Happy Reading, Cintaku.
★★ Lembaran Baru
Pagi yang sangat cerah, Shabira berjanji akan membuka lembaran baru dan melupakan apapun yang sudah berlalu, ia akan fokus menatap masa depan tanpa harus menengok ke masa lalu.
"Biya mau tinggal sama mama kan?" tanya Tiffany yang sibuk dengan bawang merahnya yang sedang ia potong.
Biya adalah panggilan sayang Tiffany sedari kecil dan Shabira menyukai nama panggilan itu.
"Iya, Ma. Biya mau sama mama," jawabnya.
"Mama seneng banget, tapi sekolah kamu gimana sayang?" tanya Tiffany.
"Ga tau, mungkin Biya keluar sekolah aja," jawabnya, mau tak mau mungkin ia akan bekerja saja membantu keuangan mamanya.
"Hei, ga boleh dong sayang. Kalo sekolah disini gimana? Ada SMA favorite, kamu bisa ningkatin prestasi kamu lagi," ucap Tiffany.
Shabira itu sedari sekolah dasar adalah anak yang sangat aktif dan berprestasi walaupun hanya di bidang non akademik. Namun tak pernah diapresiasi oleh sang papa sehingga ia kehilangan minatnya, ia meninggalkan hobby-nya apalagi saat papanya yang semakin tempramental dan berani menyakiti fisik dirinya setelah kejadian paling kelam dalam hidupnya terjadi.
"Biya ga mau ngebebanin Mama," jawabnya.
"Kamu sama sekali ga ngebebanin Mama, Sayang. Mama sekarang punya butik yang Mama impikan dulu, Mama juga udah punya toko kue," ucap Tiffany yang membuat Shabira menatapnya kagum.
"Mama punya butik sama toko kue? Kapan-kapan Shabira pengen kesana ya, Ma." Shabira begitu antusias.
"Iya sayang, asal kamu mau masuk sekolah, nanti Mama ajak kesana, okey? Buat sekolah lama kamu, biar nanti om kamu yang urus."
Shabira mengangguk setuju, ia melingkarkan tangannya dipinggang mamanya dari belakang lalu menyimpan dagunya dibahu sang mama.
"Terima kasih, Ma. Biya janji, prestasi yang Biya capai dulu akan Biya capai lagi sekarang," ucapnya yang membuat Tiffany tersenyum hangat.
Tiffany mengecup pipi Shabira dengan sayang. "Mama selalu percaya sama kamu, Nak. Anak kesayangan Mama."
"Onty pani!" Mereka dikejutkan oleh suara cempreng dari luar rumah.
"Buka sana, kamu pasti seneng ketemu sama dia," ucap Tiffany yang ditanggapi ekspresi bingung oleh Shabira, tapi ia tetap beranjak untuk membukakan pintu.
Saat ia membuka pintu terlihat anak kecil yang kira-kira umur 4 tahun sedang menatapnya bingung. Matanya belo dan kulitnya putih, sangat tampan. Shabira berpikir, mungkin ini adalah anak tetangganya.
"Kakak siapa? Onty Pani mana? Katanya onty Pani mau buatin Atan nasi goleng," tanyanya dengan nada yang sangat menggemaskan.
"Kamu nyari mama ku ya?" tanya Shabira yang tak direspon oleh anak laki laki itu karena bingung belum pernah melihat Shabira sebelumnya.
"Yauda yu masuk, Onty Pani lagi masak di dapur," jawab Shabira yang diangguki bocah bernama Atan itu.
"Onty Pani, lagi masak nasi goleng buat Atan ya?" tanyanya saat sudah sampai di dapur dan menghampiri Tiffany yang sedang memasak.
"Iya ganteng, sesuai request an Atan kemaren," jawab Tiffany begitu lembut. Sedari dulu Tiffany memang selalu lembut jika menghadapi anak kecil, membuat Shabira pun mempunyai watak yang sama.
"Sini Onty, Atan mau bisik-bisik," ucapnya pelan seraya menatap Shabira yang sedang menatapnya dari meja makan.
Tiffany berjongkok lalu mendekatkan telinganya ke bibir anak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Caffein
Teen Fiction"B-biya udah rusak, Ma." Ketika gadis dengan trauma mental dipertemukan dengan laki-laki yang tak di kenalnya di sebuah kamar villa dengan keadaan tak sadar karena pengaruh obat dan alkohol. Laki-laki dingin, pelit ekspresi yang menyimpan sejuta luk...