Sedetik Itu Banyak

17 0 0
                                    

Suasana malam begitu tenang, bahkan nyanyian jangkrik tak terdengar. Angin pun berhembus seadanya. Terlepas dari semua ketenangan itu, ada dua anak kecil tengah berlarian di atas aspal dengan bertelanjang kaki. Tak menghiraukan apakah ada duri kecil disana? Apakah ada kerikil tajam? dan apakah ada pecahan beling yang siap sedia bisa merobeknya? Ya, tentu saja mereka tidak peduli.
Mereka terus berlari, berlari dengan kencang hingga kemudian berhenti di depan rumah yang begitu terang. Nafas kedua anak itu masih tersengal-sengal. Terdengar tawa riuh dari dalam sana. Dua anak itu memberanikan diri mengetuk pintu. Hingga itu terbuka, menampakkan banyak pasang mata yang menatap penuh tanya. Ada apa sebenarnya?

***

Cahaya jingga begitu menyilaukan, menembus celah-celah jendela menuju iris mata. Di ruangan kecil berdebu ini, seorang gadis sengaja memutar musik instrumental sambil memejamkan kedua mata. Suasana seperti sekarang ini memang rentan bagi seseorang untuk memutar kembali memori lamanya.
Tiba-tiba saja dengan tajam gadis itu terbayang, seorang anak kecil berkuncir kuda dan mengenakan jaket berwarna merah muda tengah berusaha mengeratkan kedua tangannya pada perut buncit seorang pria paruh baya. Dalam pikiran gadis kecil itu hanya dipenuhi oleh ketakutan jika ia tidak berpegangan pasti akan terjatuh, padahal sepedamotor mereka hanya melaju dengan kecepatan 20 km/jam saja. Namun tetap saja, gadis kecil itu berusaha untutk mempertemukan kedua ujung tangannya yang  sama sekali tak bisa bertemu.

“Pegangan ya nak! Nanti jatuh!” Titah sang ayah.

“Iya, Yah.” Sahut gadis kecil.

“Kalau ngantuk juga bilang!”

“Iya, Ayaaah.” Sahut gadis kecil itu lagi.
Tiba-tiba saja air langit mulai jatuh, karenanya sedikit demi sedikit debu jalanan mulai tersapu.

“Yah, hujan!” Ucap gadis kecil itu.

“Mau berhenti dulu apa mau diterusin aja?” Tanya sang Ayah dengan suara yang cukup lantang karena hujan yang semakin deras.

“Terus aja, Yah.” Ucap gadis kecil sambil tersenyum senang. Dalam pikirannya penuh ucapan syukur. Akhirnya bisa hujan-hujanan.

“Ya udah, pegangan yang kuat. Kita mau ngebut!” Ucap lelaki paruh baya itu sambil menarik gas, padahal bisa dikatakan kecepatannya masih terbilang lambat.

Cukup lama, hingga motor mulai berbelok ke kiri. Berhenti tepat di depan rumah kayu yang sudah reot ke sisi kanan. Halamannya cukup luas dengan tenda atap seng yang dipenuhi dengan sangkar burung peliharaan si empunya rumah.

“Sudah sampaaaii! Turun!” Seru sang Ayah sembari menurunkan standar motor.

“Ibuuu!” Teriak gadis kecil itu.

“Lohh hujan-hujanan.” Seorang wanita bertubuh mungil keluar dari sana menyambut kepulangan mereka.

Anak kecil itu lebih dulu berlari memasuki rumah. Gadis kecil itu bernama Aya, Sedangkan wanita yang baru saja keluar adalah Arna-Ibunya. Ia menghampiri lelaki itu, lebih tepatnya sang Ayah -Tohir. Arna membantu menuntun Tohir turun dari motor. Bagaimana tidak dituntun, lihat saja! Tohir kini tengah tergopoh-gopoh berjalan dengan pincang. Tohir beruntung, istrinya yang berusia delapan tahun lebih muda darinya tak pernah mengeluh merawatnya.
Dengan segala kekurangan Tohir, Arna juga tak banyak menuntut. Katanya tak masalah hidup di gubuk tua reot yang sewaktu-waktu bisa saja roboh dan kalau hujan deras pun terasa seperti dibawah bambu. Arna sama sekali tak mempermasalahkan itu, yang terpenting baginya adalah bisa menghabiskan sisa usia bersama Tohir dan kelima putrinya. Itu lebih dari cukup menurutnya.

***
Adzan subuh mulai berkumandang dengan merdu, beberapa manusia mungkin masih tertidur lelap, ada juga yang sudah bersiap diatas sajadahnya. Termasuk Tohir, si lelaki pincang itu kini tengah khidmat mendengarkan lantunan panggilan sholat dengan jemari yang lincah memegang tasbih. Hingga selesainya iqomah, Ia tetap duduk bersila di atas sajadah, ya tentu saja untuk melaksanakan sholat.
Terlalu sulit baginya untuk sholat dengan keadaan fisiknya sekarang. Tohir pernah mengalami patah tulang di kaki bagian kiri karena terjatuh saat berkendara motor. Karena itulah ia sulit berjalan hingga hari ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 07, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ragam KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang