MFF-7

7.4K 491 14
                                    

Wonderland.

Ia merasa seperti Alice yang terjebak disebuah negeri yang penuh dengan keajaiban namun juga bahaya. Hidupnya semula terasa bagai dongeng pengantar tidur yang indah, kini telah terbalik menjadi neraka. Yang dimiliki Dea bukanlah seorang pangeran berkuda putih. Tempat ini juga bukan istana. Tapi penjara.

Kini saat semuanya terungkap sudah terlambat untuk lari. Ia seperti Alice yang terjebak masuk ke lubang kelinci dan tak memiliki cara untuk kembali.

Dea menitikkan air mata dengan rasa putus asa menggerogotinya. Tidak ada yang bisa menyelamatkannya. Dia seorang diri. Luna sahabatnya pergi begitu saja meski dia tahu dea berada dalam bahaya. Orang tuanya apa lagi! Tega sekali mereka menjualnya? Dea tidak bisa memupuskan rasa benci yang kini telah tersemai dihatinya. Dia tahu ayahnya tidak pernah peduli padanya sejak kecil. Tapi haruskah dia melakukan ini padanya? Menjualnya pada Aldo sungguh perbuatan hina yang takkan dia ampuni sampai kapan pun.

Seseorang mendorong pintu dan masuk ke dalam kamarnya. Dia membawakan sarapan menggunakan sebuah baki di tangannya. Sosok itu menaruh baki tersebut diatas meja yang ada disebelah dan berkata sambil lalu. "Makan."

Hanya itu, hanya satu kata itu, yang terlisan dengan sangat tegas menandakan ucapannya itu bukanlah penawaran tapi perintah. Sekarang Dea benar-benar merasa seperti tahanan. Melihat makanan yang dibawakan Aldo itu mengantarkan sebuah kemarahan kedalam dirinya. Tanpa bisa dielakkan kemarahan itu menimbulkan stimulus yang membuatnya melakukan tindakan yang tak disangka sebelumnya. Dea melemparkan makanan itu pada Aldo.

Aldo berbalik. Mangkok sup yang dilempar Dea itu sama sekali tidak mengenai tubuhnya. Namun tindakannya yang berani itu tentu saja membiaskan amarah yang sama seperti yang Dea tujukan padanya.

"Kamu ingat apa yang aku katakan kemaren De? Behave!"

"Aku. Tidak. Akan. Menuruti. Mu." Dea memberikan penekanan di setiap katanya. "Om gak berhak atas hidup aku!"

"Oh ya? Wah..." Aldo tertawa mengejek. "Katakan itu di depan ayahmu yang sudah menerima uang lima ratus milyar dariku!"

Dea terkesiap. "A-apa? Lima ratus milyar?" Dia sungguh tak menyangka nominalnya sebesar itu.

"Yes, sweet heart. Aku sudah berinvestasi pada perusahaan ayahmu dengan dana sebesar itu. Apa kamu bisa mengembalikannya? Atau kamu mau aku menarik danaku kembali lalu perusahaan ayahmu jatuh bangkrut?"

Dea meneguk air liurnya. Tidak mungkin. Bagaimana-oh tidak- mengapa? Meski pun tidak sebesar perusahaan-perusahaan Aldo, perusahaan keluarganya selama ini tergolong stabil. Mereka bergerak dibidang real estate diwilayah bandung. Saat dia masih SMP dulu, perusahaan ayahnya sering mendapatkan proyek dari pemerintah setempat. Tapi kenapa?

"Kenapa?" Aldo menaikkan satu alisnya dengan bibir mencebik sinis.

Apa dia baru saja menyuarakan pikirannya dengan keras?

"Ayah kamu memiliki banyak hutang di bank. Dan pembayarannya sudah jatuh tempo. Sementara itu pendapatan perusahaan berkurang karnagedung yang dia sewakan ditinggal penyewa. Proyek yang sedang dijalankan juga membutuhkan dana besar jika tidak ingin gagal."

"Dan Om mengambil kesempatan dari itu semua!" tuduh Dea.

"Exactly." Aldo menjetikkan jarinya dengan rasa bangga. "Sebenarnya aku bukan mangambil kesempatan. Tapi menciptakannya. Penyewa gedung itu beberapa diantaranya adalah relasi bisnisku. Dan gangguan pada proyek yang sedang dijalankan oleh ayahmu.... juga disebabkan olehku."

"Om... brengsek!!"

Dea bangkit dari tempat tidurnya untuk mencakar Aldo. Namun yang terjadi selanjutnya justru Aldo menangkap tubuhnya sebelum dia sempat mendaratkan kuku-kukunya yang tajam di wajah pria itu. Aldo mengurungnya dengan satu tangan mengunci kedua tangan Dea dan sebelahnya lagi menarik pinggang gadis mendekat.

My Future Fiance (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang