Nama : Mayluna Pitaloka Sabitah
TTL : Jakarta, 19 Mei 1999
Alamat : Jl. Cendrawasih Blok B No. 19, Pancoran, Jakarta Selatan
Riwayat Pendidikan :
TK Alam Tirtayasa
SD Alam Tirtayasa
SMPN 18 Jakarta
SMAN 48 Jakarta
Universitas Negeri Bandung
Beberapa data-data pribadi berhasil ku tuliskan dalam secarik kertas HVS yang sebentar lagi akan ku serahkan pada dosen mata kuliah Bahasa Indonesia yang duduk memerhatikan mahasiswa dari tempatnya. Aku sedikit menatap sekelilingku. Ada beberapa mahasiswa yang sudah mengumpulkan lebih dulu tugas yang baru saja diperintahkan oleh dosen di mata kuliah yang kedua ini.
Samping kanan kiri depan belakangku laki-laki. Jelas aku tidak mau bertanya apakah mereka sudah selesai apalagi mengajak mengumpulkan tugas bersama ke depan. Akhirnya aku pun berdiri dari kursi dan menarik kertasku sendiri sebelum kemudian melangkah ke depan dan menyerahkan tugas pada dosen.
Berjalan menuju mejaku lagi, aku menatap mahasiswa lain kebanyakan juga sudah hampir selesai dengan tugasnya. Begitu juga Mahesa yang bahkan sudah lebih dulu mengumpulkan kertasnya—tanpa menungguku.
Aku pun duduk manis lagi. Sembari diam memerhatikan dosen yang mulai membaca-baca data diri para mahasiswa di lembaran kertas.
"Mahesa Mada Pradipta." Pak Haikal—nama dosen tersebut—memanggil Mahesa. "Yang mana orangnya?"
"Saya, Pak." Tedengar suara Mahesa menjawabnya.
Pak Haikal tampak mengernyitkan kening menatap kertas dua kertas di tangannya dan kembali lagi menatap Mahesa, lalu mengangguk-angguk.
"Mayluna Pitaloka Sabitah, yang mana?"
Aku langsung mengangkat tangan.
"Saya, Pak," jawabku.
"Kalian kembar?" tanya Pak Haikal.
Aku menoleh ke belakang dan memandang Mahesa dengan bingung. Kemudian menggeleng menatap Pak Haikal di depan sana.
"Enggak, Pak," jawabku.
"Masa? Ini kalian sekolah dari TK sampai kuliah sama. Alamat rumah, tanggal lahir juga sama."
Aku langsung menggeleng.
"Saya di Blok B Pak, Mahesa Blok A," jawabku. Rumahku dan Mahesa berbeda blok. "Tanggal lahir saya 19 Mei, Mahesa 19 Juli."
Pak Haikal menatap kami dengan jenaka. "Pacaran ya?"
Aku langsung geleng tegas. "Bukan Pak!"
Jelas tidak mau disangka pacaran dengan Mahesa. Enak saja!
"Cie..."
"Cie..."
Dan ya, sorak-sorai itu masuk ke dalam telingaku dengan menyebalkan. Aku cemberut. Menundukan kepala malas melihat sekitar. Akhirnya musnah sudah rencanaku untuk tidak mengenal Mahesa. Semua orang di kelas ini jadi tau kalau aku dan Mahesa satu sekolah dari TK sampai kuliah sekarang. Bahkan tinggal di lingkungan yang sama.
"Sudah-sudah. Kasian Mayluna malu." Suara ledekan itu kembali ku dengar dari Pak Haikal.
Ini benar-benar menyebalkan. Bahkan di mata kuliah pertama tadi sudah berhasil aku lalui tanpa sama sekali terlihat mengenal Mahesa. Sekarang, aku tidak bisa berkutik karena ternyata Pak Haikal dosen yang menyebalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diucapkan Saat Sedang Jatuh Cinta
Teen Fiction"Kalau umur gue udah 25 tahun dan gue belum menikah, lo nikahin gue ya?" "Enggak mau ah, lo tepos!" Cerita ini tentang Mayluna dan Mahesa yang sudah mengenal dan menjadi teman sejak mereka masih berada dalam kandungan. Ketika tiba waktu kuliah, kedu...