14 Juli 2022
Alit tersenyum. Ia merasa lebih beruntung dari para gadis itu. Mereka memang bisa menjadi pacar Arfan, tetapi hanya dalam hitungan minggu. Sementara dirinya bisa bersama lelaki itu selama hampir tujuh tahun. Bukankah memang lebih baik begini. Meskipun hanya sebagai sahabat, Alit tetap bisa menghabiskan waktu bersama lelaki pujaan hatinya.
Tiba-tiba hati Alit menghangat. Andaikan tidak perlu merasa cemburu pada gadis lain, tentu lebih baik. Namun, apa mau dikata. Sudah menjadi risiko bagi Alit yang mencintai lelaki dengan banyak penggemar. Alit harus lebih menguatkan hati.
Alit melangkah sambil bersiul. Jelas sekali ia sedang dalam suasana hati yang baik. Punggungnya terasa ringan, meski ia menggendong ransel yang berat.
“Lo bawa bom? Gede amat tas lo.” Irwan berkomentar saat melihat Alit datang dengan ransel yang mengembang.
Alit meletakkan kantong yang diterima dari Mila tadi. Kemudian menurunkan ransel berat itu dari gendongannya.
“Punya si Curut. Biasa dari Fans.” Alit duduk di samping Irwan. “Yang lain mana?” Gadis itu hanya menemukan Irwan duduk sendiri. Padahal tadi ia melihat empat motor sudah berjajar.
“Tito lagi pesen makan. Rudi pergi sama cewek tadi.” Irwan memeriksa barang-barang yang satu per satu dikeluarkan Alit dari dalam ranselnya.
“Jamal?”
“Lo tanya Jamal?” Irwan bertanya dengan nada sarkastis. “Jam segini?” lanjutnya.
Alit memeriksa jam yang melingkar di pergelangan kirinya. Pukul 08.55. Gadis itu lantas mengangguk. Ia mengetahui keberadaan lelaki itu. Di musala kampus.
Jamal memang paling alim di antara mereka. Ia menjadi yang lebih sering mengingatkan mereka untuk ibadah. Jika waktu salat tiba, ia akan mengajak teman satu grupnya itu melakukan Salat lebih dulu, tetapi jika salat sunah seperti ini, ia memilih pergi sendiri. Sudah pasti teman-temannya menolak.
“Enggak tanya, Arfan ke mana?” tanya Irwan.
“Kemungkinan lagi sama cewek.”
“Nah, udah tau. Pantes enggak tanya.”
Alit cuek pada komentar Irwan. Ia memilih memainkan ponsel sambil menunggu waktu perkuliahan setengah jam lagi.
“Katanya pergi sama cewek. Kenapa balik sendiri?” Alit bertanya ketika melihat Rudi menghampiri mereka. Sendiri.
“Tau, ah.” Ia meletakkan paperbag dengan kasar. Paperbag itu kini tergabung dengan bungkusan lain yang sebelumnya dibawa oleh Alit. Kemudian lelaki yang terlihat kesal itu duduk di samping Irwan.
Irwan dan Alit tertawa melihat itu. Sudah biasa Rudi di tolak oleh gadis. Bukan karena kurang tampan, tetapi mayoritas gadis-gadis itu ingin menjalin hubungan dengan Arfan. Mungkin kali ini juga begitu.
Rudi mencebik, kedua temannya itu terus menertawakannya. Ia merasa kesal. Kenapa para gadis itu lebih memilih Arfan yang berganti pacar dalam hitungan minggu? Ketika pertanyaan itu muncul di otaknya, seketika itu ia tahu jawabannya. Ia kenal betul siapa dan bagaimana Arfan.
Dirinya yang lelaki pun, senang nongkrong dengan Arfan. Karena memang seasyik itu menghabiskan waktu bersama teman-teman. Ia tidak perlu mengkhawatirkan apa pun. Apalagi para gadis itu. Wajar saja jika para gadis rela mengejar teman playboy mereka.
Alit, Irwan dan Rudi menoleh, mendengar suara yang mereka kenali. Jamal sedang mengobrol dengan seorang gadis berhijab. Gadis itu tampak malu-malu. Ia tersenyum canggung pada teman-teman Jamal, kemudian mengangguk pada lelaki yang sebelumnya berjalan bersama dengannya itu. Setelahnya ia berlalu pergi.
“Wuidiihh!”
“Balik dari musala, bawa cewek, aja.”
“Siapa, Mal?”
Ketiga teman Jamal bertanya hampir bersamaan.
Jamal menepuk dada, membanggakan diri. Ia duduk di samping Alit. Lelaki yang baru duduk itu langsung mendapat sepakan kaki dari teman perempuan mereka satu-satunya, karena cuek, tidak menjawab pertanyaan mereka sebelumnya
Tito datang membawa nampan berisi tiga mangkuk bubur ayam dan tiga gelas teh hangat.
“Gue kira cuma Jamal sama Irwan doang. Sorry, deh. Enggak gue pesenin,” ucap Tito.
Mereka biasa memesankan makanan untuk yang lain jika makan bersama. Bergantian. Hanya saja tadi, Tito mengira Rudi pergi dengan seorang mahasiswi untuk makan bersama. Alit akhir-akhir ini selalu datang saat jam perkuliahan hampir dimulai. Sementara Arfan, diketahui sedang pergi berkencan. Jadi, Tito hanya memesan tiga.
“Gue kenyang.” Rudi berucap sambil membuka aplikasi gim di ponselnya. Sementara Jamal dan Irwan mengambil mangkuk mereka.
Alit menyambar gelas teh manis hangat dan meneguknya. Ia sudah makan nasi goreng buatan Dika saat di rumah tadi. Cukup hingga nanti waktu makan siang. Tidak ada yang protes pada Alit karena mengambil minuman mereka. Mereka sudah terbiasa berbagi makanan atau minuman. Hanya saja, jika harus berbagi satu mangkuk bubur ayam bersama, tentu akan kurang.
Alit baru saja meletakkan gelas yang isinya tinggal setengah itu, saat tiba-tiba ponselnya berdering. Ia tersenyum melihat nama Arfan di layar ponselnya.
“Hallo.”
“Alit, tolong jemput gue!”
Kening Alit berkerut. Senyumnya tadi menghilang. Dalam pikirannya, Arfan sedang mengantar seorang gadis, kenapa meminta jemput padanya?
“Di mana?”
“Bengkel yang di Jalan Gemilang.”
“Ok.” Alit mematikan sambungan telepon. Ia beranjak dari duduknya.
“Titip, ya.” Alit menunjuk ransel dan semua bungkusan dari para gadis untuk sahabatnya. Itu bukan pertanyaan, tetapi pernyataan pada temannya.
“Mau ke mana?” tanya Irwan yang masih sibuk memakan bubur.
“Jemput Si Curut.”
“Lah, dia lagi nganter Nadia.”
Alit mengedikkan bahu. Kemudian berlalu. Oh, itu yang namanya Nadia.
Bersambung...
____________________
Naskah lain di Olimpus Match Battle
1. Viloise--@Chimmyolala
2. The Lucky Hunter--@Dhsers
3. Tersesat di Dunia Sihir--@Halorynsryn
4. Aku Bisa--@okaarokah6
5. Kurir On The Case --@AmiyaMiya01
6. Is It Our Fate?--@ovianra
7. Crush--@dhalsand
8. Keping Harapan--@UmaIkhFfa
9. Cinta Alam Untuk Disa--@DenMa025
10. Memutar Waktu--@dewinofitarifai
KAMU SEDANG MEMBACA
CRUSH : Be There for You
Teen FictionSudah lama Alit menyadari perasaan yang lebih dari teman pada sahabatnya itu. Bahkan gadis tomboi itu sempat berniat untuk mengungkapkan isi hati, tetapi ia urungkan. Alit takut jika pernyataan cintanya akan membuat kecanggungan antara mereka. Lebi...