Chap 15

6.5K 437 6
                                    

"Zeno?"

Aldo mengguncangkan tubuh Dea dengan tidak sabar hingga gadis itu membuka matanya yang mengantuk. Dea tampak terganggu sekaligus heran melihat ekspresi Aldo yang seperti orang kebakaran jenggot.

"Aku ngantuk." Keluhnya. Dia menatap Aldo dari kepala hingga ujung kaki. "Kenapa Om ada disini sih? Ini kan kamarku!"

"Sekarang ini akan jadi kamarku!" ucap Aldo mengeletukkan giginya dan berujar dengan nada berbahaya. "Aku gak akan biarin satu detik pun kamu habiskan untuk memimpikan Zeno!"

"Om udah gila ya?"  desis Dea kesal.

"Ya. Dan kamu tau apa sebabnya! Kamu!" Aldo menarik tubuh Dea dan mencengkram lengan gadis itu. "Apa yang kamu mimpikan tentang Zeno! Katakan!"

Dea menatap Aldo dengan ngeri karna ini pertama kalinya dia melihat Aldo semarah itu. Matanya menghujam tajam dan dia seolah hendal membunuh Dea saat ini juga jika gadis itu salah bicara. Dea ketakutan.

"Sa-sakit. Le-lepas."

Aldo melihat ekspresi ketakutan itu lantas menarik dirinya. Dia tersadar kalau tindakannya itu akan membentang jarak lagi antara dia dan Dea. Dea yang sekarang bukanlah Dea yang biasa menangani emosinya yang sering meluap-luap. Bukan pula Dea yang terbiasa dengan sikap posesif dan cemburuannya. Dea yang sekarang adalah anak kecil yang akan lari terbirit-birit darinya jika dia tidak menahan diri.

"Maafkan aku De..." lirih Aldo.

Dea hanya diam memegangi lengannya.

"Sayang..."

Dea menarik tubuhnya, bangkit dari kasur dan menjauh dari Aldo. Aldo merasakan kesakitan itu menusuk-nusuk jantungnya. Penolakan itu pernah dialaminya dulu, dan begitu merasakannya lagi rasanya begitu menyakitkan. Mengenal hal itu membuat Aldo mengerang dengan sendirinya dan mengepalkan tangannya. "Aku gak bisa hidup tanpa kamu de. Maafkan aku. Kalau ada yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki keadaan ini, katakan. Aku tidak punya cara lain selain mengurung kamu disisiku. Hanya dengan begini akubisa tetap waras menjalani hari-hariku."

Dea terdiam. Berlainan dari yang seharusnya, hatinya justru terasa sakit tercabik-cabik mendengar Aldo begitu hopeless dan pasrah. Tapi dia takut. Takut kalau Aldo akan menolaknya lagi. Takut kalau Aldo akan mengecewakannya lagi.

Akhirnya Aldo bangkit dari tempat tidurnya dan melangkah kearahnya. Semakin cepat langkah pria itu semakin cepat detak jantung Dea. Dan tepat ketika pria itu berada dihadapannya, tak ada yang bisa dilakukannya selain mendongak dan menatapnya sendu.

"Boleh aku cium kamu?"

Dea tak menjawab, namun tidak ada penolakan dari matanya.

Aldo menjatuhkan bibirnya dikening gadis itu, dan mengecupnya lama.

"Maadkan aku. Aku akan memecat Friska seperti yang kamu mau. Kamu lebih penting bagiku."

Dea memejamkan matanya dan merasakan deru napas Aldo diwajahnya.  Dia begitu terlena dengan perasaan indah yang melandanya. Dan tak lama dia merasakan sebuah benda kenyal mendarat dibibirnya. Ia tahu itu bibir Aldo dan ia membiarkannya. Ciuman pertamanya yang betul-betul dari perasaan. Dadanya terasa begitu sesak dengan perasaan yang tak ia mengerti. Kupu-kupu berterbangan diperutnya. Dea meremas kaus yang Aldo kenakan lalu membuka mulutnya meminta lebih.

"Sssst..." Aldo menarik bibirnya dan tersenyum. "Kita tidak akan bisa berhenti nanti."

Aldo mengelus pipinya. Membuat Dea merasakan panas disana.

"Ughhum." Dea berpura-pura tadi itu tidak terjadi apa-apa. "Jadi... Om udah tau apa yang aku mau?" ucapnya, berusaha agar tidak terdengar memalukan.

"Hm. Aku akan memecat Friska."

My Future Fiance (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang