"Yuk....?!" Marvin mengajak Reina turun dari taksi online tersebut. Reina mengangguk lalu perlahan ia turun.
"Mobilnya kok nggak pergi?"
"Aku pakai sistem rental."
"Ohh..."
"Mau duduk sebelah mana?"
"Mana aja."
"Tumben nggak punya pilihan?" Seloroh Marvin, Reina nyengir. "Di sana mau?"
"Boleh."
Mereka berjalan menuju meja yang Marvin maksud. Reina berjalan lebih dulu, diikuti Marvin. Setelah sampai di meja yang dimaksud, Marvin segera memesan makanan beserta minumannya untuk dirinya juga Reina yang lagi-lagi menyerahkan sepenuhnya pada Marvin.
"Kenapa?" Tanya Reina saat Marvin menatapnya dalam.
"Pernikahan itu ternyata bikin kamu banyak berubah ya?" Seloroh Marvin. "Kamu bahagia?"
"Hah?!"
"Kamu bahagia nikah sama Arief?" Ulang Marvin diperjelas. Reina tersenyum simpul mendengar pertanyaan Marvin tersebut.
Baru Marvin akan mencerca Reina dengan banyak pertanyaan saat pesanan mereka satu per satu datang.
"Ayo makan, Rein."
"Iya."
"Rein...." Panggil Marvin di sela-sela mengunyahnya. "Kenapa kamu tiba-tiba nikah sama dia?" Tanya Marvin to the point.
"Hmmmmmm...."
"Dia nggak macem-macemin kamu sebelum nikah kan?"
"Nggak."
"Rein.... Maaf untuk waktu itu, jujur aku kebawa emosi, aku kecewa banget hari itu."
"Iya, aku juga minta maaf."
"Ya coba aja kamu pikir, nggak ada angin nggak ada hujan, kamu tiba-tiba pergi tanpa kata. Pas dipergoki habis hubungan badan. Itu rasanya....." Suara Marvin berat, ada kecewa yang amat dalam yang terdengar, Reina menelan saliva. Lalu menunduk dalam. "Rein.... Satu yang perlu kamu tahu. Kalau kamu nggak bahagia, kamu tahu harus cari aku di mana."
"Apaan sih?"
"Kok apaan sih?"
"Ehh iya ceritain dong kegiatan kamu di sana?!" Reina langsung mengalihkan topik pembicaraan.
"Rein, aku sungguh-sungguh...." Ujar Marvin.
"Vin...." Reina speechless.
***
"Makasih, Rief." Ucap Suci terharu saat tahu Arief yang magang satu tempat dengan dirinya dengan sigap membawa dirinya ke rumah sakit saat pingsan di kantor tadi.
"Iya sama-sama. Jangan terlalu capek entar mah."
"Iya."
"Ya udah kalau gitu aku pamit ya?!"
"Rief...."
"Iya?!"
"Bagaimana hubungan kamu sama Reina?"
"Ba-ik."
"Reina beruntung ya bisa miliki kamu." Arief tersenyum tipis. "Semoga kalian bahagia selalu."
"Maafin aku, Ci."
"Iya, aku udah maafin kamu kok, Rief. Tanpa kamu minta maaf sekali pun."
"Kamu pantas dapat yang lebih baik dari aku."
"Mustahil banget rasanya."
"Nggak boleh gitu."
"Rief...."
"Kenapa, Ci?"
"Boleh aku minta peluk, untuk terakhir kalinya?" Pinta Suci. Arief terdiam. Mudah sekali untuk dia mengangguk jika setuju tapi hati kecilnya mengatakan jangan, wajah Reina terbayang-bayang.
"Ci, banyak istirahat. Jangan banyak pikiran. Nurut kata dokter." Ujar Arief sembari menepuk lembut pundak Suci. "Aku pamit ya?! Assalamu'alaikum."
"Waa'alaikum-salam." Sahut Suci sembari menelan saliva juga kecewa.
Arief menarik nafas panjang. Di kajian subuh yang sering ia ikuti, banyak wejangan tentang rumah tangga yang sering ia dengar. Meski belum sempurna, ia akan berusaha jadi suami yang baik bagi Reina. Itu tekadnya kini.
"Siapa?" Tanya Marvin saat melihat Reina tampak panik. "Suami?" Reina mengangguk pelan. "Angkat aja, aku nggak akan bersuara."
"Lama amat ngangkatnya?" Protes Arief saat panggilan teleponnya tersambung.
"Iya, maaf."
"Kamu lagi di mana kok bergemuruh gitu?"
"Diajakin makan malam sama senior." Jawab Reina yang sontak mengundang senyum geli Marvin.
"Cewek cowok?"
"Di sini rame ada cewek cowok." Marvin kini geleng-geleng kepala.
"Bener?"
"Apa sih?!"
"Cuma nanya, bener? Kenapa sewot?"
"Siapa yang sewot?!"
"Ya udah lanjutin, sampai kost-an kabari aku."
"Iya." Tutup Reina.
"Arief galak ya?" Tebak Marvin sesaat setelah Reina selesai menerima telepon.
"Hah?!"
"Arief galak?"
"Nggak." Jawab Reina sembari mengibaskan tangannya. Bukan galak tapi suka main kasar pas gituan kalau aku ketauan nakal apalagi nakal buat jalan sama kamu. "Vin, pulang yuk?!"
"Ini makanannya masih banyak gini? Abisin dulu, mubazir. Baru nanti kita pulang."
"Tapi, Vin...." Hati Reina mulai tidak enak.
"Semakin lama kamu ngabisin makan malamnya, semakin lama kita di sini. Lagian masih banyak pertanyaan yang belum aku tanyain ke kamu." Tutur Marvin santai. Reina membulatkan mata.
Di tempat berbeda Arief menatap ponselnya lekat. Ia akhirnya menekan ikon berbentuk orang, mencari satu nama lalu menekan tombol hijau.
"Assalamu'alaikum."
"Waa'alaikumsalam. Kenapa, Rief?"
"Bu, Arief izin malam ini nggak pulang, boleh?"
"Kenapa?"
"Arief mau ke Pelabuhan Ratu. Mau ke tempat Reina."
"Reina kenapa?"
"Reina nggak apa-apa. Arief cuma pengen ketemu Reina aja." Ujar Arief. Senyum Ema merekah di ujung telepon sana.
"Iya boleh, tapi hati-hati di jalan. Sampai Pelabuhan Ratu, kabari ibu secepatnya."
"Iya, Bu. Siap." Ujar Arief.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Tapi Married
RomanceHah, nikah?! Sama dia?! Nggak salah? dia kan...... Terjebak dalam suatu pernikahan padahal hubungan mereka hanya sebatas teman main. Hayoooo gimana tuh?