01. Early Activity

80 27 84
                                    

“Jenis rasa sakit yang terburuk adalah, saat tersenyum hanya untuk menghentikan air mata yang jatuh.”

- Vania Clarissta
.
.

Musik hiburan yang terdengar dari sound system di lapang baseball menggema dahsyat diiringi anggota Cheerleader yang melakukan aksi akrobatik ringan ; dua wanita melakukan salto sebanyak tiga kali dengan variasi meroda diakhiri dengan split dan variasi dua wanita yang berpusat di udara.

Setelah satu jam lamanya latihan, Vania Clarissta- si ketua Cheerleader mengumumkan untuk beristirahat terlebih dahulu sebelum memulai latihan untuk yang kedua kalinya.

"Nih, buat lu Van!" Seseorang menyodorkan minuman yang sudah di buka tutupnya, ia Aleta Madison sahabat dari Vania yang selalu menemaninya dalam suka dan duka.

"Thanks Al!" ucap Vania sambil meneguk air minum itu hingga menyisakan setengah botol.

Aleta menatap nanar sahabatnya, ia dapat melihat gurat kesedihan di sana. Dari pandangannya, Vania terlihat sangat terdayuh menjalani kehidupan sejak kehilangan sosok laki-laki itu, tak dapat Aleta sangkal sahabatnya sangat mencintai seorang Vino Anggara.

Vino Anggara, ia adalah lelaki pendiam di sekolah, kehidupannya hanya seputar kecerdasan dan prestasi. Terkadang Aleta merasa iri dengan pencapaiannya, namun kembali lagi kepada fakta bahwa setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda.

"Al, apa gue ada harapan buat kembali lagi sama dia?" Pertanyaan menohok  keluar begitu saja, Aleta menatap Vania dengan rasa iba. Ia dapat merasakan keadaan Vania yang sangat kehilangan.

"Harapan itu selalu ada Van, selagi lu mau berusaha. Kalo gagal bangkit lagi, jangan nyerah gitu aja!" jawab Aleta, memberikan semangat yang membara kepada sahabatnya.

"Tapi kalo semuanya udah hancur, gue harus gimana?" tanya Vania meratapi diri, terlihat begitu malang.

"Van, cuma jalur ikhlas yang harus lu jalani. Jangan memaksakan takdir."

Vania menundukkan kepala sambil memegang botol Aqua yang tersisa. Kini kalbu kembali menyalurkan rasa sakit yang menyelekit dalam. Terbelenggu dengan dua pilihan, antara harus menangis detik ini juga atau harus berpura-pura kuat. Vania mendongak ke atas langit sambil menutup matanya yang hampir meneteskan air mata, takdir begitu rodra mempermainkan hatinya.

"Kak, kita latihan lagi gak nih?" Seorang anggota Cheerleader datang dengan berlari kecil, menghampiri.

"Yuk, kita latihan lagi." Jawab Aleta sambil membawa tangan Vania kedalam sebuah genggaman.

Setelah latihan kedua berlangsung selama satu jam, akhirnya mereka telah selesai dengan sebuah peningkatan yang jauh lebih baik. Vania dan Aleta segera membenahi barang yang di bawanya, lalu mereka saling berpamitan dan pulang ke rumah masing-masing.

Tanpa mereka sadari, dari kejauhan ada seseorang yang telah memantau seluruh kegiatan yang telah di lakukan.

Dear Vino Anggara ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang