[04, Usaha Menutupi luka]
"Bohong jika aku tidak sakit. Aku menderita. Terlebih lagi Ayah mengekang ku, aku merasa jiwa ku tak lagi utuh seperti dulu." -Rigel Bintang Cakrawala
"Bohong juga jika aku tak merindukan senyum nya. Senyum yang membuatku semakin bersemangat menjalani hari-hari, sekarang sudah tidak ada. Sudah lah, tak baik berlarut-larut dalam kesedihan. Mari sembuh sama sama adikku." -Ziregal Mahesa Pratama
***
Langit malam di Jogjakarta saat itu sedang bercahaya. Sinarnya rembulan dan bintang bintang menemani Rigel di meja belajarnya miliknya. Netranya tak sedikitpun berpaling dari cantiknya rembulan malam itu.
Dia seorang diri menikmati dinginnya angin sepoi-sepoi yang masuk begitu jendelanya dibuka lebar-lebar, menunggu sang kakak datang membawakan makanan yang dijanjikannya sebelum keluar untuk menjemput ponsel Rigel yang di servis.
"Rigel kangen banget sama bunda. Bunda baik baik disana ya. Rigel sayang banget sama bunda.."
Gumaman itu didengar oleh sang ayah yang masuk tanpa permisi membuka pintu dengan perlahan.
"Rigel.."
Sang empu sontak menoleh ketika mendengar suara berat Ayah nya, menatap wajah nya dengan nanar. Bintoro duduk di kasur anaknya.
"Gimana sekolah kamu? Nilai kamu gimana? Ayah lihat lihat kamu dan Regal gak masuk seminggu ini, kamu gak ngirim surat izin?"
Rigel menghela nafas, dia tak memperkirakan bahwa ayahnya akan bertanya seperti itu karena ini masih hari duka. Rigel kembali menatap langit sambil menggeleng seadanya untuk menjawab pertanyaan Bintoro. Sejujurnya jika Bintoro sudah membahas tentang sekolah, Rigel akan sangat malas mendengarkannya.
Sedikit lama berdiam diri, Bintoro singgah dari tempat tidur anaknya dan berjalan keluar kamar kedua anaknya itu sambil berpesan.
"Besok kalian berdua harus sekolah, kamu sudah alpha seminggu, ayah gak mau tau. Pakai mobil ayah, ayah gak bisa nganterin kalian." Setelahnya, Bintoro menutup pintu kamar dengan sedikit keras.
"Rigel takut, takut gak bisa mencapai apa yang dimaui ayah. Rigel gak mampu." Setetes air mata nya jatuh membasahi lengan kanannya yang terbungkus perban putih.
Semenit kemudian, Mahesa datang dengan motornya. Rigel segera menghapus air matanya sebelum kakaknya sampai ke kamar, jika tidak pasti Mahesa akan menanyakan apa yang membuatnya menangis sambil memaksa.
"Rigel, ni hp lo udah selesai, trus ini abang beliin nasi goreng langganan sama terang bulan."
Mahesa menaruhnya diatas nakas dan membuka jaketnya lalu berjalan keluar untuk mengantar makanan titipan ayahnya, mengambil piring dan air didalam botol lalu kembali ke kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Kita
Fanfiction[Local au Enhypen] on going "Kita harus tetap bertujuh, jangan ada yang pergi, janji?" "Janji!!" sahut mereka dengan kompak. "Pokoknya apapun yang terjadi, gak ada yg bisa mecahin kita. Kita pelangi, kalo salah satu warna redup, warna yang lain haru...