Duapuluh

62.5K 4.8K 145
                                    

Bandung, Januari 2018

Aku menatap jadwal mata kuliahku yang baru saja keluar. Terdapat 24 sks yang aku ambil di semester dua ini. Kemudian saat melihat jadwalnya, aku menjadi bersemangat. Semester genap ini kami sudah mulai sedikit mendalam mempelajari program studi yang aku ambil—biologi. Sedikit banyak juga waktu yang kami habiskan di laboratorium. Aku benar-benar sudah tidak sabar mengenakan jas lab dan menggunakan alat-alat laboratorium untuk meneliti hewan dan tumbuhan.

Aku menatap sekali jadwal mata kuliahku. Dari satu minggu yang padat itu, aku masih diberi keringanan dengan mendapatkan jadwal libur di hari Kamis, Sabtu, dan Minggu. Meski ya, di hari Selasa, Rabu, dan Jumat kuliahku baru selesai pukul 5 sore. Itu juga kalau tidak ngaret. Karena di tiga hari dan jam terakhir itu, semuanya akan melakukan pembelajaran di laboratorium.

Hari Senin besok, hari pertama aku memasuki semester baru, adalah hari yang membuatku sedikit tidak bersemangat. Aku menyukai mata kuliah apa pun apalagi menjurus dengan program studiku kecuali ... olahraga.

"Ah dapat jam 7.30 sebeeeel!" Aku membanting jadwal kuliah yang baru saja aku print ke atas meja. Semangatku seakan meletup saat mendapati mata kuliah pertama yang akan aku jalani di hari pertama di semester baru ini.

"Gue dapet hari Selasa." Ayana yang berada di sebelahku ikut menimpali. Dia juga tengah memegang kertas jadwal kuliahnya yang ia print di kamar kosku.

"Ah, Ay, nggak mau olahraga. Olahraga nggak enak!" Aku benar-benar tidak menyukai kegiatan satu itu.

"Ih, biar sehat, Lun. Masih pagi lagi itu. Masih sejuk udaranya."

"Kenapa, sih, udah kuliah masih ada aja pelajaran olahraga."

"Biar sehat, Lun." Ayana menepuk-nepuk kepalaku. "Lagian ya, matkul olahraga ini momentum yang sangat baik, Mayluna."

"Baik apanya." Aku menggerutu. Menarik tangan Ayana dari atas kepalaku.

"Yeh. Sini-sini, Mami kasih tahu." Ayana mendekatkan bibirnya ke telingaku. "Waktu olahraga, pasti banyak cogan-cogan berkeringat dan menambah keseksian, Lun. Duh, jadi nggak sabar ngeliat Mas Dharmanya gue keringetan seksi kayak oppa-oppa korea."

Aku memutar kedua bola mataku. Memang otaknya Ayana ini pasti tidak jauh dari Dharma. Dia sudah kepelet oleh Dharma sepertinya. Liburan yang hanya dua minggu kemarin saja Ayana sudah mengeluh rindu pujaan hatinya itu. Rindu tapi bahkan tidak berani berkirim pesan karena malu. Memang sangat payah.

*__*

"Aduh!"

"Lari yang bener, lelet banget."

Aku menyorot tajam pada pelaku yang menyenggol pundakku. Tidak lain tidak bukan adalah Mahesa si makhluk Tuhan paling menyebalkan di muka bumi. Dengan wajah tanpa bersalah—lebih kepada wajah tengil mengejekku—dia berlari pelan di sampingku berusaha menyamai langkahku.

Ah, kesal sekali rasanya pagi ini!

Dosen pengampu mata kuliah olahraga dan seni di kelasku pagi ini alih-alih mengadakan pertemuan di dalam kelas seperti mata kuliah yang lain, beliau malah menyuruh kami semua berbaris di lapangan. Perkenalan singkat, kemudian menyuruh kami pemanasan. Pemanasan dengan lari mengelilingi kampus sebanyak 5 putaran.

Apa beliau tidak tahu sebesar apa universitas ini?

Kakiku rasanya mau copot saking lelahnya berlari. Padahal ini belum ada satu putaran pun.

Diucapkan Saat Sedang Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang