Epilog

16 3 1
                                    

Terimalah kekecewaan yang hanya sementara, jangan sampai kehilangan harapan yang tak terbatas.”

.

“Realita tetap realita, tak peduli kamu menghindar atau tidak, semua itu tidak mengubah kenyataan yang ada.”

.

“Salah satu cara untuk tetap bertahan hidup adalah dengan cara menerima kenyataan hidup dengan keikhlasan. ”

.
.

Jam telah menunjukkan pukul 08.22, Vania telah menghubungi Vino bahwa keluarganya akan mengunjungi sang Ibunda dan dirinya. Entah mengapa, Vino merasa sedikit bahagia menemukan fakta bahwa ayahnya mulai menerima dirinya dan bunda?

Begitupun dengan Adeline, ia tidak merasa keberatan dengan kehadiran Mama Amanda beserta keluarnya. Karna sudah sejak lama, ia memaafkan atas perbuatannya.

"Kaka, tolong simpen camilan ini di situ." titah Adeline kepada Vino.

"Iya Bun."

"Kamar mandi bersihkan, Kak?" tanya Bunda.

"Bersih dong Bun, udah kaka sikat."

"Pinter anak Bunda." Sang Ibunda memuji anak tunggalnya.

***

Di sisi lain, keluarga Vania tengah sibuk merapihkan makanan yang akan di bawanya. Sedangkan Ayah di luar tengah memanaskan mobil.

"Mam, udah belum?" teriak Ayah.

"Udah Pap, sini bantu dulu!" jawab Mama.

Papa menderap kaki ke dalam rumah, lalu segera mengangkut berbagai aneka makanan dan masukkan kedalam bagasi mobil. Disusul dengan Vania, Oma, Apa, dan juga Mama yang segera duduk di dalam mobil.

"Bismillah." gumam Oma, sebelum mobil melaju sedang.

***

Setelah perjalanan satu setengah jam, akhirnya mereka tiba di rumah Vino. Keluar dari rumah, Vino menyambutnya dengan ramah.

"Selamat datang." ucap Vino, tersenyum kecil.

"Terima kasih, Nak." jawab Oma, sambil mengusap rambutnya.

Vino segera mengiring anggota keluarga ini ke ruangan yang biasa menjadi tempat berkumpul antara Vino dan sang Ibunda. Tentang Ibunda.. Ia masih berada di dalam kamar, berusaha menenangkan hati yang berdetak lebih kencang.

"Bunda kamu, mana sayang?" tanya Oma.

"Bunda masih di kamar Nek, duduk dulu ya, nanti Bunda kesini."

Tersenyum kecil. Oma kembali mengusap rambut Vino penuh kasih sayang, "Panggil Oma, Nak."

Oma dan Apa memeluk Vino, sebagai bentuk rasa rindu kepada cucu pertamanya, sudah begitu lama mereka berpisah. Vino menginginkan Moment ini tak akan berpisah lagi.

Vino mengedarkan pandangan, ia menatap Papa yang tengah tertunduk lemah. Mungkin ada beribu hal yang mengganjal dalam hatinya, terlebih, rasa bersalah yang menyelimuti.

Dear Vino Anggara ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang