3. Tangisan Bulan di Tengah Malam

157 21 13
                                    















VOTE?



Suasana di ruangan milik Tuan Ma begitu sunyi. Namun bukan kesunyian karena rasa tenang dan damai seperti yang biasanya tercapai, kini kepala keluarga itu sedang terdiam dengan kegelisahan yang sepenuhnya menyelimutinya. Tidak hanya dirinya, bahkan sang istri yang biasanya banyak bicara dan memerintah juga hanya bisa membuang napas dengan gelisah.

Pikiran keduanya begitu penuh dan berisik, namun bibir keduanya terkatup rapat.

Seperti orang tua lainnya yang menghadapi pencalonan permaisuri, mereka mengkhawatirkan Yaxuan. Tapi kekhawatiran keduanya agaknya lebih besar daripada orang tua lain. Ini bukan mengenai biaya untuk membuat tandu lagi. Melainkan ketakutan bahwa Yaxuan akan masuk ke dalam tiga besar, dan tentunya berakhir dengan putra mereka itu akan diasingkan. Mereka tidak bisa membayangkan itu.

Yaxuan adalah seorang Tuan Muda yang makan dengan sendok emas dan minum dengan gelas anggur. Tiada apapun hal sulit dan tidak menyenangkan yang boleh mendekatinya. Membayangkan anak itu harus hidup diasingkan dengan hanya mengenakan pakaian putih seumur hidupnya, membuat mereka begitu lemas. Bahkan membayangkannya saja betapa sulitnya.

Nyonya Ma menoleh dengan cepat ke arah suaminya,
"Tidak bisakah kau ungkapkan ini kepada Yang Mulia Raja? Katakan pada mereka untuk mengecualikan Yaxuan"

"Dia adalah Yang Mulia Raja, bagaimana bisa aku bernegosiasi dengannya? Perintah adalah perintah"

Ya, Nyonya Ma tahu itu. Hanya saja Ia sudah begitu putus asa.

Jika berbicara orang terdekat Yang Mulia Kaisar, maka salah satu nama yang akan disebutkan adalah Tuan Ma. Jejak suksesnya yang telah berhasil memimpin kaum cendekiawan telah menggerakkan Kaisar untuk percaya kepadanya. Selama pengabdiannya kepada Yang Mulia Raja, Ia terkenal sebagai seseorang yang benar-benar bersih.

Meski menjadi sasaran empuk untuk para penjilat Kaisar, tapi Tuan Ma tampaknya tidak goyah sejauh ini. Namun, kali ini Ia cukup kesulitan bergerak saat Yang Mulia Kaisar secara pribadi berbisik kepadanya, untuk mengajari putra keduanya dengan baik pada pemilihan calon permaisuri. Tentunya mendengar hal itu, Ibu Suri yang memang sudah tua dan melemah posisinya di Istana, tidak akan menyia-nyiakan kesempatannya. Untuk mendekati Tuan Ma dan membawa putra keduanya, Yaxuan, maju ke pencalonan.

Seperti orang tua lainnya, Tuan Ma menjadi begitu resah. Ia tidak bisa meremehkan kekuatan Yang Mulia Ratu yang masih menjabat. Mereka sudah memiliki calon permaisuri, yang bahkan sudah beberapa kali memasuki istana untuk sekadar memberi salam pada Ratu.

Tuan Ma tidak bisa mempertaruhkan putranya pada posisi berbahaya seperti ini. Ia bahkan dengan lancang tidak menjawab saat Yang Mulia Kaisar berbicara kepadanya.

Selain kekuatan dari Yang Mulia Ratu yang tidak bisa diremehkan, Tuan Ma juga cukup mengkhawatirkan Yaxuan. Putra pertamanya, Ma Jiaqi, sudah begitu dikenal di dalam Istana. Ia bahkan menghadiri penobatan sebagai sarjana terbaik di Istana. Orang-orang sudah banyak mengamati putra pertamanya, yang digadang-gadang akan menjadi 'orang' milik Putra Mahkota di masa depan. Situasi ini membuat orang-orang berharap lebih pada putra keduanya yang jarang dilihat oleh publik.

Awalnya mereka berbicara tentang kecantikan Yaxuan, kemudian kecerdasannya yang mereka pikir tidak akan jauh dari Jiaqi. Tapi Tuan Ma selaku seorang ayah tentu tahu yang sebenarnya. Bahwa Yaxuan cukup berbeda dari Jiaqi. Anak itu masih begitu belia, dia tidak betah bahkan hanya sekadar diam saat makan, apalagi berlama-lama mengikuti kelas sastra dan tata krama. Itu juga karena istrinya terlalu memanjakan Yaxuan yang merupakan putra sulung mereka. Intinya Jiaqi dan Yaxuan berbeda.

不忘 - Can't Forget (QiXin - WenXuan - WenXin) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang