“Aku berdiri di batas garis antara menyerah dan seberapa banyak aku masih bisa berjuang.”
- Vania Clarissta
.
.Lagi-lagi hari telah berganti, tanpa lelah dan letih waktu terus melaju. Kini Vania tengah berbaring di ranjangnya dengan rasa penasaran yang menggebu, lalu tanggannya segera menggapai handphone yang berada di atas nakas. Ia berniat membuka instagram terlebih dahulu.
Rasa penasaran telah merobohkan pagar pertahanannya untuk sanggup melupakan, di iringi dengan rasa kesal dan menyesal, secara perlahan Vania menekan instagram milik Vino. Dengan hati yang hampir kembali berserakan, Vania menatap nanar pict dirinya yang terpangpang jelas. Seluruh bayang akan kenangan bersama hinggap begitu saja, tak dapat Vania sangkal ia jadi merindukan kehadiran Vino Anggara.
"Aku rindu kamu, Vin." batin Vania sambil meneteskan air mata.
"Vaniaaa, buka pintunya dong!" Suara panggilan memekik hebat, Vania tersedak kaget dan terburu-buru menghapus jejak air matanya.
"Iya bentar Al!" Vania mendengus, ia segera berdiri dan membuka pintu.
"Kok datangnya pagi banget sih Al!" proses Vania.
"Pagi ndasmu Van! Udah jam sepuluh siang tau." dumal Aleta, tak terima.
Vania membulatkan mata dan berujar tak percaya, "Ah, masa sih! Suka bohong lu mah Al."
Vania mengedarkan pandangan dan melihat jam di dinding, ia lagi-lagi merasa kaget saat di rasa ucapan Aleta benar, "Gilaa, iya dong udah jam sepuluh! Tunggu ya Al gue mandi dulu." Vania berlari mengambil handuk, dan masuk kamar mandi.
"Ngajak keluar, tapi telat mulu! Dasar Vania Clarissta." Aleta menggerutu.
🌺🌺🌺
"Gue seneng banget Al, Studytour kali ini ke Bali." kata Vania sambil memilah-milih baju.
"Ini bagus gak Al?" tanya Vania melihatkan baju blus putih sepaha. Aleta menggeleng tak setuju.
"Jangan itu lah Van, malu sama Guru, sama Kakel juga." jawab Aleta.
"Yaelah Al! Kaya mereka gak tau gue aja." Vania menggerutu.
Aleta tak menggubris Vania, malas memberi tahunya panjang lebar, karena pada akhirnya Aleta yang terkalahkan dalam beradu argumen.
"Abis belanja kita mau kemana nih?" tanya Vania, saat di rasa barang belanjanya telah tercukupi.
"Lu gak mau beli sesuatu lain gitu Van? Aksesoris, makanan, tas, sepatu?" tanya Aleta meracuni keuangan Vania.
"Gue lupa, ayo kita beli dulu!" jawab Vania dengan polosnya.
🌺🌺🌺
Aleta menyusun barang belanjaannya di bagasi mobil dengan rapi.
"Van, kita Minipedi dulu ya. Kuku gue udah butek banget." ucap Aleta, ia menyodorkan kukunya yang terlihat pucat pasi bak tak sehat.
"Iya, sekalian, gue juga mau." jawab Vania sambil menancap gas mobil.
Aleta tersenyum kecil melihat Vania sedikit melupakan Vino. Dari raganya ia dapat melihat, sudah ada setetes gurat kebahagiaan di sana. Namun jika melihat ke dalam hatinya, ia tidak tau pasti bagaimana, apakah setiap saat selalu tergores? Aleta harap tidak, Aleta harap Vania dapat menjadi sosok yang ceria kembali seperti dulu.
Melihat keadaan, Aleta ingin bertanya sedikit perihal Vino. Dirasa sudah aman keadaannya, ia mengajukan pertanyaan, "Van, lu udah dapet kabar soal Vino?"
Vania merasa terkikis saat nama lelaki itu terdengar kembali, entah mengapa akhir-akhir ini anca selalu hinggap menemani kehidupannya. Vania harap, Tuhan bermaksud mengujinya menjadi sosok yang kuat.
"Hm, gak tau Al." jawab Vania sambil fokus mengemudi, lalu memarkirkan mobil saat di rasa telah sampai di tempat tujuan.
"Maaf kalo gue bikin hati lu sakit Van. But, semoga lu selalu kuat ya."
🌺🌺🌺
Vania dan Aleta akhirnya telah selesai Medipedi selama dua jam lamanya. Kini jam telah menunjukkan pukul 17.33 yang menandakan sebentar lagi akan terdengar Adzan Magrib,
Vania dan Aleta memutuskan untuk segera pulang meskipun perutnya telah keroncongan lapar."Laper banget gue Van," ujar Aleta sambil menderap kaki menuju mobil yang berada di parkiran.
"Gue juga sama Al," jawab Vania menyetujui.
"W-wait bentar! Itu liat deh Van!" Langkah kaki Aleta tercekat begitu saja, Aleta memalingkan wajah Vania dengan tangan kanannya ke pinggir jalanan. Di sana terlihat sosok lelaki yang berjualan bunga mengenakan sepeda, ada beberapa orang yang menghampiri untuk membelinya.
Vania kaget saat matanya menangkap bahwa ia adalah Vino Anggara, Vania berniat lari untuk menghampiri. Namun sayang, karna jaraknya yang terpaut jauh, Vino telah menganyun sepedanya dan melaju pergi.
"Al!! Ayo kita kejar Vino." desak Vania dengan nafas yang memburu tak beraturan.
"VINOOO!!! TUNGGU AKUU!" teriak Vania sambil berlari.
"VINOOO!!"
"VINO!"BRUK!!
"Vino... hiks.." Vania jatuh karena terus berlari, ia menangis dan terus memangil nama yang selalu mengisi pikirannya akhir-akhir ini.
"Vania! Denger gue ! Udah, ayo kita pulang." Aleta menarik tangan Vania dengan kencang, ia tak ingin melihat sahabatnya tidak berdaya di hadapan Vino. Ada mahkota yang harus di jaga oleh seorang wanita, Aleta tak ingin mahkota itu jatuh begitu saja.
Entah mengapa, Aleta menyesal telah menunjukkan keberadaan Vino kepada Vania. Jika pada akhirnya, Vania harus menangis tersedu-sedu.
Pun, kini Aleta harus menjadi sopir dadakan. Karna pemilik mobil dalam keadaan tak baik-baik saja."T-tadi Vino al.."
"Gue tau Vania, udahlah, jangan nangis gitu. Lo jadi keliatan begonya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Vino Anggara ✔
Fiksi RemajaSelamat membaca cerita Dear Vino Anggara: Vino Anggara & Vania Clarissta 🌺🌺🌺 Vino Anggara: Fakta yang telah mengiringku untuk membenci, dan menjauhimu. Vania Clarissta: Kita sudah terlanjur rusak untuk diperbaiki, sudah terlalu sakit untuk diobat...