MFF-19

6.4K 440 4
                                    

Dea menatap jalan yang dilewati Mobil Luna dengan tatapan kosong. Sudah hampir seharian Luna mengemudikan mobilnya membawa Dea ke sebuah tempat yang sangat ingin dikunjunginya. Usai kembali dari tempat itu, wajah Dea menjadi semakin sendu. Tak ada cahaya kehidupan disana.

"Lo mau pulang kemana De?" ucap Luna memecah keheningan yang terjalin diantara keduanya. Sebentar lagi mereka akan sampai di Jakarta. Dan Luna tak tahu Dea mau kemana. Ke apartemennya atau...

"Antar gue ke Aldo."

Luna menyatukan alisnya, melirik Dea sedikit, dan dengan ragu berkata, "Yakin?"

"Hm."

Luna menurut saja, meski pun dalam hati dia merutuk. Ingin rasanya dia membedah kepala Dea dan mencari tau apa yang gadis itu pikirkan sekarang. Kenapa dia ingin kembali ke apartemen Aldo setelah melarikan diri dari pria itu?

Akhirnya mereka sampai juga di gedung apartemen Aldo. Dea merapatkan sweaternya dan mendorong pintu untuk keluar. Luna hendak melakukan hal yang sama, tapi Dea mencegatnya.

"Gak usah. Kalau terjadi apa-apa gue bakal hubungin lo."

Luna menghela napasnya berat. Seperti sebelum-sebelumnya, dia menurut saja dengan perintah Dea. Ia hanya bisa berharap, Dea akan baik-baik saja.

*

Dea menekan serangkaian nomor untuk membuka pintu apartemen Aldo. Masih sama, pikirnya. Aldo tidak pernah mengganti passwordnya sejak dia pergi meninggalkannya. Dea tak tahu dia harus bahagia atau merasa sakit karna hal itu.

Ia menemukan apartemen itu dalam keadaan sunyi. Tak ada Aldo disana. Mungkin pria itu tengah keluar atau dia sibuk mencarinya karna sudah melarikan diri dari rumah sakit.

Menyadari alasan kedualah yang lebih tepat, Dea akhirnya memutuskan untuk menghidupkan ponselnya. Ponsel itu langsung bergetar menampung banyak pesan, dan lagi-lagi dari nomor yang sama.

Ia memutuskan untuk menelpon. Pada deringan pertama telpon itu langsung tersambung ke pemiliknya.

"Halo?"

"Aku di Apartemen."

Dan setelah itu Dea menutup telpon. Dia yakin sebentar lagi Aldo akan datang.

Padanya.

*

Aldo berlari di sepanjang koridor menuju apartemennya. Pria itu terlihat sangat frustasi. Rambut dan kemeja berantakan, mata merah, dan muka berminyak. Sekarang penampilan bukan lagi menjadi fokusnya. Tidak jika dia dalam kondisi akan kehilangan lagi orang yang sangat dicintainya.

"Dea..." panggil Aldo ketika dia telah memasuki apartemennya. Ia membuka sepatunya dengan tergesa dan nyaris kehilangan keseimbangan tubuh saat melangkah mencari keberadaan gadis itu.

Dan disanalah gadis itu berada.

Duduk di depan meja rias, melakukan ritual yang Aldo sudah hapal. Dea memiliki kebiasaan membersihkan wajahnya sebelum tidur.

Aldo masuk ke dalam kamarnya, menghembuskan napas lega, dan duduk diatas kasurnya.

Hening.

Tak ada yang mengeluarkan suara. Baik Aldo mau pun Dea sama-sama tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Satu pihak sangat mendamba yang lain dan satu pihak hendak pergi demi kebahagiaan yang lain. Keduanya sibuk dengan perasaan dan rencana masing-masing.

"Kamu kemana seharian ini?" Tanya Aldo lembut. Di wajahnya terpampang senyum lelah yang bisa Dea lihat di cermin dihadapannya.

"Bukan urusan kamu." Ketus Dea.

Aldo mengepalkan tangan berusaha menahan amarah. "Lain kali kasih tau aku, kamu akan kemana."

Ucapan Aldo itu membuat Dea membalikkan badan dan menatap Aldo malas. "Apa segala sesuatunya harus aku lapor sama kamu?"

Aldo balas menatap dengan tatapan tajam. "Ya."

Hening. Dea bisa melihat kemarahan Aldo kini telah berada di ujung tanduk. Dan ia memilih mendorongnya lebih jauh. "Kamu gak berhak atur hidup aku."

Sudah cukup. Aldo tak tahan lagi. "Sebenarnya apa mau kamu?" Aldo berujar dengan emosi yang masih di tahan-tahan."Apa kurang yang aku kasih ke kamu selama ini? Apalagi yang kamu mau? Bilang!"

"Aku gak butuh harta kamu! Kamu gak bisa beli aku Aldo!"

"AKU BISA!" Aldo bangkit dengan marah menggelegar. Kedua tangannya menekan pundak Dea dan dengan nada memburu dan dalam, ia berujar. "Aku bisa lakukan apa pun yang aku mau sama kamu! Apa p u n."

Hening.

Tak ada suara yang menggema. Hanya ada dua netra yang saling beradu dalam kesakitan masing-masing.

Dan Aldo tak bisa menahan dirinya. Segala rasa sakitnya. Rasa rindunya. Dan cintanya yang teramat dalam.

Segala rasa itu mendorongnya untuk merengkuh tubuh Dea ke dalam dekapannya. Perasaannya kacay. Benar-benar kacau.

"Maaf..."

Dea merasakan bahunya basah oleh air mata. Ia membeku. Sebilah pisau bak menusuk ulu hatinya. Hatinya tersayat sembilu melihat Aldo seperti ini. Ia tak tega. Apalagi pria ini adalah pria yang sangat dia cintai.

"Maaf... Aku akan baik sama kamu. Tapi kamu, kamu jangan pernah tinggalkan aku lagi. Aku gak bisa hidup tanpa kamu De. Aku gak bisa."

*

Dea mengelus rambut Aldo lembut sambil menatapi wajah tidurnya yang damai. Malam ini dia membiarkan Aldo tidur di kamarnya. Mereka tidak melakukan apa-apa. Hanya tidur.

Aldo tersenyum dengan mata terpejam. Dea balas tersenyum sambil terus memainkan anak rambut Aldo.

"Kamu senyum."

"Hm." Gumam Aldo. "Karna kamu disini."

Dea hanya diam. Namun ia menyentuh wajah Aldo perlahan. Pria itu menyentuhkan telapak tangannya pada punggung tangan Dea yang tengah menyentuh pipinya. Ia membawa tangan tersebut ke bibirnya. "I love you."

Dea tak membalas. Namun ia mencium kening Aldo. "Sleep."

"Kalau aku tidur, apa kamu akan kembali lagi menjadi Dea yang berhati dingin?" bisik Aldo dengan suara serak. Jelas sekali pria itu tengah mengantuk.

Dea hanya diam.

"Kalau begitu aku gak akan tidur. Aku gak ingin saat terbangun, aku akan kehilangan kamu lagi."

Dea menggenggam jemari Aldo. "Aku akan memberi tahu kamu sesuatu."

Aldo mengerjabkan matanya dan menatap Dea yang juga balas menatapnya. "Apa?"

"Nanti. Nanti aku akan memberi tahu segalanya."

"Tapi-"

"Ssst." Dea menyentuhkan jari telunjuknya ke bibir Aldo dan tersenyum pada pria itu. "Jika nanti kamu gak membenciku, dan kamu masih ingin tetap disisiku, maka aku gak akan pernah pergi lagi dari kamu Al. Aku akan disisi kamu, selamanya."

"Forever is a really long time."

Dea mendengus namun Aldo bisa melihat ia tersenyum. Aldo meraihnya ke dalam pelukannya. "Sleep."

"Hmm."

TBC

My Future Fiance (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang