"Gila... Jadi mereka....? Pantesan body language mereka beda." Ira geleng-geleng kepala. Ia tatap foto dirinya dan Suci yang terpampang di atas meja komputernya. "Gimana kalau Suci tau?!"
***
Kampus di pagi hari, ramai dengan langkah kaki mahasiswa dan mahasiswi yang hilir mudik ke sana kemari. Ira tidak sengaja melihat Reina turun dari mobil Arief. Ia pun bergidik jijik.
"Gimana kalau sebagai bentuk perayaan, kita healing dulu sebelum puyeng lagi mikirin mau magang dimana?"
"Setujuuuuu...."
"Semua ikut nggak? Kalau semua ikut kita sewa bus kecil atau travel aja. Kalau nggak semua ikut, beberapa dari kita yang punya mobil, bawa kendaraan terus kasih tumpangan ke yang nggak bawa." Ujar Wisnu.
"Ikuuuut dooong." Seru seluruh ruangan.
"Siiip, didata dulu aja. Nanti biar disesuaikan."
"Okeeeee...."
"Si Ira kenapa sih?" Bisik Reina pada Ocha.
"Emang kenapa?"
"Dari tadi perasaan merhatiin gue terus. Tapi nggak enak gitu tatapannya."
"Yaaa kalau enak, ngeri juga kali, Rein."
"Bukan gitu."
"Lu kalau mau ditatap enak, ya minta Marvin tatapin lu. Pasti feel lu langsung enak."
"Udah nggak usah bahas Marvin. Aku udah putus sama dia."
"Hah?!"
"Ssstttt bisa nggak, nggak usah heboh gitu?"
"Sorry...sorry...serius kapan? Kenapa?"
"Males bahas ahh. Ntar aja, kalau lagi mood cerita."
"Ihhh kok gitu, gue penasaran nih."
"Malessss..."
"Ada apaan?" Tanya Arief sembari menghampiri keduanya.
"Nggak ada apa-apa. Lagi rumpi ala cewek-cewek aja." Jawab Reina cepat.
"Ayo makan." Ajak Arief.
"Nggak lapar, duluan aja."
"Ok, kita duluan. Kalau pengen dibayarin cepetan ke kantin." Arief mengelus sekilas puncak kepala Reina. Ira semakin bergidik.
"Kenapa, Ra?" Tanya Suci yang tampaknya tidak melihat adegan barusan.
"Hah?"
"Kenapa?" Ulang Suci.
"Nggak."
"Ke kantin yuk?! Aku lapar."
"Iya, ayo."
Ira dan Suci pun keluar ruangan menuju kantin. Karena memang memasuki jam makan siang, kantin kampus pun mendadak penuh. Hanya tersisa dua kursi di meja yang kini ditempati Arief dan teman-temannya.
"Gabung aja yuk?!" Ujar Suci. Ira menatapnya seksama. "Kenapa? Sama Arief kok." Suci berjalan mendekat. "Hai, boleh gabung?"
"Boleh dong." Seru Wisnu, Arief tampak tidak merespon. Suci yang tiba-tiba mendapat telepon segera permisi agak menjauh karena tidak mungkin ia mengangkat di sana. Suara riuh mampu menenggelamkan suara penelepon.
"Rief, ikhlas nggak kita gabung?" Sinis Ira karena melihat ekspresi Arief yang dingin.
"Kebetulan aku bukan yang punya ini kantin jadi ikhlas-ikhlas aja. Selama kalian bayar sendiri-sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Tapi Married
RomanceHah, nikah?! Sama dia?! Nggak salah? dia kan...... Terjebak dalam suatu pernikahan padahal hubungan mereka hanya sebatas teman main. Hayoooo gimana tuh?