7 Juli 2022
Alit berjalan dengan earphone di telinga kiri, ia membiarkan salah satu kabel menggantung di leher. Ia mendekati lima lelaki yang sedang duduk bergerombol, tetapi tiba-tiba langkahnya terhenti.
“Enggak dijodohin, sih. Cuma nyokap nyuruh kenalan sama anak temannya.” Suara lelaki yang selalu ingin Alit dengar, tetapi entah mengapa ia tidak ingin mendengar kalimat yang diucapkan lelaki itu saat ini.
“Ujungnya entar perjodohan, tuh,” sahut Rudi.
“Bener.” Irwan ikut menimpali.
“Cantik, enggak?” tanya Tito.
“Cantik. Imut.” Suara Arfan terdengar ringan seperti biasa, tetapi tidak di hati Alit.
“Gas-lah!” Keempat lelaki lain menyahut hampir bersamaan.
Alit menepuk dadanya pelan. Gadis tomboi itu tidak menghampiri lima lelaki yang duduk bercengkerama. Ia memilih berjalan memasuki gedung Fakultas Ekonomi dan Bisnis, di mana ia belajar. Alit bahkan tidak menoleh ke arah mereka. Ia sibuk dengan ponsel.
“Eh, buru-buru amat. Duduk dulu.” Irwan berkata saat melihat gadis tomboi itu berlalu, melewati mereka begitu saja.
Alit hanya menanggapi dengan lambaian tangan saat diminta untuk bergabung. Ia meneruskan langkah dan fokus pada layar ponsel.
“Kenapa, sih, dia?” Terdengar lagi suara Irwan bertanya.
Alit sampai di kelas yang masih senggang, hanya ada dua mahasiswi yang sibuk bergosip, dan satu mahasiswa yang sibuk dengan tumpukan buku. Alit menghampiri mahasiswa berkaca mata tebal itu.
“Jar, ada tugas hari ini?”
Lelaki bernama Fajar itu mendongak dari buku-buku di hadapannya. Ia menggeleng, sebelum kembali fokus pada buku.
“Terus, lo lagi ngapain?” Alit duduk di samping Fajar, memeriksa salah satu buku yang terbuka.
“Nyiapin bahan presentasi untuk lusa.” Fajar tidak mengalihkan pandangan dari buku.
“Rajin amat. Gue jadi temen lo, deh," ucap Alit tanpa alasan.
Fajar tidak menanggapi komentar Alit, tetapi membiarkan gadis yang duduk di sebelahnya itu memasangkan earphone di telinga kanannya. Gadis tomboi yang duduk di sampingnya itu memang sering menggodanya. Memulai obrolan, bertanya ini dan itu. Sok akrab. Meskipun mereka sering dalam satu kelas yang sama, tetapi mereka tidak dekat.
Tidak lama, lima lelaki memasuki ruang kelas. Mereka melihat Alit tidak duduk di tempat biasa. Malah duduk bersama teman mereka yang terkenal kutu buku, dan mengobrol dengannya. Meskipun terlihat jelas, lelaki berkaca mata tebal itu merasa terganggu dengan keberadaan Alit, ia tetap menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan gadis tomboi itu.
“Alit! Ngapain lo di sana?” seru Arfan sambil menuju barisan belakang. Mereka membiarkan gadis tomboi itu dengan urusannya. Kadang Alit memang suka mengobrol dengan teman sekelas mereka.
Alit menoleh pada teman-temannya yang sudah duduk di tempat biasa mereka duduk.
“Sekarang, gue temen Fajar.” Alit menunjuk dirinya dan Fajar bergantian.
“Enggak!” Fajar spontan berteriak. Earphone yang terpasang di telinganya terlepas saat ia tiba-tiba menoleh tadi.
Alit mengusap telinga mendengar teriakan yang tepat di sebelah telinganya itu. Sementara kelima lelaki yang biasa berkumpul bersama Alit, menertawakan gadis tomboi itu.
“Gue cuma mau jadi temen lo, doang. Masak udah ditolak, Jar. Belum nembak jadi pacar, ini!?” Alit berkelakar.
Fajar melihat gadis tomboi di sampingnya itu dan menggeleng dengan kuat.
“Jangan nembak, Lit. Entar Fajar yang malu, bukan lo!” seru Irwan. Teman Alit yang lain terpingkal. Sementara beberapa mahasiswa yang sudah mulai datang, hanya menggeleng melihat kelakuan gadis tomboi itu dan teman-temannya. Mereka memang suka usil, apalagi pada Fajar yang terlihat seperti kutu buku dan lugu.
“Sekali-kali, Jar, gabung sama kita-kita. Jangan sama buku terus.” Alit menyimpan earphone yang baru saja ia lepas dari telinganya.
Fajar menggeleng, menolak usul Alit.
“Gue bocengin.”
Fajar tidak lagi menggeleng, hanya memandangi Alit yang menaik-turunkan alis.
“Selamat pagi, ... Saudari Alita!”
“Selamat pagi, Pak Karjo.” Alita spontan menjawab salam dari dosen yang menyebutkan namanya dengan penuh penekanan. Gadis tomboi itu sedikit heran pada dosen paruh baya yang baru mengajar di fakultasnya awal semester lalu itu.
“Jangan mengganggu yang lain!”
Benar. Dosen itu terlihat marah. Entah apa alasan kemarahan dosen yang terlihat garang itu.
“Saya hanya mau ajak Fajar nonton, Pak.” Alit baru menyadari kelas menjadi hening. Hanya suaranya dan suara Bapak Sukarjo yang menggema.
“Benar itu, Fajar?” Dosen galak yang biasa di panggil Pak Karjo itu memastikan pada Fajar.
Fajar mengangguk.
“Benar, Pak,” jawab Fajar setelah Alit menyepak pelan kakinya.
Pak Karjo menghela napas. Sebenarnya ia tidak percaya apa yang dikatakan oleh Fajar, tetapi tidak ada yang bisa ia lakukan.
“Kembali ke kursimu,” ucap Pak Karjo pada Alit.
“Saya duduk di sini, Pak. Biar pintar, kayak Fajar.
“Yasudah. Kita mulai perkuliahan hari ini.”
Alit menyengir pada Fajar. Lelaki itu segera memfokuskan diri pada perkuliahan. Teman Alit menggeleng, ada-ada saja kelakuan gadis tomboi itu. Demi menutupi kejahilan pada mahasiswa kutu buku itu, Alit rela duduk barisan depan.
Alasan sebenarnya gadis tomboi itu adalah untuk menghindar sebentar dari lelaki yang membuatnya kecewa kemarin. Terlebih lagi setelah tahu alasan yang membuat Arfan membatalkan janji, membuat hati Alit cemburu. Alit butuh waktu untuk hatinya.
Hanya sebentar. Hanya untuk meringankan hati. Karena Alit sadar betul, akibat dari perasaan sepihak yang ia miliki. Tidak ada yang salah. Hanya butuh sedikit waktu, agar nanti saat bersama sahabatnya itu, ia bisa bersikap seperti biasa.Alit menoleh, melihat lima lelaki yang fokus pada perkuliahan. Tidak satu pun dari mereka yang melihatnya. Tidak ada yang menyadari sikapnya yang sedikit berbeda. Alit menghela napas. Pandangannya kembali ke depan. Sedikit kecewa karena tidak ada yang menyadari perasaan hati Alit. Tidak juga Arfan, lelaki yang membatalkan janji dan membuatnya kecewa.
“Kamu sedang berantem sama mereka?”
Alit menoleh pada Fajar yang tiba-tiba bertanya.
“Jangan jadikan aku tameng.” Meskipun Fajar berbisik, Alit bisa mendengar dengan jelas.
“Gue pengen kencan sama lo. Bosen sama mereka terus.” Alit balas berbisik sambil menyengir. Ia tidak mengira justru lelaki berkaca mata yang sering jadi korban kejahilannya ini yang menyadari sesuatu dalam dirinya.
“Ehhmm.”
Alit mengangguk, kemudian tersenyum manis pada dosen yang memperingatinya dengan deheman.
Sementara dari belakang, Arfan melihat gadis tomboi yang biasa duduk bersamanya, kini duduk di barisan depan. Gadis itu terlihat mengobrol dengan lelaki di sebelahnya.
Entah mengapa ada rasa tidak nyaman di hatinya. Apa gadis tomboi itu sekarang sedang menghindarinya karena membatalkan janji kemarin? Seperti bukan Alit. Gadis itu pasti akan langsung mengungkapkan kekesalan padanya seperti biasa. Mungkin perasaan tidak enak di hatinya, karena rasa bersalah pada Alit perihal membatalkan janji kemarin. Ya. Pasti karena itu. Arfan bermonolog dalam hati.
Bersambung...
____________________
Naskah lain di Olimpus Match Battle
1. Viloise--@Chimmyolala
2. The Lucky Hunter--@Dhsers
3. Tersesat di Dunia Sihir--@Halorynsryn
4. Aku Bisa--@okaarokah6
5. Kurir On The Case --@AmiyaMiya01
6. Is It Our Fate?--@ovianra
7. Crush--@dhalsand
8. Keping Harapan--@UmaIkhFfa
9. Cinta Alam Untuk Disa--@DenMa025
10. Memutar Waktu--@dewinofitarifai
KAMU SEDANG MEMBACA
CRUSH : Be There for You
Teen FictionSudah lama Alit menyadari perasaan yang lebih dari teman pada sahabatnya itu. Bahkan gadis tomboi itu sempat berniat untuk mengungkapkan isi hati, tetapi ia urungkan. Alit takut jika pernyataan cintanya akan membuat kecanggungan antara mereka. Lebi...