Part 1 - Awal Mula

11.2K 408 0
                                    

"Bu guru, bu guru cantik ..."

"Dapat salam dari Azka. Dia galau tuh, chat-nya gak dibales sama Ibu."

"Iya, Bu. Chat saya juga gak dibales kenapa? Saya jadi sedih nih. Hp Ibu masih rusak ya?"

"Bu Dinaaar ..."

Setelah suara melengking yang minta diperhatikan itu terdengar, Dinar menoleh. Guru perempuan dengan baju batik dan keurudung wayang yang senada itu berkacak pinggang.

"Heh, mentang-mentang udah mau lulus makin berani godain Ibu, ya? Mau Ibu tahan ijazah kalian, hm?" ancamnya seraya mendekat. Namun, bukannya takut, para murid menengah atas itu justru cengengesan.

Salah satunya, Juna yang sekarang menempelkan kedua tangannya.

"Ampun, Bu ... tapi, kalau mau nahan, jangan ijazah saya dong."

"Terus?"

"Hati saya aja, Bu, saya ikhlas. Apalagi kalau Ibu mau nahan hati saya supaya Ibu terus ingat sama saya meskipun udah lulus, beuh ... Rela banget."

"Eaaa ... suit ... suit ..."

"Tapi, Jun. Kalau hati kamu dikasih ke Bu Guru, kamu nanti mati dong."

"Hahaha ..."

Seketika gombalan Juna gagal karena temannya yang lola. Mau tidak mau, Dinar jadi ikut tertawa sambil geleng-geleng kepala.

"Hei, kalian semua ini bisanya cuma godain Bu Dinar mulu. Gini gimana mau lolos ke perguruan tinggi? Mimpi! Balik ke kelas sana. Bentar lagi alumni bakal ngasih motivasi ke kelas-kelas, jadi yang anteng. Jangan petakilan, jangan tanya yang aneh-aneh."

"Aneh-aneh apa sih, Pak Han? Bilang aja Bapak mau berduaan sama Bu Dinar, kan? Makanya ngusir kami?"

"Iya, nih. Bapak itu kalau emang suka Bu Dinar, lamar dong biar kita bisa kondangan sebelum pada mencar kuliah. Bener gak? Bu Dinar juga udah nunggu-nunggu, kan?"

"Kalau Bapak gak punya konsep lamaran yang uwow, serahin ke kita aja, dijamin oke sampai pas Bapak bilang 'will you marry me?' Bu Dinar bakal jawab 'yes, I do'."

Juna berlutut sembari memegang tangan temannya seolah memperagakan dirinya yang sedang melakukan lamaran.

Hanan yang menjadi objek dari keisengan anak muridnya langsung menyenggol betis teman Juna sampai dia sama berlututnya seperti anak itu.

"Udahan main-mainnya. Itu Kepsek udah keluar kantor guru sama alumni. Kalian mau dimarahin?"

"Duh, Pak Han gak asyik ah. Apa-apa Kepsek!"

"Iya, nih. Mana sakit banget ini kakiku."

"Udah, Jun. Kalau Pak Han gak mau gerak cepat, kamu duluan aja yang lamar Bu Dinar, iya gak?"

"Wah, ide bagus tuh. Jadi, kapan baiknya ya?"

Juna seakan berpikir. Hanan yang sudah tidak tahan menggerakkan tangannya sampai berbunyi kretek-kretek.

"Kayaknya kalian perlu dibekali pelatihan bela diri lagi ya sebelum lulus biar gak sembarang omong lagi?"

Seketika anak-anak itu memundurkan langkahnya. Mereka masih waras untuk tidak menantang Guru Fiqih mereka yang sekaligus pelatih bela diri itu.

"Haha, kami udah cukup sama ujian praktek terakhir, Pak. Kami permisi ke kelas dulu ya. Assalamualaikum."

Mereka kemudian kabur.

Hanan lalu menghela napas dan melihat Dinar yang sejak tadi menyaksikan dalam diam.

"Jadi, gimana, Din?"

Dinar : Telaga Kedua (Proses Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang