Mengikat yang dicinta demi kebahagiaan sendiri adalah keegoisan. Itu alasan Dinar melepaskan Fatih bertahun silam.
"Aku pamit, Gus. Besok aku pindah ngajar ke luar kota. Jadi, menikahlah dengan perempuan lain. Karena aku gak akan bisa kamu tunggu."
"Kenapa gak bisa, Din? Kamu gak berniat balas dendam sama aku yang gantungin kamu selama ini, kan? Kalau iya, aku minta maaf. Aku bener-bener minta maaf ... aku juga bakal terima hukuman kamu ini dengan lapang, okay. Tapi, jangan bilang sesuatu yang mengerikan kayak aku harus nikah sama orang lain. Itu mustahil. Lagian konyol, kamu tiba-tiba mau pindah padahal gak pernah nyinggung ini sebelumnya. Jujur aja kamu ada masalah, kan? Kenapa? Coba cerita, jangan dipendem sendiri. Kamu tahu aku gak akan ngerti kalau kamu gak bicara, kan? Dinar ..."
Fatih memanggilnya lembut di akhir kalimat. Dia melihat Dinar sendu dan penuh keteduhan. Namun, Dinar mati-matian menahan agar tidak tergoyahkan dan tetap mempertahankan ekspresi datar.
"Ini bukan masalah aku gak pernah nyinggung, Gus. Tapi, sejak kapan kamu peduli? Hubungan kita gak bernama. Saat aku minta kepastian sekali, kamu gak bisa. Aku maklum dan berpikir posisimu masih sulit untuk menikah. Tapi, selama ini, harus aku yang ngambil langkah. Aku lelah, Gus. Aku lelah karena ngerasa mencintai sendirian. Jadi, mari akhiri hubungan ini dengan pasti."
Dinar mengatakan itu tanpa melihat Fatih. Sungguh, dia tak mau menggunakan alasan ini untuk berpisah karena terlalu kejam. Akan tetapi, jika tidak begini ... Bagaimana Fatih akan melepasnya?
Sementara itu Fatih terdiam. Apa yang dikatakan Dinar benar sampai hatinya terasa ditusuk dengan dalam.
"Jadi, ternyata aku sendiri yang bikin kamu mau pisah ya?"
Fatih membalas dengan suara lebih rendah dan melihat ke bawah. Bibirnya yang terlengkung ke atas, terlihat meratapi perasaannya yang tandas. Dia benar-benar miris dengan dirinya sendiri saat ini.
"Tapi, kalau memang masih ada cinta kenapa harus pisah, Dinar? Gak ada kah solusi lain? Aku menyesal, dan aku bakal terbuka sekarang. Kesibukanku 2 tahun terakhir karena aku lagi nyiapin rumah buat kita. Kamu pernah bilang, kalau udah nikah pengen punya rumah sendiri, kan? Jadi, rencananya pas itu selesai, aku bakal ngelamar kamu sebelum tahun Hijriyah ganti. Kalau kayak gini, apa kamu mau memaafkanku? Apa kamu mau kasih aku kesempatan lagi?"
Pertanyaan Fatih berjeda. Dia lalu mengangkat kepala dan melihat lagi perempuan yang cintainya.
"Aku mohon ... gak sekalipun terbayang dalam pikiranku kalau aku bakal nikah kecuali sama kamu, Dinar," lanjutnya.
Hati Dinar bergetar, dia ingin sekali menangis sekarang, tetapi dia tahan. Dia hanya menurunkan tangannya dari meja lalu memalingkan mukanya.
"Aku gak lagi menginginkan hal kayak gitu, Gus. Cukup sampai di sini aja. Jadi, tempati rumah itu sama perempuan lain yang bakal kamu nikahin nanti."
Mendengar hal itu, Fatih menggertakkan giginya.
"Perempuan lain, menikah sama perempuan lain lagi, sebenarnya apa yang kamu pikirkan sih, Din? Kamu gak pernah kayak gini sebelumnya sekalipun aku deket sama perempuan. Tapi, sekarang kenapa? Kenapa kamu bicara kayak gini seolah yakin aku bakal nikah sama perempuan lain? Kenapa? Apa kamu mau lihat aku beneran nikah sama perempuan lain? Apa kamu bisa?" sentak Fatih setelah kehilangan kesabarannya.
Dinar hanya mengedip lalu tersenyum tipis dan menatapnya datar.
"Kenapa kamu ngerasa aku gak, bisa, Gus? Jika wanita itu lebih baik, gak ada alasan buat aku gak bahagia untukmu, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinar : Telaga Kedua (Proses Terbit)
Spiritual- Update setiap hari - Mereka dipisahkan paksa karena perbedaan status. Kini Dinar justru mendapat lamaran dari pria yang sama, namun untuk menjadi istri kedua. *** Lima tahun telah berlalu sejak Dinar meninggalkan Fatih. Dia pergi agar Fatih mau...