Note: Setelah bab 29 saya akan update sekitar dua hingga tiga hari lagi. Sesuai dengan pengumuman saya bahwa saya akan update 2 kali dalam satu minggu. Thank you.
Aku pikir kunjungan Adam merupakan hal paling mengejutkan yang bisa terjadi dalam satu hari. Namun, salah. Sebab esoknya, tepat di siang hari terik panas menyengat bikin keringatan, justru kediaman Ivan kedatangan tamu baru yakni, Aidan Lawrence.
Aku bukan tokoh utama. Seharusnya orang sekelas Aidan Lawrence berkeliaran di sekitar Sarah Klein!
Lama-lama bisa gila diri ini!
“Jadi, mau makan apa?”
Aidan berdiri di dapur sembari menenteng dua kantong belanjaan. Di rumah hanya ada asisten rumah tangga. Moly ada janji penting, begitupula dengan Ivan dan Mona.
“Bagaimana kalau ayam pedas manis dan tumis kangkung?” Aidan langsung meletakkan kantong belanjaan di meja. Dia mengeluarkan satu demi satu bahan. Sama sekali tidak ada kesan canggung maupun kekhawatiran bahwa aku, si tuan rumah sementara, akan menendang pantatnya! “Atau, kamu pengin makan yang lain?”
Hari ini dia mengenakan celana jins hitam dan kaos putih dengan gambar kartun bunga matahari. Tampilan khas anak muda. Tidak ada yang aneh. Eh tentu ada yang aneh! MENGAPA DIA BERTAMU HANYA UNTUK MASAK? Aku bisa masak sendiri. Oke?
“Iya, misalnya kamu,” sindirku. Pelan-pelan aku menarik kursi dan duduk. “Gimana? Mau jadi menu utama?”
Berdasarkan informasi dari Amanda Lawrence salah satu alasan Aidan putus karena si cewek yang tersulut nafsu. Ya paham sih kalau ada cowok dengan aset lengkap; wajah, harta, takhta.
Oke, Aidan seksi dan punya wajah yang aku jamin bisa membuat seregu anggota KPOP bersorak, “Horeeeee!” Namun, itu bukan berarti ... hmm harus iya, iya, saja ketika dia sedang merayu?
Alih-alih tersinggung, Aidan justru tertawa. Dia mulai mencuci kangkung, kemudian memotongnya. “Kamu bukan tipe cewek yang begitu, Laura.”
“Yakin banget?” aku menantang. “Tahu dari mana?”
“Hati,” jawabnya. “Kamu barangkali mikir kalau sikapku itu aneh menjurus mengerikan.” (BENER BANGET! TAHUUUU!) “Namun, aku bisa berjanji bahwa tidak ada sedikitpun niat buruk.”
Aku melipat tangan di meja dan menumpukan kepala di atasnya. “Kamu kenapa sih nafsu amat pengin pendekatan? Mohon maaf, aku nggak yakin dengan cinta pada pandangan pertama. Lagi pula, kamu bisa dapat cewek mana pun. Siapa pun! Kenapa harus terjebak dengan seseorang yang bahkan nggak yakin bisa membalas perasaanmu?”
Aidan meraih daging ayam dari kantong belanja dan mulai merobek plastik pembungkus. Dia mengeluarkan daging ayam dan meletakkannya di dalam baskom. “Kamu mungkin nggak ingat, tapi aku ingat, Laura,” katanya sembari tersenyum. “Dulu kita pernah bertemu. Bukan di Metro, melainkan di kota kelahiranmu.”
Wait, wait, WAIT!
Artinya Laura dan Aidan pernah berjumpa!
“Kapan?” Aku langsung menegakkan tubuh. Informasi yang mengalir dari mulut Aidan membuatku siaga. “Kapan kita pernah bertemu?”
“Waktu itu aku masih kelas 3 SD,” ia menjelaskan. Aidan menyiapkan bumbu dan mulai mengupas bawang merah dan putih. “Tepatnya ketika ada pesta ulang tahun salah satu anak pengusaha kenalan Papa. Kalau tidak salah namanya Sarah Klein. Karena pesta anak-anak tentu saja kamu paham tamunya modelan gimana?”
Jadi Laura Klein sempat berjumpa dengan salah satu anak konglomerat? Hasrat ingin mencaci Laura langsung melejit. Bisa saja dia menjalin koneksi dengan bocah cilik mana pun dan lekas enyah dari lingkaran kehidupan mengerikan! Aduh, kepalaku!
KAMU SEDANG MEMBACA
Lady Antagonis (TAMAT)
FantasyKehidupanku biasa saja. Membosankan dan menyebalkan. Entah mengapa ibu-ibu kaum nyinyir melabeliku sebagai orang bermasalah. "Oke, aku kuat." Itulah yang berkali-kali aku tanamkan dalam benak. Kuat. Kesehatanku memburuk akibat kebiasaan hidup tidak...