"Rief, bangun." Seru Reina pelan sembari berusaha melepas diri dari pelukan Arief yang menguncinya sepanjang malam.
"Hmmmm...."
"Bangun, bentar lagi adzan subuh. Katanya mau pulang pas abis sholat subuh."
"Iyaaa." Arief melonggarkan pelukannya, Reina segera bangun. Arief pun menggeliat. Tapi saat menyadari Reina hendak beranjak, kembali ditarik tubuh istrinya itu.
"Ihh Arief...."
"Apa, Reina?" Bisik Arief sembari mengecup puncak kepala Reina.
"Ayo mandi, siap-siap."
"Sun sekali boleh nggak?"
"Nggak."
"Tega."
"Suka nambah...nambah...nambah soalnya. Kalau sampai kejadian, kapan kamu siap-siapnya?!"
"Bisa aja ngelesnya." Arief mencubit pipi kanan Reina. "Ya udah aku mandi duluan."
"Oke." Arief beranjak, sedang Reina duduk sila di atas karpet sembari menyalakan kembali ponselnya. Sudah jadi kebiasaan semenjak ingin mengurangi insomnia, beberapa belas menit sebelum tidur ia memang menonaktifkan ponsel. Entah ada hubungan atau tidak tapi bagi Reina itu cukup ampuh.
Kening Reina mengernyit saat satu pesan masuk sepagi itu. Pak Rizky? Gumam Reina.
Pak Rizky
Udah tidur?Reina langsung memeriksa jam pesan tersebut. Beberapa menit sebelum biasa ia berangkat tidur. Ini pesan buat aku atau salah kirim ya? Batinnya. Balas jangan ya? dibalas takut ternyata bukan untuk aku. Nggak dibalas dikira sombong. Mana dia karyawan di tempat aku magang, nggak enak kan kalau gara-gara pesan ini nggak dibalas, dia bete terus bikin suasana nggak kondusif. Reina menghela nafas.
Reina
Pagi, Pak. Kirim pesan ya semalam? Maaf hp aku kalau malam suka dimatiin.Terkirim tapi belum terbaca. Dan selang beberapa detik, Arief keluar dari kamar mandi kamar kost Reina.
"Rein, yuk sholat subuh bareng?!"
"Ayo."
***
"Met, si Marvin jadi ke Sukabumi?"
"Jadi. Lagi di sana kan mereka yang dapat tawaran jadi bintang iklan."
"Pantesan semalam nggak liat dia pas makan malam. Ehh gimana hubungan kamu sama dia, ada kemajuan?"
"Boro-boro kemajuan, yang ada malah kemunduran."
"Kok kemunduran?!"
"Karena dia selalu berjalan mundur bukan maju."
"Maksudnya?"
"Marvin masih berat sama mantannya."
"Secantik apa sih tuh cewek sampai bikin Marvin nggak bisa berpaling?"
"Dari cerita Marvin, mantannya itu tipe dia banget."
"Jangan-jangan di Sukabumi si Marvin curi-curi ketemu mantan." Meti nyengir, sembari berdoa dalam hati hal tersebut tidak sampai terjadi. Semenjak pertama dipasangkan dengan Marvin, sungguh ada rasa lebih di hatinya untuk Marvin.
"Aku pulang ya?" Pamit Arief sembari berjalan menuju mobil yang ia parkirkan di pekarangan tempat kost Reina.
"Hati-hati."
"Kamu jadi pulang kan Sabtu besok?"
"Jadi, udah kangen ibu."
"Mau dijemput?"
"Jemput di terminal aja. Oke?"
"Oke."
"Ehh kalian.... Mau pulang aja ini si suami?" Goda Dewi yang tiba-tiba muncul untuk membuka gembok pagar tempat kost nya.
"Iya, Bu. Soalnya sama harus magang juga."
"Semangat ya kalian. Semoga lancar terus magangnya, cepet lulus juga."
"Aamiin."
"Bu, titip Reina ya?" Pinta Arief.
"Siap, bakal ibu jagain."
"Kalau nakal cubit aja, Bu." Seru Arief. Reina membulatkan mata.
"Jewer boleh?"
"Boleh kok kalau nakal banget mah, ikhlas." Reina bukan hanya membulatkan mata tapi juga mencubit pinggang Arief gemas. "Sakit, Rein." Dewi pun tergelak melihat sepasang suami istri muda itu.
"Ya udah ibu masuk duluan ya?!" Pamit Dewi setelah berhasil buka gembok, memberi waktu Reina dan Arief berdua.
"Iya Bu." Sahut keduanya bersamaan.
"Rein, aku jalan sekarang ya?!"
"Ok."
Arief mencuri kecupan di pelipis Reina. Dan tanpa mereka sadari di seberang jalan ada yang melihat itu. Sepasang mata itu terus menatap dengan perasaan hampa. Tubuhnya seolah mati rasa seketika melihat itu semua. Dengan langkah yang terasa berat, sepasang mata itu pun berlalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Tapi Married
RomanceHah, nikah?! Sama dia?! Nggak salah? dia kan...... Terjebak dalam suatu pernikahan padahal hubungan mereka hanya sebatas teman main. Hayoooo gimana tuh?