Tigabelas

59.5K 5.6K 475
                                    

Tinggalkan emoticon kalian di sini sebelum baca part ini

....

 Bibirku sudah cemberut maksimal. Kehabisan kata dan sulit lagi membuka suara karena rasa kesal sudah di ubun-ubun. Ini semua akibat aku kalah berdebat atau lebih tepatnya tidak bisa melawan si tukang nyuruh alias Mahesa Mada Pradipta itu. Laki-laki 18 tahun yang sok keren padahal penakut. Karena ketakutannya itu, dia malah menarikku di sini lagi. Di kosannya yang tidak seberapa besar untuk menginap lagi.

Si Mahesa itu sepertinya tidak punya telinga. Padahal kami habis dinasihati Mbak Vivi untuk tidak lagi menginap. Dia tidak mengerti ya, kalau kami itu sudah dewasa?

Sebenarnya yang membuat aku tidak mau menginap bukan takut akan terjadi apa-apa dengan kami berdua dalam tanda kutip, sih. Aku percaya Mahesa tidak akan berbuat aneh-aneh walaupun aku tahu ternyata dia sudah menonton film biru. Lagi pula kalau pun dia aneh-aneh, aku menendangnya lebih dulu. Yang membuat aku cemberut dan malas menginap adalah aku sudah dua hari menginap di kosan ini. Aku sudah bosan bertemu Mahesa terus dan merindukan kamarku yang nyaman.

Dan juga ...

Tuk!

Aku langsung terduduk di atas ranjang. Diikuti Mahesa yang tidur di bawah ikut terduduk juga. Kami saling pandang dalam diam. Bermain mata satu sama lain seakan mengisyaratkan hal yang sama.

"Lo sana." Dia memberikan kode padaku lewat matanya.

Aku langsung menggeleng tegas. Tentu saja aku tidak mau.

"Lo kan cowok," bisikku sepelan mungkin.

Dia melotot. Seakan menolak gagasan itu.

"Hantu nggak pandang bulu. Cowok cewek diembat."

"Terus lo biarin gue dimakan hantu begitu?!" Aku menatapnya kesal sekali. Tidak sadar menaikkan beberapa oktaf suaraku hingga Mahesa semakin melotot. Menempelkan jari telunjuknya di depan bibir seraya mengisyaratkanku untuk dia.

Aku pun diam. Semakin mengerucut cemberut menatap laki-laki itu. Malas terlalu lama menatap Mahesa, aku pun kembali merebahkan tubuh. Menghadap dinding dan memejamkan mata. Mencoba untuk tidur yang pasti akan sulit sekali.

"Luna!"

Tidak kupedulikan Mahesa memanggil namaku dalam bisiknya itu. Menepuk-nepuk lenganku beberapa kali hingga kurasakan ranjang di sebelahku bergerak. Dia menjatuhkan tubuh di sana. Masih tidak menyerah menepuk-nepuk lenganku hingga aku kesal dan berbalik badan.

"Ah udahlah! Suara angin kali." Aku akan mencoba berpikir positif.

Mahesa menatapku dengan keningnya yang masih mengernyit. Dia diam dan terlihat fokus mendengarkan suara. Inilah yang membuatku tidak mau menginap lagi di tempatnya.

Itu semua karena ... kami sama-sama penakut dan parnoan.

Aku ingat, kami pernah di tinggal oleh orang tua kami yang menghadiri sebuah acara sampai malam. Kami hanya bertiga dengan Mahaga di rumah Mahesa. Saat itu hujan deras dan mati lampu. Suasananya terlihat sangat mencengkam hingga aku dan Mahesa hanya mengandalkan Mahaga yang lebih pemberani dari kami.

"Lun jangan tidur!" Mahesa menggoncang lenganku saat aku akan memejamkan mata. Sudah pukul 2 dini hari. Aku ketakutan tapi juga mengantuk.

"Ck! Tidur di bawah sana!" Aku mendorong tubuhnya. Mahesa berjanji tadi kami tidak akan satu kasur lagi. Tapi tiba-tiba ini dia malah naik ke atas.

"Ck! Bawel banget." Dia malah ikut-ikutan berdecak.

Memang sudah tidak diragukan kalau Mahesa itu memang sangat-sangat-sangat menyebalkan.

Diucapkan Saat Sedang Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang