CHAPTER 31

7.2K 514 25
                                    

Pusing banget di rumah! Semua anakku sudah mati, tapi sepertinya aku masih kekurangan uang. Apa Zaki aku tumbalkan saja? Atau Adrian saja yang aku tumbalkan?" Aku bergumam dalam hati dengan berlenggak-lenggok berjalan menyusuri jalan untuk ke rumah Bu Puji.

Tak lama kakiku sudah berdiri di depan gerbang rumah Bu Puji.

"Pak, Bu Puji ada?"

Satpam yang tengah berdiri menatapku dengan tatapan lain.

"Bu Sania? Kok, cantik banget?"

Aku baru sadar, setelah aku menumbalkan semua anakku, aku lebih sering menghamburkan uang dan mempercantik diri.

"Bapak bisa aja," ucapku.

"Ada, kok. Bu puji di dalam. Masuk saja, Bu," ungkapnya.

***

Aku langsung duduk di sebuah kursi tepat di teras rumahnya. Tak menunggu waktu lama Bu puji keluar lalu menjumpaiku.

"Hei, sudah lama, ya?" sapanya.

"Belum, kok, Bu," jawabku sedikit tersenyum tipis.
"Ya sudah, ayo kita jalan sekarang."

Aku mulai bangkit dari tempat dudukku. Namun, mataku terfokuskan pada satu anak lelakinya yang tengah mengintip dari celah jendela.

"Bu, itu anaknya kenapa?" tanyaku spontan.
"Ah, sudahlah, dia memang seperti itu. Ingin tahu urusan orang lain," jawabnya santai.

Lalu, aku mengabaikannya walaupun ada perasaan aneh saat menatap anak lelaki itu.

Kemudian, kami masuk kedalam mobil berwarna putih yang memang sudah terparkir di area halaman rumah Bu Puji.

"Mbak, ntar kita ke mana, nih? Mau shopping apa makan gitu?" tanyanya sembari menyetir mobilnya.

"Terserah Bu Puji aja," jawabku.

"Mending kita shopping, deh. Kan, mbak juga habis dapet uang dari hasil itu." Matanya tampak melirik ke arahku.

"Ini juga berkat Bu Puji, akhirnya aku bisa jadi orang kayak, Bu," balasku.

"Gimana? Enak, kan, punya uang banyak? Bisa shopping, bisa makan enak," sahutnya.

"Enak, sih, Bu. Cuma, anakku sekarang tersisa dua, Bu," jawabku lirih, sedikit ada rasa penyesalan.

"Kenapa, Mbak? Kok, kayak kurang seneng gitu?" Bu Puji sepertinya tampak ingin tahu.

"Nggak apa-apa, kok, Bu. Cuma sekarang rumah menjadi sepi nanti juga Mas Bahar balik lagi merantau," ungkapku.

"Yang penting cuan udah tercukupi. Iya, kan?" Matanya sedikit melotot ke arahku.

"Iya, iya, Bu. Tapi,naku masih kurang, nih."

"Kurang? Kamu bisa menumbalkan anakmu lagi, Mbak. Nanti dapat berkali-kali lipat, lho."

"Masa, sih, Bu?" Hatiku mulai bergejolak. Sudah sangat candu dengan hal ini.

"Belum dicoba, ya belum tahu," jawabnya.

Hatiku mulai bergejolak antara iya dan tidak, tapi jika anakku habis, aku akan hidup seperti apa?
"Sisakan Adrian saja, aku lihat Adrian sayang sama kamu," timpalnya lagi.

FAMILY IN DANGER ( LENGKAP )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang