[06, Hidup semestinya]
"Setidaknya aku masih memiliki orang yang sayang padaku walaupun setelah ini tak ada lagi kasih sayang Bunda. Bunda, aku berjanji aku akan menjaga persaudaraan kita sampai maut memisahkan."
"Haha, walau kakakku sangat menyebalkan."
***
Mahesa mengobati luka sang adik, tidak terlalu parah memang, tapi kalau tidak segera ditangani mungkin akan semakin bermasalah. Apalagi Rigel orangnya tidak bisa diam. Bukan kakak namanya kalau tidak bertindak sambil mengomel seperti emak emak, Rigel sampai lelah mendengar celotehan Maheessa.
"Lo itu belum sembuh, banyak tingkah nambah luka lagi. Mana tadi main hujan-hujanan, bolos pula!" Omel Mahesa.
"Ya, terus?"
"Yi tiris? Anying Lo! Pake nanya lagi. Nyusahin banyak orang tau gak lo! Delapan orang rela relain gak pulang demi nyari lo yang bolos! Mana gak bilang bilang lagi, khawatir gue sama lo!" Mahesa kembali meninggikan suaranya karena emosi.
"Ya kalo gue bilang, gue gak dapet izin lo nanti bambang! Lagipula mana ada orang bolos bilang bilang." Ucapan Rigel membuat pikiran Mahesa terdiam sejenak. Iya juga ya, batinnya.
Satu pertanyaan terlintas dikepala Mahesa, bagaimana adiknya bisa mendapatkan luka baru seperti ini? Terlebih lagi seperti bekas pukulan.
"Trus? ni kenapa bisa dapet luka lagi. Berantem sama siapa lo?" Tanya Mahesa sambil memplester bawah matanya yang tergores.
"Bukan urusan lo."
Memang benar bukan urusan Mahesa, tapi dia harus tau setidaknya tentang apa yang habis dia lakukan di atap sebelum bertemu dengan Jihan. Mahesa memilih bungkam untuk membahas itu dan beralih topik.
Pikir Mahesa, setidaknya Rigel bisa menenangkan pikiran dulu sebelum dia cerita padanya. Mahesa tahu persis, mimik Rigel seperti menyembunyikan sesuatu.
Keheningan menyelimuti keduanya sejenak. Mahesa sibuk mengolesi obat pada ujung bibir Rigel dan Rigel hanya terdiam entah memikirkan apa. Tak ingin keheningan ini berkelanjutan, Mahesa mengeluarkan suara.
"Khem-khem.. btw tadi meluk meluk gitu ke Jihan maksudnya apa ya?" Terlihat jelas rona wajah Rigel langsung memerah mendengar pertanyaan Mahesa yang satu itu. Rigel menahan malu.
"Idih idih, napa tuh muka merah banget kayak tomat! HAHAHHA!" Mahesa tertawa kencang.
"Halah diem lo! Tadi itu gue cuma refleks meluk doang!" Elak Rigel sambil marah marah. Rigel tak terima kakaknya mengatakan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Kita
Fanfiction[Local au Enhypen] on going "Kita harus tetap bertujuh, jangan ada yang pergi, janji?" "Janji!!" sahut mereka dengan kompak. "Pokoknya apapun yang terjadi, gak ada yg bisa mecahin kita. Kita pelangi, kalo salah satu warna redup, warna yang lain haru...