"Duuh ini anak ibu. Semalam pada pulang jam berapa?" Tanya Ema saat mereka sarapan bertiga pagi ini.
"Jam 9 lebih, Bu." Jawab Reina.
"Tapi pada makan malam nggak? Bik Jun bilang kalian pulang-pulang langsung masuk kamar."
"Makan kok, Bu. Sebelum jalan pulang beli nasi goreng." Ujar Arief.
"Syukurlah. Pokoknya sesibuk apapun, kalian jangan kosongin perut." Pesan Ema.
"Siap, Bu." Seru Arief dan Reina bersahutan.
"Reina jadi pulang nanti sore?"
"Jadi, Bu. Soalnya kalau hari Senin harus masuk lebih pagi."
"Dianterin Arief kan?"
"Iya nanti Arief anterin Reina." Sahut Arief.
"Ihh nggak usah. Aku naik bus aja." Tolak Reina.
"Udah, biar aku anterin. Tapi mau ke toko dulu, mau ikut nggak?" Tanya Arief sembari melirik Reina.
"Nggak ahh..."
"Mending ikut sekalian pilih makanan buat stok camilan di tempat kost." Saran Ema.
"Tuh bener kata ibu. Yuk?!"
"Bawain aja."
"Ntar salah, nggak suka sama pilihan aku."
"Nggak, yakin deh aku pasti suka."
"Ya udah kalau gitu aku ke toko dulu." Ujar Arief yang langsung diangguki Reina. "Bu, Arief pamit." Tambahnya sembari menyalami Ema.
"Hati-hati." Pesan Ema.
"Iya, Bu." Sahut Arief sesaat sebelum berlalu.
"Rein, uang saku kamu cukup?" Tanya Ema sepeninggalnya Arief.
"Cukup, Bu. Makasih ya, Bu."
"Kok makasih sama ibu?! Makasihnya ke Arief aja."
"Ya kan sumbernya dari ibu."
"Kata siapa?"
"Maksudnya?" Reina mengerutkan dahinya.
"Ibu udah lama nggak kasih kamu uang saku ataupun biayai kuliah apalagi kost kamu sekarang."
"Lha terus siapa?"
"Ya Arief, siapa lagi."
"Hah?! Arief dapat uang dari mana? Kan usahanya juga baru mau mulai."
"Kamu nggak tau kalau Arief buka loket pembayaran di toko?" Reina menggeleng. "Iya Arief buka loket pembayaran. Dan Alhamdulillah rame, secara di situ emang nggak ada loket pembayaran gitu. Terus Arief kan juga jualan kue sama minuman di toko." Papar Ema.
"Serius, Bu?"
"Serius." Tegas Ema, Reina menelan saliva. Tatapannya mendadak kosong. "Kenapa, Sayang?"
"Nggak." Reina menggeleng lemah. "Bu, Reina pamit ke kamar sebentar ya?"
"Iya." Angguk Ema.
Sesampainya di kamar, berulang kali Reina menarik nafas panjang. Ditutupnya perlahan pintu kamar. Kakinya mendadak melemah, Reina akhirnya memilih duduk di pinggiran tempat tidur. Tak lama Reina pun mengambil ponselnya dari atas nakas.
"Cha." Lirih Reina sesaat setelah panggilan teleponnya tersambung.
"Kenapa, Rein?"
"Arief bahagia nggak ya sama gue?"
"Lu kenapa?"
"Kok gue ngerasa jadi beban buat Arief."
"Ahh lu, baru aja kemarin baik-baik aja. Sekarang tiba-tiba ngomong gini. Ada apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Tapi Married
RomanceHah, nikah?! Sama dia?! Nggak salah? dia kan...... Terjebak dalam suatu pernikahan padahal hubungan mereka hanya sebatas teman main. Hayoooo gimana tuh?