MFF-4

9.5K 606 14
                                    

"Sayang kamu udah bangun?"

Senyuman Aldo menyambutnya di pagi hari saat Dea baru saja keluar dari kamarnya.

Dea duduk dimeja makan. Matanya masih separuh mengantuk hingga ia menguap di depan Aldo.

"Hah, cewek kok gak ada sopan santun?" Sharon muncul dalam busana rapi, sebuah blazer dan rok span membelit tubuhnya. Matanya melirik Dea sinis yang masih mengenakan piama yang dia pakai tidur semalam.

"Udah jam berapa ini? Jam segini kok baru bangun.  Mau jadi istri macam apaan tuh Al?"

"Shut the fucking mouth up sha. Lo gak usah nilai Dea. Urus aja diri lo sendiri," ketus Aldo yang membuat Sharon bungkam karna merasa benar-benar dipermalukan di depan calon istri Aldo. Oh, come on! Dia benar-benar tidak terima Aldo lebih membela Dea dari pada dirinya. Apa Aldo benar-benar buta untuk melihat siapa itu calon istrinya? Dea sama sekali tidak pantas diperlakukan seperti Dewi, dia itu cuma cewek biasa yang tidak akan jadi apa-apa tanpa Aldo yang menyokongnya.

"Sayang, kamu sarapan dulu ya. Habis itu minum obat." Aldo mengulurkan sup kepiting hangat ke hadapan Dea.

Dea mengangguk dan mulai mencicipi makanan yang dihidangkan Aldo untuknya.

"Grrrhh, Al! Harusnya dia yang ngelayanin lo tau gak. Bukan sebaliknya!" seru Sharon lagi, kesal.

"Shut up Sharon!"

Sharon terlihat frustasi. Ia menaruh tasnya dengan kesal lalu mulai menyantap pancake dengan wajah malas-malasan. "Dia gak kerja?" tanya Sharon menggedikkan bahunya pada Dea.

"Dia masih sakit," jawab Aldo datar.

"Gue liat dia baik-baik aja," sindir Sharon.

"Gue yang larang dia kerja."

"Urgh damn Al. Apa lo gak bisa lebih berlebihan lagi? Dia punya mulut kali. Dia bisa jawab sendiri pake mulutnya kan? Jadi kenapa de? Kenapa lo gak mau kerja dan malah enak-enakan disini nikmatin uang sepupu gue?" Sharon mendelik pada Dea. Dea hanya menatapnya polos. Dia tidak tahu cara menghadapi keadaan yang seperti ini. Satu sisi dia merasa diremehkan, tapi disisi lain dia tidak bisa berbuat apa-apa karna saat ini dia sedang kehilangan ingatan.

"Sha!" geram Aldo.

"Aku harus... kerja?" tanya Dea pada Aldo dengan wajah polosnya.

Kerja ya? Tamat SMP saja dia belum. Memangnya dia bisa melakukan apa? Sekarang itu buat kerja kantoran minimal S1 tauuu. Ya kalau di terima kalau enggak? Cari kerja jaman sekarang itu susahnya sama kayak nyari kutu dikepala orang gondrong. Kutunya cuma satu. Coba bayangin gimana susahnya.

"Nooo sayang. Jangan dengerin Sharon, oke? Mulutnya memang gak bisa disaring kalau ngomong." Aldo meremas tangan Dea lalu mengecup pelipisnya sayang.

Adegan itu kontan membuat Sharon kehilangan nafsu makannya. Ia mengerang keras. "Gue pergi," katanya. Lalu ia pun mengambil tasnya dan berlalu.

Sepeninggal Sharon, Dea dan Aldi menyelesaikan sarapan mereka seolah barusan tidak terjadi apa-apa. Dea mengagumi kepribadiannya yang terlalu cuek dan terkadang bisa dengan mudah melupakan kejadian-kejadian tidak mengenakan, bahkan jika kejadian itu baru saja terjadi semenit yang lalu.

Aldo mengingatkan Dea untuk meminum obatnya sebelum dia berangkat. Dea menurut. Setelah itu ia mengantar Aldo hingga ke pintu.

"Sharon mungkin menyebalkan. Tapi dia sebenarnya orang yang baik," hibur Aldo sebelum dia pergi. Uh, tau aja Aldo kalau Dea mulai tidak menyukai kehadiran sepupunya itu. Yah, apalagi sebabnya kalau bukan karna mulutnya yang beracun.

My Future Fiance (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang