Lima

66.9K 5.7K 161
                                    

                Aku terbangun dan menemukan punggung Mahesa di depanku. Mengucek kedua mataku, sebelum kemudian aku terduduk di atas ranjang. Aku melirik Mahesa sekilas sebelum kemudian bangkit dan melangkahi tubuh Mahesa turun dari ranjang tidur. Laki-laki itu masih tertidur pulas.

Rutinitasku setelah bangun tidur adalah minum air putih, mengecek ponsel, kemudian membersihkan diri ke kamar mandi dan langsung wudhu. Aku beribadah lebih dulu sebelum kemudian mulai melancarkan aksi untuk membangunkan beruang kutub itu.

Pekerjaan terberatku saat ini adalah membangunkan Mahesa.

"Mahesa!" Ku tending-tendang kakinya sembari menyerukan namanya. "Mahesa bangun dulu sholat subuh."

Mahesa itu tukang tidur. Sejak sekolah, dia paling hobi tidur di kelas. Paling sering juga kena lapor olehku pada guru kalau Mahesa tertidur. Makanya Mahesa selalu memilih kursi yang sangat jauh dariku agar kalau dia ketiduran, aku tidak mengetahuinya. Sayangnya, radarku akan Mahesa itu cepat sekali. Kami seakan-akan saling terhubung kalau dia melakukan sesuatu yang melanggar seperti tidur di kelas. Makanya, Mahesa selalu mengeluh kalau ketika kenaikan kelas, kami berada di kelas yang sama. Lagi.

"Mahesa ih susah banget sih!" Aku sudah mulai kesal. Berulang kali ku tendang-tendang kakinya dia tidak bangun juga.

Aku pun berjongkon di sisi ranjang. Menjepit hidung Mahesa dan membuatnya merasa terganggu. Laki-laki itu menyingkirkan tanganku tanpa membuka kedua matanya. Namun tidak berhasil karena aku semakin kencang menjepit hidungnya. Bahkan kini menutup mulutnya dengan tanganku yang lain agar dia tidak bisa bernapas dan akhirnya bangun juga.

"Luna!" Dia teriak. Tahu sekali bahwa yang mengganggu tidurnya adalah aku.

Mahesa menyorot tidak suka dengan wajah bangun tidurnya itu. Menghempaskan tanganku dan membalik tubuhnya. Aku yang tahu dia akan melanjutkan tidurnya segera mengambil tindakan. Menjatuhkan tubuhku sendiri ke atas tubuhnya dan kembali menjepit hidungnya.

"Bangun Mahesa sholat subuh!" kataku sedikit keras di telinganya.

"Luna!" Dia teriak lagi. Akhirnya si galak itu pun menyerah. Menyingkirkan tubuhku dan bangkit dari ranjang. Tidak lupa, dia menendang bokongku dengan kurang ajarnya sebelum menuju kamar mandi.

Dia pasti kesal sekali.

Tapi masa bodoh. Mahesa memang harus diperlakukan seperti itu. Aku yakin sekali selama ngekost dia pasti selalu telat sholat subuh. Atau bahkan tidak sholat sekalipun karena tidak terbangun bahkan oleh alarmnya sendiri. Apalagi tidak ada bunda yang biasa berteriak di telinganya untuk membangunkan si anak sulung itu.

Selepas Mahesa ke kamar mandi, aku beranjak menuju lemari. Mengobrak-abrik pakaian Mahesa dan menemukan satu buah jaket yang kemudian akan kenakan. Aku membuka pintu kamarnya. Keluar dari kamar untuk merasakan udara pagi yang segar. Semenjak tinggal sendiri di kostan, aku sudah mulai terbiasa bangun subuh tanpa tidur lagi dan memilih untuk keluar kamar sekedar merasakan udara pagi juga mencari sarapan.

Aku memang manja, tapi bukan pemalas.

*__*

"Jangan dicium-cium begitu." Aku memukul tangan Mahesa yang baru saja mengendus-endus nasi kuning di depannya. Kebiasan buruk Mahesa ini selalu mencium bau makanan sampai ke depan hidungnya.

"Chef terkenal juga begini," sahut laki-laki itu.

"Tapi lo bukan chef, Mahesa. Masak air aja nggak bisa, kan?"

Diucapkan Saat Sedang Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang