TLL. Sad Day

2 0 0
                                    

       Pagi ini Raisa kembali ke tempat kerjanya seperti hari hari sebelumnya. Namun dari sorot matanya gadis itu terlihat tengah tidak baik baik saja. Lingkaran hitam yang mengelilingi kelopak mata dengan wajah kusut. Serta dari gerak gerik tubuhnya,dia jauh berbeda dari seorang Raisa yang ceria dan penuh semangat. Kenapa? Satu kata itu mengundang tanya rekan rekan kerjanya. Termasuk sahabatnya,Ana.

Raisa sendiri mengatakan bahwa dirinya baik baik saja tapi Ana tidak percaya begitu saja.

"Kenapa gwe bilang?"tanya Ana lebih tegas.

Gadis itu menggeleng sambil tersenyum,namun palsu.

"Putus sama Aldo?"

Tiba tiba air mata Raisa menetes. Entah padahal Raisa sudah berusaha keras untuk tidak menangis tapi tetap saja usaha nya sia sia.

Ana langsung mengerti bagaimana perasaan yang tengah menimpa sahabatnya. Memang tidak mudah melewati masa masa sulit seperti ini. Raisa menceritakan segala keluh kesahnya pada sang sahabat. Walaupun belum benar benar putus namun dikecewakan adalah sesuatu yang tak pernah diinginkan oleh siapapun.

Ana hanya menasehati Raisa sebisanya. Bagiamanapun Ana lebih berpengalaman soal cinta ketimbang Raisa. "Udah nggak usah Lo buang air mata cuma buat orang orang kaya gitu. Toh cowo nggak cuma satu di dunia sa. Pasti ada kok yang lebih baik dari si Aldo itu. Lo percaya sama gwe. Kalau pun Lo harus putus sama Aldo mungkin itu lebih baik dari pada Lo terus disakitin kaya gini"

Raisa menggeleng. Ia tidak ingin putus dengan laki laki yang sudah dicintainya hampir tiga tahun ini. Tapi ia juga tidak mau terus terusan dikecewakan seperti saat ini. Semoga ada jalan keluar terbaik perihal permasalahannya dengan sang kekasih. Itu doa Raisa jauh dalam lubuk hatinya yang terdalam.

***

Gadis itu berjalan seorang diri. Memang hari ini tidak ada jadwal kuliah tapi Raisa tidak ingin cepat cepat pulang. Pulang hanya akan membuat pikirannya teringat perihal masalahnya dengan Aldo. Dan itu tidak membuat hatinya kembali membaik seperti sebelumnya.

Raisa masuk ke sebuah mini market. Membeli mie cup sepeti kebiasaannya. Lalu membawanya ke sebuah meja dekat jendela. Disana ia bisa makan sambil melihat jalanan yang ramai oleh kendaraan berlalu lalang. Terdengar riuh oleh klakson yang saling bersahutan tapi ketika melirik hati Raisa, sungguh teramat sepi dan sunyi. Entah dimana keceriaannya saat ini berada? Raisa hanya ingin berada di tempat ramai tanpa memperdulikan kondisi hatinya.

Tiba tiba...

"Lagi liatin apa?"tanya seorang pemuda yang kini sudah duduk saja disamping Raisa. Dia adalah sosok pemuda yang Raisa kenal tanpa sengaja di minimarket yang sama seperti saat ini mereka berada.

"Mas Fernan. Nggak lagi liatin apa apa. Aku cuma lagi makan mi nih"sahut Raisa.

"Sama donk. Aku juga nih"Fernan menunjuk mie cup yang tengah berada di hadapannya.

Raisa hanya nyengir. Kemudian fokus untuk makan mie lagi sembari sesekali melihat ke arah depan, tepat nya ke jalanan.

Fernan memperhatikan gadis disampingnya. Seperti ada yang berbeda tapi apa. "Sa. Kamu lagi kenapa?" Tanya pemuda itu kemudian.

"Nggak papa"

"Nggak papa tapi keliatan banget lagi kenapa kenapa? Ada masalah?"

Sejenak Raisa terdiam. Jawabannya memang terlalu palsu untuk menutupi kenyataan lewat mimik wajahnya.

"Mas Fernan pernah ada masalah sama cewe mas?"bukannya menjawab Raisa malah balik bertanya.

"Pernah"

"Apa? Besar atau kecil?"

"Lebih dari apa yang bisa kamu bayangkan"

"Maksudnya?"

"Hubungan mas sama cewenya mas nggak direstuin sama keluarga si cewe. Padahal udah hampir dua tahun kami ngejalani hubungan itu. Berbagai penolakan mas terima dari orang tua cewe. Mas nggak nyerah gitu aja. Mas terus perjuangin cinta mas ke cewe itu. Hingga akhirnya bunda bilang 'udah nggak usah sama si Yani lagi. Keluarga Yani aja nggak suka sama kamu. Mau kamu berjuang seperti apapun. Mau cinta kalian sebesar apapun. Jika orang tua nggak ridho. Ya udah cukup sampe disitu batasan buat kalian'. Semenjak itu hubungan mas sama cewenya mas jadi merenggang. Apalagi dia juga pergi kuliah ke luar negri. Dan kita udah nggak bisa ketemuan lagi kaya dulu. Walaupun komunikasi masih jalan tapi yakinlah hubungan tanpa pertemuan akan terasa hambar"jelas Fernan panjang lebar.

Raisa mengangguk. Ia juga setuju dengan kalimat terakhir yang pemuda itu ucapkan. "kalau boleh tahu,kok bisa orang tua kak Yaninya itu nggak ngrestuin hubungan kalian. Kenapa?"

"Masalahnya sepele. Dendam keluarga.  Dulu nenek moyangku dan nenek moyangnya terlibat perebutan tanah hak waris. Mereka bertengkar hingga membuat salah satu dari nenek moyangnya meninggal. Mereka mengira bahwa nenek moyangku lah dalang dibalik kejadian tersebut. Padahal peristiwa itu adalah murni kecelakaan alam. Dan takdirlah yang berkehendak. Namun mereka tetep kekeuh menuduh nenek moyangku. Hingga sampai saat ini hubungan antara kedua belah pihak masih belum membaik. Mereka masih mempunyai dendam besar terhadap keluargaku. Mereka tak akan menerima langkah kaki keluarga ku menapak di atas tanah miliknya "

Raisa tercengang sendiri mendengar penuturan mas Fernan. Ternyata masalah yang dihadapinya tidak sebanding dengan masalah pemuda itu yang jauh lebih besar. Bahkan masalahnya masih bisa diatasi. Tinggal bagaimana mencari tempat dan waktu yang tepat. Serta membatasi rasa keegoisan dalam dirinya.



Pertanyaannya,apa mungkin Raisa bisa menampis kobaran api amarahnya? Bersikap lebih sabar dan tidak mau menang sendiri. Walaupun pada kenyataannya Raisa adalah gadis manja yang cengeng. Ketika terjadi masalahpun ia akan menangis dan berdiam diri di kamar. Ia tidak sadar kalau dirinya juga salah karena terlalu memikirkan diri sendiri.

Tbc

The Last LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang