rindu

476 70 14
                                    

"spin aja spin!" seru aiden dengan semangat 45 yang disusul oleh suara jaf, "setuju! spin aja biar adil!"

"halah sok-sokan mau menyuarakan keadilan padahal lo berdua kan beban kelompok." julid daksa.

"heh, justru pake spinner biar ga ada yang jadi beban kelompok semuanya kebagian kerja secara adil." elak aiden yang mendapat anggukan setuju dari jaf.

"yaudah jadi ini dibagi 2 tim kan? tim 1 ngerjain ppt sedangkan tim 2 bagian makalah. masing-masing 3 orang, udah oke?" tanya elang sembari mengetik daftar nama kelompok mereka di website spinner.

"nah mantep nih!" seru aiden dan jaf, daksa mau tidak mau harus mengalah kali ini agar pekerjaan kelompok mereka cepat selesai.

"gue puter nih, 3 nama pertama yang keluar itu tim 1 ya."

setelah di tekan, roda spinner terus berputar yang semakin lama semakin melambat. mereka semua fokus memperhatikan setiap nama yang keluar, terutama aiden dan jaf yang mulutnya tidak berhenti komat kamit memanjakan doa agar nama mereka berada di tim 1.

"yah anjir!"

"boleh ulang?" pertanyaan acha membuat mereka semua menoleh. pasalnya pembagian tim adalah sebagai berikut:

acha, elang, dan vania berada di tim 1 yang bertugas membuat ppt. yang berarti otomatis aiden, jaf, dan daksa berada di tim 2 untuk membuat makalah.

"kenapa mau tukar?" tanya vania yang membuat acha pada akhirnya membalas tatapan vania.

"lo ga liat kalo pembagian kelompoknya ga adil? atau gini deh, aiden lo mau kan tukaran sama gue?"

aiden dengan gembira mengangguk. "of course mau lah!"

"dah clear kan?"

"apanya yang clear sih, cha? lo cuma nay ngehindar dari vania kan?"

"daksa..." cicit vania yang menyadari atmosfer diantara mereka kembali mencekam.

"maksud lo apa?" tanya acha dengan sinis.

"lo itu pengecut, alrescha. bahkan dari dulu lo selalu sembunyi dan jadi beban buat icha."

"diam, anjing!" acha berteriak, wajahnya memerah dan terlihat sangat marah.

"cha, udah. ayo ikut gue dulu." elang hendak menarik acha keluar namun segera di tahan oleh jaf.

"cha, selesaiin sekarang ya?" mohon vania, jujur saja ia sudah sangat merindukan sosok acha yang hangat padanya.

"bener kata vania, cha. sebelumnya sorry kalo kita udah lancang tahu tentang cerita larisa damanda, kembaran lo." perkataan aiden membuat mata acha seketika membelo kaget.

"ini ulah lo kan?!" semprotnya ke daksa.

namun daksa tidak memberikan reaksi apapun, hanya membalas tatapan amarah dari acha dengan datar.

"ada hak apa lo ceritain masalah gue tanpa izin?!"

"lo lupa? gue juga ikut keseret ke masalah kalian berdua. jadi gue sangat berhak buat cerita."

"LO SEMUA JANGAN MANDANG GUE PAKE TATAPAN KASIHAN GITU, ANJING!" vania tersentak saat acha tiba-tiba berteriak sembari menunjuk mereka satu persatu. aiden dengan sigap segera mendekati sahabatnya itu untuk memastikan gadis itu tidak kembali down.

"cha, udah! lo ga perlu marah-marah ga jelas kayak anak kecil gini!" kesal daksa. mendengar hal itu elang sudah siap untuk melerai mereka namun ternyata acha tidak membalas perkataan daksa seperti biasanya, gadis itu tiba-tiba saja terduduk sembari menjambak rambutnya sendiri.

"lo ga ngerti, sa."

"bisa ga lo stop ngerasa kalo lo yang paling tersakiti gara-gara kematian icha?! gue juga kehilangan cewek yang gue cintai gara gara lo, anjing! lo tu penyebab utama cewek gue mati, alrescha alamanda. jadi tolong berhenti bersikap lo paling tersiksa. itu yang ngebuat gue selama ini ngerasa jijik—"

"daksa!" vania membentak, entah sejak kapan gadis yang biasanya tampak lemah, sudah menahan kekesalannya dan bergerak untuk menampar pipi kanan daksa.

"sumpah lo keterlaluan tau ga?! gue emang ga tau kebenaran kisah kalian tapi apapun alasannya ucapan lo tadi itu sampah, daksa—apa sih iden?! lepasin gue! gue masih belum selesai sama cowok sampah satu ini"

"udah vania, udah!" kini giliran aiden yang berusaha untuk bergerak maju menjauhkan vania dari daksa.

"udah udah! tujuan utama kita kan buat kerja kelompok." ujar elang menengahi. aiden segera membawa vania untuk duduk di sofa, sedangkan daksa terlihat tidak bereaksi apapun terhadap tamparan vania dan hanya fokus memperhatikan acha yang kini tengah ditenangkan oleh jaf.

"gue mau pulang." ujar acha dengan sesenggukan di tengah tangisnya.

"sini gue anter." jawab elang dengan sigap, namun jaf kembali menahannya.

"apalagi? kasian acha kalo lama-lama disini." kesal elang.

"sorry tapi boleh ga kalian sebelum pergi makan kue dulu?"

"jaf? serius? di keadaan yang kayak gini lo masih sempat-sempatnya buat mikirin kue?"

jaf tertawa kecil, "tapi ini kue ulang tahun gue. sorry kalo gue udah egois, tapi gue pengen ngerayain sama kalian."

perkataan jaf membuat mereka semua terdiam, bahkan tangis acha pun seketika berhenti.




































*****
terimakasih banyak buat pembaca yang sudah vote dan berkomentar.

SIMPANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang