Yang paling berharga buat auhor itu vote sama comment, jangan lupa tinggalin jejak kalian ya manis.
Happy Reading, cintaku.
★★ Pertemuan Kedua
Malam ini adalah malam minggu, Shabira sudah siap dengan jaket kulit yang melekat pada tubuh rampingnya. Ia bosan, dan berencana ingin mencari angin segar.
"Beneran ga akan nyasar kan?" tanya Tiffany yang membuat Shabira menghela napas.
"Mama, Biya udah gede lho. Biya cuma sebentar kok," jawabnya seraya mengelus pundak mamanya.
"Iya, Sayang. Mama percaya kamu bisa menjaga diri," ucap Tiffany yang membuat Shabira diam-diam tersenyum miris.
Kalo Biya bisa jaga diri, ga mungkin Biya udah rusak, Ma. Kata itu hanya mampu ia keluarkan di dalam hatinya, tak ingin membuat mamanya bersedih dan ikut kepikiran. Toh, ia juga sudah janji untuk melupakan itu.
Shabira menaiki motor sportnya tak lupa memakai helm fullface yang selalu ia kenakan. Setelah berpamitan kepada sang mama ia pun pergi meninggalkan halaman rumahnya.
Ia memacu kendaraannya dengan kecepatan standar, menikmati angin malam yang sepoi-sepoi dan terasa dingin hingga menusuk tulang. Shabira menyukai malam, walaupun malam-malamnya selalu penuh dengan tangisan dan ketakutan yang tak berujung.
Ia menerawang jauh ke masa lalu yang paling kelam, dimana ia tak dihargai, tak dianggap, dan dimana ia kehilangan dirinya dan kehilangan sebagian hidupnya.
"Papa, Billa dapet nilai A di pelajaran matematika!" ucap riang anak perempuan yang masih memakai rok birunya.
"Wah anak papa pinter sekali, hm," jawab pria yang memakai kemeja dan jas yang begitu rapi dengan nada yang sangat lembut.
Sedangkan anak perempuan lain kini sedang menatap saudarinya yang sedang dibanggakan oleh pria yang ia anggap sebagai superhero itu. Ia menunduk menatap sepatunya, di tangannya terdapat sertifikat kejuaran.
"Bira, lagi-lagi nilai matematika mu c?" tanya pria itu dengan wajah yang kembali menegas.
"Tapi Bira mendapatkan sertifikat lagi papa, Bira juara sa--" ucapannya terhenti ketika pria yang ia sebut papa itu menyela ucapannya.
"Percuma kalo nilai pelajaranmu yang lain jelek, Shabira. Tinggalkan bola basketmu itu dan belajar lebih giat lagi agar mendapat nilai bagus seperti Salsabilla!"
Shabira kecil menunduk dalam, ia kira ucapan lembut yang selalu kakaknya dapatkan akan ia dapatkan juga, tapi ternyata tidak.
"Mas, anak kembar kita punya bakat yang berbeda. Salsabilla di bidang akademiknya dan Shabira di bidang non akademiknya, tolong hargai pencapaian Shabira juga," ucap wanita dengan tatapan hangat itu.
Tiba-tiba ingatannya terhenti dan berganti latar lagi.
"Billa, ulang tahun ke 13 nanti mau kado apa, Sayang?"
Meja makan terasa sangat hangat dengan keluarga yang lengkap dan terlihat sangat harmonis, apalagi menjelang hari dimana si kembar lahir.
"Um, Billa mau beli buku novel dan buku-buku motivasi gitu. Boleh ga, Pa?" tanyanya.
Adijaya dan Tiffany tersenyum hangat dengan permintaan sederhana dari putrinya itu.
"Boleh dong, Sayang. Justru itu bagus buat kamu," jawab Adijaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Caffein
Teen Fiction"B-biya udah rusak, Ma." Ketika gadis dengan trauma mental dipertemukan dengan laki-laki yang tak di kenalnya di sebuah kamar villa dengan keadaan tak sadar karena pengaruh obat dan alkohol. Laki-laki dingin, pelit ekspresi yang menyimpan sejuta luk...