah untuk cari tahu kenapa aku jauh-jauh melamar perpustakaan bantul.

Lelaki dari SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang