•
•
•"Untung saja lukanya tidak terlalu parah, disarankan pasien jangan sampai stress berat dan lambungnya sangat sensitif. Pola makannya harus teratur juga, Anda bisa menebus obatnya di lantai dasar, Tuan!"
"Baik, terima kasih banyak, Dok!" Hajun pamit undurkan diri untuk menebus obat di lantai dasar. Cukup lama ia meninggalkan Juno sendirian di ruang rawat, sampai selesai mendapat obat yang diperlukan ia kembali ke ruangan.
Ceklek!
"Juno?" Panggilnya setelah menutup pintu, yang dipanggil hanya menoleh tanpa berniat membalas.
"Masih pusing?"
"Ung.." Kepalanya mengangguk pelan sebagai jawaban.
"Ada yang Kau inginkan?" Tangannya mengusap pelan tangan Juno yang terasa dingin.
"S-sunu.. Hiks.. J-juno mau S-sunu.. Hiks.." Tangisannya pecah. Memang benar, entah kenapa sejak dirinya bertemu dengan Hajun, jiwa Anak Kecilnya keluar lepas begitu saja.
"A-aku t-tidak bisa mengendalikannya, hiks.. J-juno mau Sunu.. hiks.." Hajun mendekapnya pelan, isakannya begitu menyayat hati siapa pun yang mendengarnya.
"P-perut Juno sakit.. hiks.."
"Ya, karena Kau menangis, cengeng?" Bukan, bukan Hajun. Suaranya juga tidak asing di pendengaran mereka.
Juno melepaskan pelukannya, Hajun juga membalikkan badannya. Keduanya membeku layaknya patung es.
"Sudah berapa lama, ya?" Hajun menatap keduanya diam, dan memilih keluar ruangan. Berjaga di luar.
Ia perlahan menghampiri Juno, sedangkan Juno malah menutup kedua telinganya. "JANGAN MENDEKAT!"
Sepasang kaki itu pun berhenti melangkah, menatap sendu Juno yang ada di brankar. "K-kenapa.."
"TIDAK! KAU BUKAN SUNU! Hiks.. J-jangan.. Uhuk.. Uhuk!" Perutnya kini terasa mual, seperti akan ada yang keluar lagi.
"Kumohon, jangan menangis.. Kau menyakiti dirimu sendiri.." Ia memeluk Juno yang masih gemetaran. Juno bersandar pada dadanya, meluapkan emosinya dengan tangan yang memukul-mukul kecil dirinya.
"Jangan mukul, dong.. Tanganmu bisa sakit, hm?" Juno tidak mengubrisnya, ia terlanjur kesal karena kembali melihat sosok kembarannya.
"Masih tidak percaya? Kau boleh menyentuh wajahku sesukamu, Baby Boy!" Ia melepaskan pelukannya, sedikit menunduk menyamakan diri dengan Juno.
Tangan yang terpasang infus itu menyentuh wajah sosok kembarannya, terasa nyata. Dari mulai kepala, dahi, mata, hidung, pipi, dan dagu. "Itu menggelikan, Juno.."
"Hihihi.. K-kau benar-benar Sunu..?" Ia dapat melihat keraguan di mata Adik Kesayangannya ini. "Iya, Kau benar-benar telah bertemu dengan Sunu, Juno.. Aku bukan halusinasimu lagi, Aku nyata, Juno Danantya!" Sunu menangkup wajah Juno, mengusap pipinya yang basah akan air mata itu.
Mendengar hal itu, Juno tampak akan menangis kembali kalau Sunu tidak mencegahnya. "Shh, jangan nangis lagi.. Dasar cengeng, Kau tidak berubah dari dulu, huh?" Juno sedikit bergeser membiarkan Sunu memeluknya dan duduk bersama di brankar.
"A-aku kesal denganmu.."
"Lalu, apa? Kau akan memukulku lagi, begitu?" Tanyanya dengan wajah cemberut.
"Ish, menyebalkan! Pergi jauh-jauh, sana!" Ia mendorong pelan Sunu agar menjauh. Tidak disangka yang didorong turun dari brankar dan perlahan menjauh.
"HUWAAAAA, KAK HAJUNNNN!!!" Rengeknya kencang. Sunu tertawa kecil setelah berhasil menjahilinya. Dirinya kembali memeluk Juno sebelum tangisannya pecah lagi, sedangkan Hajun yang kini di ambang pintu menatap lucu keduanya.
"Aduh, gemes banget!"
"Makanya, omongannya dijaga.. Nanti kalau Aku beneran pergi lagi, gimana?" Juno menggeleng pelan dalam dekapannya, terdengar kekehan dari Sunu.
"Setelah ini, jadikan Aku sandaranmu lagi seperti sebelumnya.. Kita akan tinggal bersama dengan Kak Hajun.."
•
•
•
KAMU SEDANG MEMBACA
OUR FANTASY [END]
Fantasy❝The Real Of Special❞ Orang yang membaca cerita ini, akan dipenuhi dengan tanda tanya. Dan sebab itulah kehidupan yang rumit banyak teka-teki. Sepasang kembar remaja laki-laki ini akan memberikan contoh untuk kalian apa yang dimaksud dengan kehidupa...