Usai dari ziarah beberapa waktu lalu, Dinar merasa mendapatkan pencerahan. Meskipun dia masih dilanda keraguan, dia memutuskan untuk tidak terlibat dengan Fatih dan membuka hati untuk Hanan. Bagi Dinar, pantang untuknya kembali pada Fatih walaupun perasaannya masih tersisa. Dulu saja, dia sendiri yang melepaskankan Fatih agar dia bisa bersama Rahma. Jadi, bagaimana bisa kini dia sengaja ada di antara mereka berdua? Bukankah pengorbanannya selama ini hanya akan sia-sia jika itu terjadi?
Dinar tidak ingin. Membayangkannya saja dia tidak mau apalagi sampai melakukannya. Karena itu, untuk menunjukkan bahwa dirinya membuka kesempatan untuk Hanan, Dinar pun menghubungi Hanan lebih dulu.
Dia bertanya kapan tepatnya Hanan akan mengajaknya bertemu dengan orang tuanya. Akan tetapi, setelah sehari berlalu, dia tidak juga mendapat balasan. Dinar jadi merasa pesimis.
"Dek Dinar?"
Panggilan itu menyadarkan lamunan Dinar. Perempuan itu menoleh pada Ahmad, pamannya. Ahmad adalah kakak dari ayahnya yang merekomendasikan dirinya untuk menjadi pengajar di Madrasah Aliyahnya dulu.
"Ah, ya ... Paman. Pak Ghofur udah bisa ditemui?"
"Ya, ayo masuk. Paman udah manggil kamu dari tadi, eh malah melamun. Mikirin apa sih?" Ahmad menegur.
Dinar berdiri dan berjalan ke ruang kepala sekolah.
"Bukan apa-apa, Paman. Cuma bayangin gimana nanti karena udah lama gak ketemu sama Pak Ghofur."
Ahmad tersenyum tipis.
"Ck, segala pake deg-degan. Dulu juga kamu sama temen-temenmu sering malak Pak Ghofur buat minta permen."
Ahmad meledek.
Dinar hanya meringis.
"Itu kan dulu, Paman. Sekarang, udah beda. Dinar udah tua."
"Lebih tua mana sama Pak Ghofur?" bisik Ahmad. Dinar hanya menahan tawanya karena mereka sudah berada di ambang pintu.
"Assalamualaikum, Pak."
Dinar beruluk salam.
Kepala sekolah yang sudah putih semua rambutnya itu berdiri dengan senyuman dan menyambutnya dengan senang.
"Waalaikum salam warahmatullah, Nduk Dinar! Lama gak ketemu. Akhirnya Bapak bisa lihat kamu lagi. Wah, udah jadi guru juga ya sekarang, sama kayak Bapak. Duduk-duduk."
Dinar hanya mengangguk dan tersenyum. Dia benar-benar beruntung karena kepala sekolah Aliyahnya belum berganti. Jadi, dia tidak terlalu canggung. Pembicaraan tentang pekerjaannya yang baru juga lancar.
"Buat sementara, kamu jadi guru honorer dulu ya. Tahun depan, setelah genap setahun, kamu bisa jadi guru tetap. Sekalian daftar CPNS atau PPPK aja biar bisa dapet tunjangan. Kamu tahu kan nasib guru di negara kita itu kalau gak PNS ya ngenes."
Arahan dari Ghofur membuat Dinar mengangguk.
"Terima kasih buat arahannya, Pak. Terima kasih juga saya sudah diterima. Saya akan berusaha yang terbaik."
"Ya, Bapak yakin kamu bisa jadi guru yang baik. Semoga betah ya. Anak-anak zaman sekarang gak kayak zamanmu dulu. Makin bandel."
Dinar mengangguk lagi.
"Nggeh, Pak. Mohon bantuannya."
Setelah itu Ghofur membolehkan Dinar untuk pulang. Namun, sebelumnya dia sudah pergi ke mejanya sebentar untuk mengambil rencana pembalajaran dan jadwal mengajarnya. Dia akan mulai masuk kelas lusa.
Saat Dinar akan kembali ke rumahnya, ponsel di sakunya bergetar. Dinar mengecek pesan yang masuk lebih dulu sebelum menyalakan motor. Ternyata itu dari Hanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinar : Telaga Kedua (Proses Terbit)
Espiritual- Update setiap hari - Mereka dipisahkan paksa karena perbedaan status. Kini Dinar justru mendapat lamaran dari pria yang sama, namun untuk menjadi istri kedua. *** Lima tahun telah berlalu sejak Dinar meninggalkan Fatih. Dia pergi agar Fatih mau...