Cemburu

8 4 0
                                    

14 Juli 2022

Alit menarik kedua sisi zipper ransel hitamnya, menepuk tas itu dua kali, sebelum menggendongnya. Tas ransel yang biasa hanya berisi beberapa buku, kini mengembang sempurna. Siapa pun yang melihat tas yang sedang digendong oleh gadis tomboi itu, pasti mengetahui bahwa tas itu berat.

Sejak kemarin sore, saat Alit akan pulang setelah jam kuliah terakhir, ada tiga gadis yang menghampiri dan menitipkan bingkisan untuk Arfan, karena sahabatnya itu sudah lebih dulu pulang. Alit menolak dan menyarankan untuk memberikan secara langsung pada orang yang bersangkutan, tetapi para gadis itu memaksanya. Alit hanya bisa menghela napas. Jengkel. Cemburu. Dan juga kesal.

Ada apa dengan para gadis itu? Bukankah lebih bagus memberikan kado secara langsung? Kalau cocok bisa langsung kencan. Kenapa harus melibatkan dirinya? Alit terus mengomel dalam hati. Ia menahan kesal dan cemburu. Kesal karena semakin hari semakin banyak gadis yang mendekati Arfan. Cemburu karena ia tidak bisa menunjukkan perasaannya pada sahabatnya itu secara terang-terangan seperti gadis lain. Padahal ia sangat ingin.

Alit menggenggam dan menarik grip gas dengan kuat saat jalanan senggang. Seketika motor matic merahnya melaju kencang. Dengan lincah gadis tomboi itu menghindari lubang dan pengendara lain. Motornya meliuk, melaju dengan bebas. Hingga dihentikan oleh lampu merah.

Alit menghentikan laju motornya tepat sebelum garis-garis putih yang tergambar di aspal. Ia mengetuk jari pelan pada setang motor, sambil menggumamkan lagu. Ia memandangi pejalan kaki yang tidak terlalu ramai itu menyeberang jalan.  

Tiba-tiba seorang wanita berbadan tambun menyita perhatiannya. Wanita itu terlihat repot membawa banyak barang. Alit ingin turun dan membantu, tetapi ia menghentikan motornya di tengah jalan. Jika lampu berubah hijau nanti pasti akan mengganggu pengendara lain.

Baru saja Alit ingin menepikan motornya, tetapi urung. Bibirnya tersenyum seketika. Wanita itu sudah mendapat bantuan dari orang lain. Pandangan mata Alit mengikuti seorang yang membantu wanita tambun itu hingga ke seberang jalan. Kemudian berlari, kembali menyeberangi jalan.

Kekaguman Alit semakin bertambah pada lelaki yang rela membantu wanita kerepotan tadi. Di saat pengendara lain cuek, sibuk dengan urusannya sendiri, lelaki itu turun dari kendaraan untuk membantu.

“Kapan lo enggak bikin gue jatuh cinta, Fan? Tolong, jangan terlalu sempurna.” Alit bermonolog sendiri. Matanya masih mengikuti ke mana lelaki penolong itu melangkah.

Arfan. Lelaki yang menawan hati Alit sejak lama. Entah kapan waktu pastinya. Yang Alit tahu, saat ia menyadari, perasaannya sudah terlalu dalam. Sehingga sangat sulit bagi Alit untuk keluar dari lubang itu.

Senyum yang tadi terpancar dari wajah Alit, hilang. Berganti dengan mata menyipit, mempertajam pandangan, memperhatikan lelaki yang menjadi alasannya tersenyum bersama orang lain. Rasa kagum yang tadi memenuhi hatinya, tiba-tiba berganti dengan kesal dan cemburu. Arfan tetap menjadi Arfan. Lelaki dengan banyak gadis. Mengabaikan Alit yang tidak terlihat.

Entah kenapa otot lengannya terasa nyeri melihat seorang gadis duduk berboncengan dengan lelaki itu. Tanpa Alit sadari, tangannya mengepal. Giginya menggeletuk. Lelaki itu memang tidak pernah melihatnya sebagai seorang gadis. Alit sudah sering merasakan hal seperti ini, tetapi rasa sakitnya tetap sama.

Tiiinn! Tiiinn!

Alit tersentak. Suara klakson yang terus ditekan memenuhi telinganya. Ia menyadari pengendara lain sudah melaju. Hanya motornya yang masih menghalangi mobil di belakangnya. Dengan segera Alit kembali menarik grip gas kuat. Ia melaju dengan kencang. Berharap bisa meninggalkan rasa cemburu yang sedang melandanya.

Alit menghentikan laju motornya sejajar dengan motor lain. Ia mengenali empat motor yang berjajar. Mereka biasa memarkirkan motor sejajar. Tidak ada yang menempati tempat itu. Sudah seperti tempat parkir yang dibuat khusus untuk mereka.

Pernah satu kali, Arfan datang terlambat dan tidak mendapatkan tempat parkir. Alit mengajak temannya memindahkan motor yang terparkir di sebelah motornya ke trotoar. Tentu saja si pemilik motor marah, tetapi menghadapi Alit dan teman-temannya seperti menghadapi Gangster. Sejak saat itu, lebih banyak yang menghindari masalah dengan gadis tomboi itu dan teman-temannya.

Saat ini, Alit hanya mendapati empat motor. Tentu saja. Karena lelaki itu sedang mengantar gadis. Entah ke mana tujuannya. Alit tidak ingin tahu.

“Sialan!” Alit memukul bagian depan motornya.

Seorang gadis yang baru saja menghentikan motornya tidak jauh dari Alit menjengit. Ia bisa melihat gadis tomboi itu sedang marah. Dengan ragu, ia turun dari motor meraih kantong yang tergantung di motor, dan berjalan mendekati Alit yang masih duduk di atas motor.

“K-kak Alit.”

Alit menoleh pada gadis yang tergagap memanggil namanya. Ia tidak menjawab, hanya menatap gadis yang sudah ia tahu maksud dan tujuan menghampiri dirinya.

“Emm ....”

“Nama lo, siapa?” Malah Alit yang bertanya kepada gadis yang terlihat ragu mengutarakan maksudnya itu.

“Mila, Kak.”

“Oke, Mila. Gue tanya sama lo. Kenapa lo ngejar Arfan cuma buat jadi pacarnya?” Alit sudah lama ingin tahu alasan para gadis itu ingin menjadi pacar Arfan yang hanya sebentar.

“Kak Arfan baik dan pinter.” Mila tersenyum. “Dan ganteng juga.” Terlihat sekali wajah semringah gadis di depan Alit ini.

“Enggak ada alasan lain?” Alit bersedekap, menatap gadis yang tersenyum ceria itu. Banyak mahasiswa lain yang lebih pintar, sikapnya jauh lebih baik, dan lebih tampan dari Arfan. Kenapa haus lelaki itu yang mereka perebutkan.

Mila menggeleng.

“Terus, kenapa akhir-akhir ini semakin banyak cewek yang deketin Arfan?”

“Wah, udah banyak, ya, Kak?”

Alit menaikkan alis mendengar kalimat yang diucapkan Mila. Sementara Mila yang melihat itu, tersenyum canggung.

“Karena Kak Arfan jomblo.”

Alis Alit semakin naik hingga kening gadis tomboi itu mengerut.

“Terus kalian berlomba-lomba jadi pacarnya? Siapa cepat, dia yang dapat, gitu?”

Mila mengangguk.

“Kenapa enggak langsung samperin orangnya?”

Mila menggeleng. “Kak Arfan enggak pernah mau terima apa pun. Makanya kita titip lewat Kak Alit.” Mila tersenyum pada Alit. Gadis itu mengulurkan tangan, meminta gadis lain yang berpenampilan seperti lelaki itu menerima kantong yang ia bawa.

Alit menghela napas. Jika ia menolak, sudah pasti gadis ini merengek. Alit tidak suka itu. Akhirnya ia menyambar kantong itu. Kemudian mengibaskan tangan, mengisyaratkan Mila untuk berlalu.

“Kenapa coba mau jadi pacar si curut? Seminggu doang, lagi!” Alit menggerutu sendiri. Ia bersiap meninggalkan motor.

Mila yang sudah berbalik, hendak meninggalkan gadis tomboi itu, berhenti. Meskipun diucapkan dengan pelan, Mila mendengar dengan jelas gerutu Alit.

“Karena aku bukan Kak Alit.” Mila berbalik memandang Alit.

Alit sedikit terkejut dengan nada suara Mila yang berbeda dari sebelumnya. Suara gadis itu terdengar seperti sedang marah.

“Yang bisa rangkulan dengan Kak Arfan kapan aja. Yang selalu makan dan bercanda bareng. Ke mana-mana bareng.”

Alit mengerutkan kening, karena Mila benar marah.

“Meskipun cuma seminggu, aku rela. Asalkan dekat dengan Kak Arfan.”

Alit bengong. Bahkan hingga Mila berbalik dan pergi meninggalkannya berdiri di samping motor. Para gadis itu iri padanya?

 
Bersambung...
____________________
Naskah lain di Olimpus Match Battle
1. Viloise--@Chimmyolala
2. The Lucky Hunter--@Dhsers
3. Tersesat di Dunia Sihir--@Halorynsryn
4. Aku Bisa--@okaarokah6
5. Kurir On The Case --@AmiyaMiya01
6. Is It Our Fate?--@ovianra
7. Crush--@dhalsand
8. Keping Harapan--@UmaIkhFfa
9. Cinta Alam Untuk Disa--@DenMa025
10. Memutar Waktu--@dewinofitarifai

CRUSH : Be There for You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang