Aku ga bosen ingetin kalian buat ninggalin jejak di cerita ini, itu sumber semangat akuu manis. Buat yang support aku, dan nungguin cerita ini lanjut, makasi bangett. Big love buat kalian.
Happy Reading, Cintaku.
★★ Pasar Malam
Disini lah Shabira berada, ia ikut dengan Tenggara mengantar ayah dan bundanya ke bandara. Ia sudah memberitahukan maksudnya yang akan menjadi baby sitter Selatan, dan tentu saja mereka menanggapinya dengan senang hati.
"Bunda halus banget ya ikut?" tanya Selatan lesu.
Refani mensejajarkan tingginya dengan Selatan, mengusap surai hitam anak itu dengan sayang. "Bunda harus nemenin ayah, Sayang. Atan kan disini sama onty fany, sama Kakak Biya."
"Bunda jangan lama-lama, abang triplek suka usilin Atan," adunya.
"Nanti bunda suruh kakak biya buat jewer kuping abang kalo sampe usilin Atan," jawabnya yang diangguki oleh anak umur 4 tahun itu.
"Jaga diri baik-baik ya. Bunda titip Atan dan Gara sama kamu, pesawatnya udah mau take off," ucap Refani seraya cipika cipiki dengan Shabira. Cewek itu mengangguk mantap dengan senyum hangatnya.
"Hati-hati ya, Om Tante," ucap Shabira yang diangguki oleh Refani dan Ardan.
"Sesuai request an kamu, Gar. Adek cewek," ucap Ardan yang dipelototi oleh Refani.
"Ga usah, Yah. Nanti aja cucu," celetuk Tenggara yang membuat semuanya terkejut, dan tentu saja laki-laki itu salah tingkah. Ia tidak pandai membuat candaan.
"Becanda," ucapnya datar.
"Ayah sama anak sama-sama datar. Minimal kalo becanda tunjukin ekspresi lain," protes Refani membuat Shabira menahan tawanya. Ternyata Tenggara yang pelit ekspresi mengikuti watak ayahnya, dan Selatan lebih mirip dengan Refani yang banyak bicara.
"Sayang, bunda pergi dulu ya. Ga lama, seminggu doang kok. Belajar yang rajin ya, dah!" ucap Refani seraya melambaikan tangannya.
Setitik air mata Selatan tak bisa di bendung ketika melihat punggung Refani dan Ardan yang semakin menjauh dengan koper di tangannya. Tenggara langsung menggendongnya, dan Selatan pun menyembunyikan tangisnya di ceruk leher laki-laki pelit ekspresi itu.
Sepanjang perjalanan pun Selatan tetap murung, ia enggan bersuara. Anak itu lebih memilih menyandarkan kepalanya di dada Shabira seraya memandang keluar jendela. Jam sudah menunjukan pukul 8 malam, Refani dan Ardan memang memilih penerbangan malam.
"Gar berenti!" pinta Shabira yang membuat Tenggara menepika mobilnya, ia bertanya lewat tatapan mata.
Shabira menunjuk ke arah jendela samping kemudi, terlihat di sana ramai orang. Ternyata itu area pasar malam.
"Atan, mau ga pergi ke pasar malem sama Kak Biya?" tanya Shabira.
Ternyata mendapat respon dari Selatan yang langsung menegakkan kepalanya, lalu mengangguk mantap.
"Abang kasi waktu 1 jam," ucap Tenggara yang langsung memarkirkan mobilnya.
Shabira dan Selatan mengangguk, yang penting mereka bisa main walaupun sebentar.
Mereka bertiga keluar dari mobil, Shabira memegang tangan kiri Selatan, sedangkan Tenggara sebaliknya. Mereka sudah persis seperti pasangan suami istri muda.
Setelah memasuki area pasar malam, saking antusiasnya Shabira dan Selatan, mereka sampai tidak menyadari bahwa Tenggara tertinggal jauh di belakang.
Laki-laki itu memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana, seraya terus menatap lekat punggung wanita yang tengah berlarian kecil bersama adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Caffein
Teen Fiction"B-biya udah rusak, Ma." Ketika gadis dengan trauma mental dipertemukan dengan laki-laki yang tak di kenalnya di sebuah kamar villa dengan keadaan tak sadar karena pengaruh obat dan alkohol. Laki-laki dingin, pelit ekspresi yang menyimpan sejuta luk...