MFF-3

10.7K 672 14
                                    

Aldo?

Dea mengucek-ngucek matanya agar penglihatannya lebih jernih. Dan ya, dia bisa melihat cetakan wajah Aldo diwajah pria ini. Hanya saja wajahnya lebih dewasa.

Aldo versi dewasa tubuhnya lebih tinggi menjulang. Tubuhnya bagus seperti atlet tapi bedanya ototnya tidak terlalu menonjol.  Mukanya... omaigod! Apa yang sudah dia lakukan pada Aldo si bocah hingga dia jadi seperti ini? Mungkin dia minum obat supaya ganteng? Atau dia operasi plastik di korea? Soalnya sebelumnya Aldo emang lumayan ganteng, walaupun cuih Dea tak mau mengakui. Tapi Aldo yang ini...?

"Sayang, aku udah telpon orang tua kamu. Katanya mereka mau nyusul tapi aku larang. Dokter bilang kondisi kamu udah baik-baik aja, mungkin kita bisa balik ke Indonesia dalam waktu dekat."

Dea mengerutkan dahinya heran. Jadi dia gak lagi berada di Indonesia sekarang?

"Emangnya sekarang kita ada dimana?"

"Malaysia." Aldo menjawab singkat lalu dia kembali sibuk berkutat dengan ponselnya.

"Yes, reschedule jadwal saya dengan pak Tommy Ardiansyah. Dan tolong kirimkan berkas yang harus saya pelajari itu ke email saya. Saya terima satu jam lagi."

Setelah selesai dengan telponnya, Aldo pun kembali duduk disebelah Dea yang masih kebingungan dengan status barunya.  Ini mukjijat atau kutukan ya? Duh, kayaknya kutukan deh. Mungkin saat dia bersihin WC ada hantu yang kecebur ke closet, terus dia nyumpahin Dea jadi cantik sama punya tunangan ganteng. Eh, tapi mana ada ya setan nyumpahin yang baik-baik?

Dan ngomong-ngomong soal ganteng, ya dia ganteng, but... Hello? Dia Aldo! Aldo yang notabene adalah iblis yang menjerumuskannya ke dalam masalah. Aldo si setan uprit yang dibencinya.

Aldo versi dewasa tersenyum padanya, seolah menamparnya pada realita. Dia bukan Aldo si jahil pada jaman jahilliyah atau kegelapan dalam masa hidupnya. Dia adalah Aldo yang kelihatan sayang sekali padanya.

Aldo mengusap rambut Dea, entah kenapa Dea merasa nyaman saja diperlakukan begitu. "Kamu lagi mikirin apa hmm?"

Dea mengeluarkan pertanyaan yang berkeliaran dibenaknya dengan hati-hati.  "Om itu... Aldo? Yang suka jahilin saya? Kenapa saya bisa tunangan sama Aldo? Jelas-jelas saya benci banget sama dia. "

Mendengar itu Aldo versi dewasa tertawa.

"Jawabannya cuma satu."

"Apa?"

"Kamu cinta sama saya dan saya cinta sama kamu."

"Gak mungkin, gak mungkin saya jatuh cinta sama Aldo om!" Dea menggeleng-gelengkan kepalanya dengan rasa ngeri.

"Kalau itu ceritanya panjang. Yang jelas sekarang kita saling mencintai dan sebentar lagi kita akan menikah."

"Kita??!!" seru Dea histeris. "Om tunangan om itu bukan saya."

"Kamu Dea. Dan kamu tunangan saya." Aldo berujar tegas.

"Tapi saya masih dibawah umur!"

"Secara hukum kamu sudah dua puluh empat tahun."

"Saya gak mau!!"

Aldo berdecak, lalu ia pun tertawa. "Aku merindukan sisi keras kepala kamu ini de," ucapnya dengan mata berbinar, seolah sedang mengingat sesuatu, sepertinya kenangan mereka."Kita akan menikah De. Kamu tenang saja. Aku bisa bersabar tidak menyentuh kamu selama kamu belum ingat aku. Tapi aku ingin pernikahan kita tetap dilangsungkan. Aku sudah menunggu bertahun-tahun untuk mewujudkannya."

Dea menggeleng. Dia tetap tidak mau. Mimpi apa dia menikah diumur empat belas tahun? Oh, no! Bahkan merasakan cinta pertama saja dia belum pernah. Masa langsung nikah? Gak seru kan? Iya kan?

"Please..." Aldo menyentuh pipinya lembut. Dea mengerjabkan matanya merasakan sentuhan itu. "Aku benar-benar cinta sama kamu. Jangan hancurkan harapanku De."

........................

Dea melangkah menyusuri terminal bandara. Disampingnya ada Aldo yang memeluk bahunya rapat.

Keduanya terlihat serasi. Si pria seperti pangeran yang keluar dari buku dongeng sedangkan si wanita sangat cantik seperti jelmaan dewi. Kehadiran mereka tak dapat dielakkan menarik perhatian orang-orang yang melihat.

Aldo membimbing Dea menghanpiri sebuah mobil merci yang mengkilap dan terlihat sangat elegan.

"Okay baby, dari sini kamu sama asisten aku. Dia akan nganterin kamu ke apartemen kita."

Apartemen kita. Ya.

Dea baru saja diberi tahu kalau dia dan Aldo sudah tinggal bersama sejak satu tahun yang lalu. Mereka membeli sebuah penthouse dipusat kota. Katanya tempat itu kelak akan menjadi property yang berharga karna harga property disana terus naik hingga akhir tahun ini. Di perkirakan beberapa tahun ke depan akan sangat sulit mendapatkan tempat disana karna harganya yang melambung tinggi.

Selain penthouse, Aldo juga sedang membangun rumah mewah sebagai hadiah pernikahan. Katanya dia akan membawa Dea kesana dalam waktu dekat. Well, melihat dari apa yang dilakukan Aldo, sepertinya hubungan mereka benar-benar serius?

Aldo akan melanjutkan perjalanan ke kantornya karna ada sesuatu yang perlu dia urus. Jadi mereka terpaksa berpisah disana. Ia berjanji akan menyusul Dea secepatnya.

Dea sampai di apartemen yang dimaksud dan dia tak hentinya berdecak. Tempat itu sungguh luas dan berkelas. Terdiri atas tiga kamar, ruang tamu, serta pantry yang sangat modern. Di sayap kirinya ada sebuah balkon yang mengarah pada kolam renang.

"Wow!" Dea memandangi air kolam yang terlihat sangat jernih dan biru. Seumur-umur dia belum pernah tinggal ditempat yang sangat mewah seperti ini.

"Nona, kopernya sudah saya taruh dikamar anda," kata asisten Aldo yang mengantarnya.

"Hm, makasih Pak," ujarnya memberikan sebuah senyum ceria.

Asisten Aldo itu mengangguk lalu pamit, meninggalkannya seorang diri. Dea menghampiri kulkas dan berdecak bahagia melihat makanan-makanan lezat yang tumpah ruah disana.

Sialan. Sialan. Sialan. Dia merasa hidup bagai di surga! Hah...

Dea membawa makanan itu ke ruang tengah. Dia menghidupkan TV lalu menselonjorkan kakinya dengan santai. Sesekali terdengar gelak tawanya saat dia menonton acara TV. Kebanyakan acara itu diisi oleh selebriti yang tidak dia kenal, saking begitu jauhnya dia melampaui waktu. Eh, bahkan si Raffi Ahmad yang dulunya cuma main sinetron sekarang sudah jadi presenter. Udah beristri dan punya anak pula!

Cukup lama dia menonton hingga matanya terasa penat, lalu ia pun jatuh tertidur.

Dea baru terbangun saat seseorang mengguncang lengannya. Terlihatlah wajah Aldo yang tampan sedang mengamatinya.

"Sayang, hhh, berantakan banget." Dea merasakan jari tangan yang hangat itu mengusap sudut bibirnya.

Mata Dea terbuka lebar dan dia melihat ruangan yang berantakan akibat ulahnya. Dia merasa malu sendiri. Seharusnya dia membereskannya sebelum Aldo kembali. Tapi dia malah jatuh tertidur.

"Eww, Al, bener kamu nikah sama cewek model begini?" sebuah suara bernada celaan menarik perhatian Dea untuk menoleh kearahnya. Disana ada seorang gadis berwajah cantik, dengan bibir dipulas warna merah menyala, menatapnya dengan wajah remeh.

"Apa maksud kamu Sharon?! Jangan berani-beraninya bicara seperti itu di depan calon istriku!" Aldo terdengar sangat tegas sekaligus marah.

Cewek bernama Sharon itu memutar matanya. "Whatever." Dia lalu melenggang memasuki sebuah kamar.

Dea menatap Aldo penuh tanda tanya.  Siapa cewek itu? Kenapa dia kelihatannya memusuhinya?

"Namanya Sharon. Dia sepupuku. Dia akan tinggal bersama kita selama beberapa minggu De."

Dea meringgis. Ou Ou. Sepertinya itu bukan berita bagus.

My Future Fiance (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang