chapter 26 - sick

490 75 4
                                    

Perjalanan yang ditempuh tim vokal grup untuk pulang-pergi memakan waktu lebih lama dibandingkan dengan waktu menetap di Italia. Namun rasa lelah itu terbayarkan ketika mereka berhasil mendapatkan juara dua di tingkat Internasional.

Pesta kemenangan langsung dirayakan pada malam itu, sebelum keesokan harinya kembali ke Indonesia. Seluruh siswa dan pengajar yang pergi menghabiskan waktu mereka dengan bersenang-senang, bahkan memesan banyak makanan untuk jumlah mereka yang tak terlalu banyak.

Malam hari itu, Giselle yang sebenarnya sudah mulai merasa kenyang tetap memaksakan dirinya untuk makan. Bagaimana bisa ia menolak makanan khas Italia yang sangat menggoda itu?

Semuanya dihidangkan dengan tampilan yang sangat menarik. Selain itu, rasanya juga unik dan ada beberapa makanan yang hanya bisa ditemukan disana saja. Giselle tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatan tersebut.

Sepulangnya dari Italia, Giselle hanya terus berada didalam kamarnya. Entah mengapa, sejak beberapa jam yang lalu kepalanya terasa pusing dan tubuhnya lemas. Belum lagi beberapa kali suhu tubuhnya naik, lalu turun, lalu naik lagi, begitu terus sampai beberapa saat.

Mungkin hanya kelelahan dan jetlag saja, itu yang dipikirkan oleh Giselle selama seharian penuh.

Tidak ada yang tahu kondisi Giselle, tidak ada yang memeriksa keadaan Giselle. Setiap kali bibi asisten masuk ke kamar nonanya, Giselle terlihat sedang tertidur.

Kakaknya sibuk dengan lembaran laporan, ibunya sibuk dengan butik, adiknya sibuk dengan olimpiade, dan ayahnya sibuk dengan operasi pasien.

Saat ditinggalkan makanan diatas meja nakas oleh bibi asisten, Giselle juga tetap memakannya walaupun tidak sampai habis. Setidaknya, Gadis itu tidak membiarkan perutnya kosong selama seharian. Ia tahu bahwa kondisinya hanya akan semakin memburuk jika ia tidak memberi asupan makanan pada tubuhnya. Hal itu juga yang membuat membuat bibi asisten tidak menaruh rasa curiga pada kondisi nonanya.

Puncaknya adalah ketika tengah malam, Giselle merasakan tubuhnya yang sakit luar biasa. Makanan yang sudah ia konsumsi beberapa jam yang lalu kembali ia keluarkan.

Tubuhnya benar-benar lemas saat ini, namun Giselle tetap berusaha untuk kembali ke kasurnya. Ia harus menghubungi seseorang.

Jarak antara kamar mandi dan kasur yang biasanya dapat ditempuh hanya dalam beberapa detik, terasa sangat jauh sekarang ini.

Ponsel yang berada diatas kasur berhasil ia raih. Giselle berbaring di kasurnya, badannya juga sedikit gemetar. Dengan sekuat tenaga, ia mencari nomor sang kakak. Panggilan pun langsung ia lakukan saat itu juga.

"Kak...tolong Giselle."

Dengan permintaan yang singkat itu, Doyoung yang baru saja terlelap pun langsung bangun menuju ke kamar adiknya. Dari suara Giselle, gadis itu sepertinya tidak sedang bercanda.

Doyoung mengetuk pintu kamar sang adik, namun belum juga mendapatkan jawaban ia langsung menerobos masuk kedalamnya. Disana, terlihat Giselle yang sedang berbaring dengan mata yang setengah tertutup.

"Apa yang kamu rasain?" tanya Doyoung penuh kekhawatiran. Lelaki itu langsung duduk di samping kasur sang adik, memeriksa suhu badan Giselle dengan telapak tangan. "Dek kamu demam, kenapa baru bilang?"

Giselle tidak memiliki tenaga untuk menjawab sang kakak. Perlahan kedua matanya yang terasa panas itu terpejam dan kesadarannya pun hilang.







🌠

Tengah malam itu, Doyoung langsung menelepon ayahnya yang masih berada di rumah sakit. Entah apa yang sedang dilakukan oleh si kepala keluarga, namun Doyoung merasa perlu untuk menghubungi sang ayah terkait keadaan Giselle.

A Sky Full of StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang