MFF-8

6.7K 499 13
                                    

Dea melanjutkan perjalanannya setelah berganti pakaian dan membeli beberapa cemilan. "Jalan Pak," perintahnya sambil membuka bungkus kentang gorengnya dan melahapnya seperti orang kelaparan. Gosh. Dia belum makan dari pagi dan tadi dia juga tidak sempat makan siang gara-gara kabur dari Aldo.

"Neng, neng itu bukan buronan kan?" tanya bapak-bapak supir taksi takut-takut.

"Ih bapak apaan siii," Dea memasang wajah imutnya. "Masak wajah imut-imut ini dikira buronan." Dia melanjutkan makannya tanpa rasa bersalah karna sudah membuat si supir taksi bingung.

"Lah terus apa atuh neng? Kok saya ngerasa neng ini kayak habis melakukan kriminal ya? Sampe jual anting sama kalung segala buat ganti baju sama beli makanan." Si Bapak melirik melalui kaca depan.

Dea menelan hasil olahan mulutnya ke dalam tenggorokan lalu ia pun menatap bapak supir taksi itu serius. "Sebenernya saya lagi di kejar-kejar orang jahat pak. Human trafficking bapak tau?"

"Enggak non. Apa itu piking apa non tadi?"

"Human trafficking." Dea membenarkan seolah dia adalah seorang profesor yang sedang mengajarkan muridnya. "Itu loh pak yang suka nyulik orang terus dijual keluar negri."

"Astagfirullah." Si bapak mengucap. "Bener itu neng?"

"Iya pak, makanya!" Dea lalu mengulurkan kentang gorengnya itu pada si bapak supir taksi. "Bapak mau?"

"E-engga neng."

"Elah bapak pake malu-malu segala. Ambil pak. Ambil." Dea ngotot.

Bapak itu mau tidak mau menerima juga meski pun dia rada-rada heran, kok ya wajah gadis ini sama sekali tidak ketakutan seperti korban perdagangan manusia pada umumnya? Jangan-jangan dia di kibuli.

Akhirnya setelah tiga jam perjalanan yang diselingi macet sampai juga mereka di bandung. Dea memberi tahu alamat orang tuanya pada si supir Taksi, untunglah supir taksi itu tahu, meski pun mereka sempat tersesat dan bertanya pada orang di jalan.

Kini Dea menatap nanar rumahnya yang besar, tak seperti yang ada di ingatannya. Rumahnya kini dibangun begitu mewah dan megah dengan atap berbentuk kubah. Ada dua buah mobil mahal yang terparkir di depan rumahnya.

"Yakin non ini alamatnya?" tanya bapak supir taksi heran. Dia takjub juga melihat rumah yang begitu besar bak istana itu.

"Iya pak. Disini."

Dea lalu membayar ongkos supir taksi itu berdasarkan tarif beserta tips yang besar untuk bapak supir taksi karna sudah mau mengantarnya.

Begitu sampai di depan gerbang Dea bingung mau melakukan apa. Lalu dia melihat ada pos satpam di depan rumahnya. Wah keren juga rumah gue ada satpamnya sekarang, pikirnya. Lalu ia menjulurkan kepalanya yang terhalang besi. "Pak... Pak..." panggilnya pada satpam tersebut.

Si satpam yang sedang terkantuk-kantuk tersadar sepenuhnya dan melihat ke arah suara. "Non Dea??!!" serunya tak percaya.

"Bapak kenal saya??!!" seru Dea kegirangan karna sekarang dia rasa aksesnya untuk masuk akan sangat mudah.

Si satpam menggaruk-garuk kulit kepalanya yang tidak gatal. "ya kenal atuh. Non kan majikan saya masa gak kenal."

"Ya udah pak bukain, bukain cepat!" ucap Dea tak sabaran sampai mengguncang-guncang pagarnya hingga satpam rumah itu terpaksa dengan cepat bergerak menuruti kemauan anak majikannya itu.

Begitu pagar terbuka Dea langsung berlari masuk ke dalam rumahnya dan memanggil mamanya. "Maaaa.... Mama...!!"

Ia berkeliling hingga akhirnya keluarlah seorang wanita paruh baya dari atas tangga. "Dea!!" serunya kaget sekaligus senang.

My Future Fiance (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang