takdir yang terikat

2.1K 185 0
                                    

"iden! kenapa ga pake sepeda aja?" tanya vania menyapa kedatangan aiden dengan motor vario hitamnya.

"jemput lo pake sepeda gitu?"

vania mengangguk dengan antusias, "pagi-pagi gini enaknya kita sepedaan aja sih, apalagi smansa cuma di depan gang."

"jangan aneh-aneh deh van, naik motor aja biar lo ga cape." jawab aiden sembari menyerahkan sebuah helm berwarna abu-abu yang disambut vania dengan wajah cemberut.

"kan lo yang nyetir, lo yang ngayuh sepedahnya, kenapa jadi gue yang cape coba?" dumel vania yang membuat aiden tertawa namun enggan melanjutkan perdebatan mereka.

"bunda mana? gue mau pamit." ujar aiden kepada vania yang sudah duduk manis di jok belakang.

"BUNDA! VANIA SAMA AIDEN MAU BERANGKAT NIH!" teriak vania tiba-tiba membuat aiden telonjak kaget. untung saja saat ini keadaan motornya mati sehingga meminimalkan resiko mereka cidera karena kelatahan aiden.

"aduh vania, anak gadis pagi-pagi gini udah teriak kayak preman!" tegur bundanya vania, bunda winda, yang segera keluar menemui mereka.

"tau tuh, bun!" timpal aiden membuat vania mencubit kecil pinggang sahabat kecilnya itu.

"rese lo!"

"udah mau berangkat? masih jam 6 lewat 15 loh ini." tanya bunda winda sembari menghampiri aiden untuk membenarkan dasi anak laki-laki itu.

"iya, bun. biasalah, tradisi awal kenaikan kelas buat rebutan bangku." jawab aiden.

"ooh, iya-iya. vania sayang, kamu kalo bisa ambil bangku belakang aja ya? biar ga banyak ditanya-tanya guru." pesan bunda winda.

"siap, bun! emang terbaik bundanya vania nih." jawab vania sambil menyodorkan dua jempol tangannya.

_____

"LO LAGI, LO LAGI!"

acha terlonjak kaget saat sebuah teriakan menyambutnya yang baru saja masuk ke kelas 11 IPA 3, kelas barunya di kelas 11.

barisan paling ujung dekat jendela, bangku nomor 3 lah pelakunya, laksamana daksa farenda.

"apasih, sa? kalo lo ga suka, ya tinggal protes ke kepala sekolah." ujar acha dengan kesal.

acha dan daksa memang memiliki hubungan yang cukup buruk semenjak suatu kejadian yang terjadi diantara mereka saat menjadi teman sekelas tahun kemarin.

"lah, gue duluan yang disini. lagian murid ambis kayak lo kenapa bisa nyasar ke IPA 3 dah, di kick lo dari IPA 1?"

pertanyaan daksa sempat membuat acha mematung, namun ia segera mendapatkan kesadarannya dan berjalan ke bangku di depan cowok itu.

"gausah banyak tanya, kita ga sedekat itu." perkataan acha sukses membuat daksa terdiam dengan wajah kesalnya.

suasana kelas pun menjadi hening, meskipun sudah ada sebagian bangku yang terisi namun mereka masih canggung, apalagi tadi ada perdebatan antara daksa dan acha yang membuat atmosfer kelas menjadi semakin mencekam.

"iden, mereka musuhan ya?" tanya vania berbisik ke aiden yang menjadi teman sebangkunya.

aiden menggeleng, sedikit mencuri pandang ke belakangnya, ke acha yang sibuk membaca buku.

cukup lama mereka hening hingga keributan kembali terjadi, dengan orang yang sama.

"kursinya udah diisi." ujar acha kepada seorang anak laki-laki yang hendak menempati bangku disebelahnya.

"oh ya? siapa? gue ga liat ada tas disini."

"buta mata lo? itu jelas-jelas ada tas."

"itu tas lo."

"emang. ini bangku gue sama bayangan gue, cari bangku lain ada lebih." ujar acha dengan santai.

cowok itu terdiam sebentar, acha kira masalahnya sudah selesai, namun ternyata cowok itu malah mengambil tas acha dan menaruhnya ke atas meja acha.

"gue bakal bayar sewa buat bangku ini kalo lo mau." ujar cowok itu dengan sombong kemudian duduk disebelah acha.

acha hendak mengamuk, namun keburu wali kelas mereka datang sehingga acha harus menjaga sikapnya kembali berakting menjadi siswa teladan.

dan begitulah takdir mereka terikat. jaf yang menjadi teman sebangku acha, didepannya ada vania dan aiden, dan di belakangnya ada daksa serta elang yang sedari tadi hanya diam memperhatikan.

SIMPANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang