15 Juli 2022
“Serius lo!” seru Arfan.
Mereka baru saja mendengarkan cerita tentang siapa Nadia dari Rudi. Menurut penuturan lelaki itu, Nadia punya nama yang jelek di mata tetangga. Gadis itu disebut sebagai wanita bayaran. Ia akan melakukan apa saja demi mendapatkan uang.
Pernah beredar kabar, bahwa Nadia dibayar untuk menjebak seseorang, menipu, atau mencelakai seseorang.
Rudi mengangguk.
“Lo hati-hati, deh, Fan.” Jamal memperingati.
“Bila perlu, enggak usah berhubungan lagi sama dia,” usul Alit.
“Nah, setuju.” Rudi menimpali pernyataan Alit. Yang lain juga mengangguk, menyetujui usul ttersebut.
“Berarti nyokap harus tahu siapa Nadia.” Kelima temannya mengangguk.
“Tanya baik-baik sama nyokap lo. Kenal Nadia dari mana,” saran Rudi.
Arfan mengangguk. “Dia anak temennya nyokap gue. Pas nyokap lagi ngumpul sama temennya, salah satu dari mereka bawa anak. Si Nadia itu,” jelas Arfan.
Rudi mencebik. Lelaki itu menggeleng mendengar penuturan Arfan. “Orang tuanya udah meninggal. Dari gue kecil,” ucapnya. “Dulu Nadia tinggal sama neneknya, tapi udah meninggal juga. Dua tahun lalu,” lanjut Rudi.
“Terus aparat di lingkungan rumah lo, diem aja?” tanya Jamal.
“Bener, tuh. Enggak ada yang bertindak?” sahut Tito.
“Enggak ada bukti kuat. Dia enggak pernah ketangkep basah.” Rudi menggeleng lagi.
“Terus cerita lo tadi, dari mana asalnya?” Arfan mengerutkan kening.
Rudi menghela napas panjang. Itu memang hanya rumor. Dia dan para warga tidak memiliki bukti untuk menunjukkan kejahatan Nadia. Meski hanya menuduh pun, mereka tidak memiliki bukti. Namun, beberapa kali ada orang yang mencari Nadia. Meskipun mencari seorang gadis dengan nama lain, tetapi mereka menunjukkan foto atau sketsa wajah Nadia.
Karena ini adalah Arfan, sahabatnya sendiri, yang kemungkinan akan menjadi target, Rudi merasa perlu memberitahukan perihal Nadia itu. Ia tidak mau seseorang yang dikenalnya mengalami kesialan seperti orang lain.
“Itu cuma rumor memang. Tapi enggak ada salahnya lo dan nyokap lo hati-hati.” Rudi menasihati. “Beruntung dia pakai nama asli. Biasanya dia kenalan sama orang pakai nama lain,” lanjutnya.
“Enggak salah waspada, Bro.” Irwan menepuk pelan lengan Arfan. “Sorry,” ucapnya sambil menyengir saat melihat temannya itu mendesis. Ia lupa temannya itu sedang terluka.
“Alita!”
Alita dan lima teman lelakinya terkejut mendengar teriakan itu. Babe Hamdi, ayah Alit teriak dari depan rumah. Mungkin ia tidak mengira anak gadisnya berada di rumah siang hari.
“Kalian bolos kuliah lagi!” Hamdi kembali berteriak setelah sampai di ruang tengah rumahnya, di mana anak gadisnya dan lima teman lelakinya duduk.
Seketika mereka semua berdiri, tidak mengira akan mendengar teriakan lelaki yang mereka panggil Babeh itu.
“Maaf, Beh.” Jamal buka suara, mewakili teman-temannya. Lihatlah, teman-temannya hanya menunduk menghindari mata Hamdi yang melotot. Bahkan Alit pun, ikut menunduk.
Hamdi maju, mendekati salah satu dari mereka. Ia mengangkat wajah Arfan. Beberapa luka dan lebam yang sudah diobati. Kemudian ia memeriksa yang lain, tidak ada yang terluka sedikit pun.
Hamdi menghela napas. “Jelasin sama Babeh. Ini kenapa?”
Ia kemudian duduk di sofa single yang sebelumnya diduduki oleh Alit. Alit segera bergeser, duduk di sofa panjang bersama Irwan dan Arfan. Sementara Jamal, Rudi, dan Tito kembali duduk di karpet seberang meja.
Alit menceritakan secara singkat perihal Arfan yang diserang oleh orang secara tiba-tiba. Dan itu sebabnya mereka membolos kuliah.
“Murid Babeh masak kalah lawan tiga orang.” Hamdi berucap dengan sinis.
Wajar saja jika Arfan menerima banyak pukulan. Ia bisa maklum. Hanya saja ia sedikit kecewa, mengapa anak-anak ini, yang sudah seperti anaknya sendiri membolos kuliah berjamaah. Tidakkah mereka merasa bersalah pada orang tua? Hamdi menggeleng mengingat kelakuan mereka.
“Mereka jago, Beh. Bukan kayak preman basar yang asal pukul,” bela Arfan.
Hamdi berpikir sejenak. Siapa yang bakal tahu situasi yang akan kita hadapi nanti.
“Minggu, kalian datang ke sanggar. Latihan lagi. Jangan sampai enggak datang!” ucap Hamdi tegas.
“Siap, Beh!” Mereka menjawab dengan kompak. Kecuali Alit. Gadis itu diam saja, tidak menjawab.
“Kamu juga!” tegas Hamdi.
Alit hanya mengangguk.
Semenjak mengetahui ayah Alit memiliki sanggar Karate, teman-teman gadis itu ikut berlatih. Mulai dari Arfan yang berteman dari waktu SMA dulu, lalu bertambah empat lelaki lain saat mulai kuliah.
Sudah lama mereka tidak berlatih. Hamdi meminta mereka berlatih, supaya fisiknya tetap kuat. Takut terjadi hal yang tidak diinginkan lagi. Biar bagaimana pun, mereka adalah anak-anaknya juga. Sering berkumpul di rumah, bahkan hingga sehati penuh.
Ayah Alit itu memperhatikan luka di wajah Arfan. Tiba-tiba ia terkekeh. Ia teringat dulu, pertama kali bocah itu datang ke rumahnya, juga penuh dengan luka. Masih dengan seragam putih-abu. Sekarang mereka sudah semakin dewasa, dan datang ke rumahnya juga dengan wajah terluka.
Lelaki itu melihat anak gadisnya berinteraksi dengan teman-teman lelakinya. Melihat satu per satu wajah mereka. Tingkah laku mereka, semua sudah diketahui oleh Hamdi. Ia menghela napas.
“Kenapa, Beh?” tanya Alit.
Hamdi menggeleng, kemudian mengeluarkan dompet, mengambil dua lembar uang berwarna merah. Dan menyerahkannya pada Jamal yang duduk terdekat dengannya.
Jamal bingung, tetapi tetap menerima uang itu.
“Ke rumah Mak Inah. Ambil pesanan Babeh.”
“Siap, Beh.”
Mendapat perintah dari ayah Alit, Jamal segera beranjak. Ia menarik lengan Tito yang duduk di sebelahnya. Entah pesanan apa yang dimaksud, tetapi yang Jamal tahu, keluarga Alit memang sering memesan makanan pada Mak Inah, tetangga mereka.
Bersambung...
____________________
Naskah lain di Olimpus Match Battle
1. Viloise--@Chimmyolala
2. The Lucky Hunter--@Dhsers
3. Tersesat di Dunia Sihir--@Halorynsryn
4. Aku Bisa--@okaarokah6
5. Kurir On The Case --@AmiyaMiya01
6. Is It Our Fate?--@ovianra
7. Crush--@dhalsand
8. Keping Harapan--@UmaIkhFfa
9. Cinta Alam Untuk Disa--@DenMa025
10. Memutar Waktu--@dewinofitarifai
KAMU SEDANG MEMBACA
CRUSH : Be There for You
Fiksi RemajaSudah lama Alit menyadari perasaan yang lebih dari teman pada sahabatnya itu. Bahkan gadis tomboi itu sempat berniat untuk mengungkapkan isi hati, tetapi ia urungkan. Alit takut jika pernyataan cintanya akan membuat kecanggungan antara mereka. Lebi...