TLL. Orang Asing (1)

6 0 0
                                    

  Hujan deras mengguyur kota Purwokerto pada siang hari. Semua orang dibuat basah kuyup karena kedatangan nya yang tiba tiba. Tidak ada mendung tidak ada petir, mereka tak mengira akan datang hujan sederas ini.

Sama seperti nasib seorang pemuda yang tengah mengisi waktu luangnya dengan jalan jalan menggunakan sepeda motor. Awalnya ia mengira siang ini akan terang benderang,tidak tahunya malah hujan. Mana ia lupa bawa jas hujan. Akhirnya ia memutuskan untuk berteduh disebuah restoran. Restoran yang cukup membuatnya ketagihan untuk datang berkali kali. Selain menu makanannya yang lain dari biasanya,ada seorang wanita yang juga mencuri perhatian nya.

Pemuda itu masuk dan mengambil tempat duduk di sebelah jendela kaca. Tak lama kemudian seorang waiters menghampiri nya. Berbasa basi layaknya para waiters dan disitulah sang pemuda mulai menggoda sang waiters yang menjadi daya tariknya datang ke restoran tersebut.

"Ada menu makan siang sekalian ditemenin sama waitersnya nggak mba"ucap pemuda dengan nama Mario Ali Fernandes atau kerap disapa Fernan.

"Mas nya ada ada aja deh. Ya nggak ada lah mas. Waitersnya kan juga punya pekerjaan sendiri"tukas Raisa salah tingkah. Entah kenapa setiap kali bertemu dengan pemuda yang satu ini gelagatnya jadi serba salah.

"Memuaskan pelanggan juga suatu pekerjaan bukan"celetuknya lagi belum menyerah.

"Ya nggak bisa semudah itu lah mas. Kan udah ada peraturan nya sendiri. Kecuali kalau diizinin sama yang punya restoran"

"Oyah. Berarti kalau diizin bisa yah"

Raisa mengangguk.

"Ok"tanpa diduga pemuda itu beranjak dari tempat duduknya. Kemudian menghampiri bos besar Raisa yang memang tengah duduk dibagian kasir. Biasanya kalau siang beliau kerap mengecek restoran sekaligus uang yang masuk.

Bulu kuduk Raisa berdiri. Jantungnya berdegup kencang. Seketika rasa takut bergelayut di dalam tubuhnya. Mungkinkah pemuda itu akan melakukan sesuatu di luar dugaannya?

Raisa terus memperhatikan gelagat pemuda itu yang kini tengah mengobrol dengan bos besarnya. Entah apa yang mereka bicarakan. Hingga akhirnya dia kembali dengan raut wajah yang sangat sulit Raisa baca. Dia tersenyum namun dibalik senyumannya itu tersimpan aura negatif.

"Kenapa lihatin saya kek gitu? Awas naksir loh mbanya"sinisnya.

Sontak Raisa langsung merubah raut wajahnya seperti sedia kala.

"Saya pesen capuccino coffe aja satu"

Raisa menuliskan pesanan pemuda itu di buku daftar pesanannya.

"Terus?"

"Nomor hp kamu sekalian"

"Hah!?"Raisa melongo mendengar kalimat yang barusan terlontar dari mulut pemuda itu.

"Saya minta nomer hp kamu,nona manis. Saya fikir kamu nggak tuli deh cuma ngomong kaya gitu masa nggak dengar"

"Maaf mas. Tapi..."

"Saya udah izin sama bos kamu. Saya besok mau delivery order ke restoran ini. Dan saya butuh nomer kamu buat saya bisa order"

"Apah?"Raisa tak cukup percaya dengan kelakuan pemuda itu.

"Itupun kalau kamu mau ngasih nomor kamu. Kalau nggak ya saya nggak jadi order. Dan saya pastiin kamu bakal diomelin sama bos kamu"

"Ish"decak Raisa kesal. Dirinya memungut hp tersebut secara paksa. Lalu mengetikan beberapa nomor disana.

Andai bukan demi keberlangsungan pekerjaannya ia tidak mau semudah itu memberikan nomornya ke sembarang orang.

"Ini sudah saya tulis nomor hp saya di hp mas. Sekarang mau apa lagi?"tanya Raisa. Kali ini nada bicaranya terdengar lebih tegas.

The Last LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang