Ini permulaan yaa baru chapter 1, tunggu kejutan di chapter-chapter selanjutnya
Happy Reading, Cintaku.
★★ Ayah?
Shabira mengucir rambutnya dengan lemas, ia akan pergi ke sekolah seperti biasanya. Walaupun seminggu yang lalu foto dirinya dan laki-laki yang merenggut kesuciannya itu tersebar di sekolah. Entah siapa orang yang menempel foto itu di mading.
Tiga bulan ia mencoba melupakan kejadian itu, tiga bulan ia dilingkupi trauma, dan ternyata seseorang berusaha menghancurkan hidupnya lagi dengan sengaja memfoto dirinya saat keluar kamar villa bersama Tenggara.
Ah, iya. Laki-laki itu kini tak diketahui lagi kabarnya oleh Shabira, setelah ia memblokir semua akun media sosial laki-laki tampan yang telah menghancurkan masa depannya itu.
Yang ia tahu, Tenggara bukan asli asal sini dan ia jauh-jauh datang hanya untuk menghadiri ulang tahun teman seangkatannya, yang ternyata teman dekat Tenggara masa SMP.
Kenapa ia memilih menghindari Tenggara? Karena itu percuma saja, papanya kekeh ingin menjodohkan ia dengan anak rekan bisnisnya. Sekarang pun berita itu belum sampai kepada papanya hingga ia mau tak mau harus tetap bersekolah agar tidak menimbulkan kecurigaan.
Namun, belum juga ia bernafas lega pintu kamarnya dibuka dengan kasar dan menimbulkan suara yang sangat keras.
Plak!
Tamparan keras itu membuat Shabira terhuyung ke belakang dengan rasa perih yang menjalar dari pipinya, apa lagi yang akan membuatnya sakit?
"Sudah berani kamu menjadi jalang, Shabira?" amuk papanya seraya menjambak rambut Shabira.
Ucapan itu cukup membuat rasa sesak di dada Shabira. Jalang? Apa papanya pantas menyebut kata kotor seperti itu kepada anak perempuannya?
"Pa, Shabira bukan jalang," lirih Shabira seraya menahan rasa sakit di kepala dan pipinya.
"Kamu kira papa ga tau apa yang terjadi di sekolah kamu? Hah?" teriaknya lagi.
"Pa, denger penjelasan Bira dulu!" mohonnya dengan air mata yang sudah tak bisa ia bendung lagi.
"Udah jelas ada bukti disini Shabira, sudah ada foto. Lalu penjelasan apa yang harus saya dengar? Ini ajaran mama mu? Mama sama anak, sama sama jalang!" ucap Adijaya dengan emosi yang menggebu-gebu.
"Mama bukan jalang! Cukup pa, aku cape!" teriak Shabira prustasi.
"Berani berteriak sama saya, anak sialan?" teriak Adijaya tak kalah keras seraya menendang kaki Shabira hingga gadis itu tersungkur.
"Kamu sudah menghancurkan nama baik saya!"
"Semua kelakuanmu sudah tersebar di rekan-rekan bisnis saya!" sambungnya lagi.
"Papa kira, Bira mau kaya gini? Bira trauma, Pa. Bira takut, Bira korban pelecehan, dan ga ada yang dukung Bira selama ini," jawabnya mencoba mengeluarkan unek-unek.
"Kamu itu anak ga berguna, Shabira. Jaga diri sendiri aja kamu ga bisa, ga ada timbal baliknya kamu sama saya, cuma bisa bikin malu!"
Jleb.
Seumur hidup, kata-kata ini yang paling ngena di hati Shabira. Ia kira ia akan dapat simpati dan dukungan dari papanya ataupun kalimat penenang, tapi ternyata hanya kata-kata menyakitkan yang ia dapat.
"Shabira ga pernah minta dilahirin, Pa. Shabira juga ga pernah minta tinggal sama papa, Bira pengen sama mama. Papa ga pernah memperlakukan Bira kaya manusia!" jawabnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Caffein
Teen Fiction"B-biya udah rusak, Ma." Ketika gadis dengan trauma mental dipertemukan dengan laki-laki yang tak di kenalnya di sebuah kamar villa dengan keadaan tak sadar karena pengaruh obat dan alkohol. Laki-laki dingin, pelit ekspresi yang menyimpan sejuta luk...