Chapter 3: Perjalanan Singkat

169 15 0
                                    

Ini belum sampai pertengahan hari, tapi penatku sudah tak terhitung. Setelah aku mendapatkan Faksi, aku pulang ke rumah untuk mengemasi barang-barangku. Sebenarnya semua yang kubutuhkan sudah siap di dalam koper. Tapi yah, aku tetap harus kembali untuk mengambilnya dan berpamitan dengan keluargaku.

Kudengar dari Miss Anita, wali kelasku, aku, Nila, Aimee, Farren, dan Diandra akan langsung didaftarkan ke sekolah Faksi Ancient Grace. Ini sangat cepat. Berbeda dengan Faksi lain yang punya banyak sekolah, Faksi Ancient Grace hanya membangun satu sekolah di Kerajaan Pertiwi. Kalau tidak salah namanya Akademi apalah gitu.

Yang kutahu, sekolah itu memiliki asrama. Jadi kemungkinan besar kami akan tinggal di sekolah dan tidak akan pulang ke rumah dalam waktu dekat. Mungkin karena itu kami tidak diberi waktu untuk memillih sekolah, karena sejak awal hanya ada 1 pilihan. Semoga saja sekolah ini menerapkan paham 'quality over quantity'. Apapun yang terjadi, aku sudah lebih dari siap!

Harusnya begitu.

Tadinya aku ingin bermanja-manja dengan ibu, tapi kini dia sedang asyik membanggakanku yang masuk salah satu Faksi 'terhebat' pada kerabat kami. Aku berbalik ke arah ayah, ingin berbincang mendalam tentang filosofi kehidupan,tTapi dia sibuk menyeruput kopi dengan bawahan dan rekan-rekan kerjanya. Aku mencari ketiga adikku yang...ah sudahlah. Sikap mereka tidak terdefinisikan. Bella, Ginevra, dan Lisa malah sibuk menonton kartun saat kakak mereka akan pergi ke boarding school.

Menyaksikan ketidakadilan ini, aku pun menarik koperku keluar rumah. Aku pergi dengan derai air mata yang terbendung oleh kepedihan. Namun, sebelum aku sempat beranjak, sepasang tangan menarikku untuk tidak meninggalkannya. "Kakak," ah, Lisa. Tolong jangan tampilkan wajahmu yang penuh sedih itu. Aku tak akan kuat untuk menahan tang-"belikan Lisa es krim, yah. Mama juga titip minyak."

Okeh. Sudah cukup. Sepertinya ini waktu yang tepat untuk marah.

"HEI! AKU MAU PERGI KE PULAU LAIN! DI ANTARA KALIAN TIDAK ADAKAH YANG MAU MENYA-"

Deklarasi penderitaanku terhenti saat sebuah pukulan mendarat di kepalaku. Ah...mama kalau marah memang ngeri. "Jangan teriak-teriak kalau ada tamu! Pergi buat teh sana!" Hah....titah ibuku adalah mutlak. Tidak bisa dibantah. Aku pun pergi membuat teh seperti perintahnya. Menunggu hari yang terus berjalan menuju penghujung senja.

Detik berubah menit, menit berubah jam, kini tibalah waktu jarum hitam menyapa angka 11 dan 10. Sepuluh menit lagi menuju pukul 12 malam. Memang hebat sekali kekuatan sebuah keluarga besar. Tak satupun dari kami mengantuk sebab sejak tadi kami sibuk bercengkrama, menikmati masakan ibu yang sepertinya akan kurindukan, bermain game, dan jangan lupa aktivitas paling menyenangkan, gibah. 

Keluargaku memang kadang membuat kesal. Namun aku yakin, suatu saat aku akan menangis tersedu-sedu merindukan suasana ini.

Aku, ibu, ayah, dan ketiga adikku, duduk bersama di meja makan. Ayahku yang sejak tadi diam, kini berbicara. "Dulu ayah hanyalah satu dari banyaknya anggota cupu di Faksi Wizard," ujarnya. Entah kemana pembicaraan ini akan mengarah. Mungkin ayahku ingin memberi wejangan untuk terakhir kalinya sebelum kami berpisah. "Tidak ada yang pernah menyangka, bahwa suatu saat ayah akan menjadi Jendral Polisi Kerajaan Pertiwi," lanjutnya. Dia meraih tanganku, menggenggamnya erat, seolah aku akan pergi untuk selamanya jika ia melepaskannya.

"Semua manusia itu anugerah. Dan kamu adalah anugerah terbesar yang ayah miliki. Sihirmu juga adalah anugerah. Maka gunakanlah anugerah itu untuk mengubah dunia. Sekecil apapun perubahan itu," inilah nasihat yang selalu ia katakan padaku. Aku tersenyum. Aku tak akan mengecewakanmu, ayah. Aku akan menjadi penyihir hebat yang berguna bagi bangsa dan Negara.

Ibu tiba-tiba mendekapku erat. Aku terkejut. Namun senyumanku kulebarkan dan kubalas pelukannya seerat mungkin. Meski ibuku galak, cerewet, tapi aku tahu, dia sangat menyayangiku. Lebih dari apapun di dunia ini. Dia berbisik kepadaku, "bersinarlah dengan terang, bintang kecilku."

Netra Anugerah : Akademi DwiastaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang