31

8.3K 1.6K 71
                                    

Tolong jangan salin tulisan Galuh. Kamu membuat saya merasa sedih.

Aidan beberapa kali menyempatkan diri mampir ke rumah sekadar masak. Hingga akhirnya dia secara resmi menyandang gelar “koki khusus milik Laura”. Julukan, yang terdengar lucu padahal enggak sama sekali”, merupakan hasil kreativitas Moly dan Mona. Seolah ada hal imut yang membuat mereka ingin selalu menggodaku dalam setiap kesempatan mengenai kelanjutan hubungan.

Akan tetapi, Aidan dan Marcus pada akhirnya harus lekas pergi ke negeri asing. Mereka fokus menamatkan perkuliahan dan mencoba bersaing dengan Jamie Lawrence ke depannya. Sama seperti diriku yang akhirnya pun memilih memusatkan energi ke pendidikan.

Selama dua tahun aku menikmati SMA khusus yang tidak membebaniku dengan kegiatan tambahan seperti PMR, Pramuka, ataupun Pala. Kegiatan semacam itu hanya diperuntukkan bagi murid yang memang tertarik meleburkan diri. Namun, bukan berarti aku tidak ikut kegiatan sekolah lain. Di SMA tersebut ada banyak kegiatan yang bisa aku pilih. Intinya, aku hanya mau ikut kegiatan yang berhubungan dengan karier di masa depan.

Usai SMA aku memutuskan lanjut ke bangku kuliah. Ini atas dasar usulan dari Ivan dan Mona. Mereka meyakinkanku bahwa urusan biaya dan yang lain mereka sanggup menanggung. Jadilah aku kuliah jurusan serupa di Metro dan mulai meniti pekerjaan sedikit demi sedikit. Pada awalnya aku bergabung dengan majalah kampus, kemudian lanjut mengikuti lomba tulis apa pun yang diselenggarakan baik oleh pihak kampus maupun luar. Pertemananku pun sangat baik, tidak seperti di kehidupan pertamaku.

Kadang Aidan mengirim pesan melalui surel maupun pesan singkat di applikasi percakapan yang tengah terkenal. Dia menanyakan mengenai perkuliahan, kegiatan, bahkan masalah.

[Kamu tahu bisa minta tolong ke aku, ‘kan? :)]

Begitulah yang selalu Aidan tuliskan kepadaku. Tentu saja aku menolak dan berkata bisa mengurusi urusanku sendiri. Masih kuat. I’m strong!

Perkembangan Aidan dan Marcus jauh lebih pesat daripada diriku. Begitu mereka lulus kuliah, keduanya langsung bergabung dengan perusahaan Lawrence dan beberapa tahun setelahnya mendirikan bisnis mereka sendiri. Itu bertepatan dengan diriku yang lulus dan mulai mencari pekerjaan.

Dengan bantuan koneksi kampus (dalam artian baik) dan sejumlah rekam jejak yang sempat aku tinggalkan, jadilah aku bekerja sebagai editor resmi di salah satu rumah penerbitan terkenal di Metro.

Hahaha 25 tahun, lajang, editor muda, cantik. Itu adalah aku!

Oh hampir lupa, nama penerbit yang aku tempati ialah, Jaya Asmara.

Jaya Asmara terbilang salah satu penerbit besar yang memiliki sejumlah anak penerbitan mungil lainnya mencakup komik, novel, buku nonfiksi, hingga tulisan mengenai biografi seseorang. Pokoknya paket lengkap! Namanya saja yang imut karena mencatut “asmara”, padahal sebenarnya penerbit tersebut lebih sering dipanggil dengan singkatan J.A daripada nama lengkapnya.

Inilah pekerjaan yang berhasil membantuku memengaruhi Ivan dan Mona agar mengizinkanku memilih indekos.

“Om nggak mungkin tega ngebiarin kamu kos di tempat umum!”

Alhasil Ivan membelikanku salah satu apartemen di kawasan yang dekat dengan tempatku bekerja. Salah-salah teman sekantor akan mengira diriku merupakan bagian dari anak konglomerat. Padahal aku tidak sekaya itu. But, tidak masalah. Yang penting aku bisa bekerja di mana pun dan kapan pun tanpa hambatan.

“Laura, kamu harus meluangkan waktu,” Moly menuntut. Siang ini dia bertamu di apartemen. Dengan tidak elegannya duduk di sofa sembari mengemil kuaci. “Aku dan Sam ingin pernikahan kami dihadiri oleh orang banyak,” cerocosnya tanpa memedulikan perengutanku ketika menyaksikan kulit kuaci bertaburan di sofa. Setelah perjuangan berat, akhirnya Moly bisa bersama Sam.“Teman, mantan pacar, orangtua, kerabat, pengagum rahasia, dan semua pemujaku. Pernikahan kami pasti akan romantis dan membuat siapa pun berdecak iri.”

Sekarang aku sedang mempertimbangkan menampol Moly menggunakan selop atau langsung tendang saja.

“Kan sekalian kamu ketemu Aidan,” Moly menggoda. Untung dia bersedia meletakkan toples kuaci di meja, dengan begitu pilihan menampol dengan selop dan menendang pun langsung gugur. “Siapa tahu ada yang termotivasi menyusul kemudian ... hei, Laura. Nanti aku akan langsung kasih bunganya buat kamu. Agar cepat nyusul kami. Kak Amanda, kan, juga pengin kencan ganda dengan kita. Bawa suami masing-masing.”

Di dunia asalku topik pernikahan membuatku ingin mengungsi ke Pluto. Sekarang justru topik itu digulirkan oleh sepupuku sendiri. Mentang-mentang akan segera menikah, si Moly sepertinya lupa bahwa aku tidak pernah tertarik membahas pembicaraan mengenai nikah muda! Lagi pula, JODOHKU YANG MANA PULA?

“Moly,” panggilku dengan nada lembut. Saat ini aku sedang menyalakan laptop di meja tamu. Ada beberapa file kiriman kantor yang harus segera aku koreksi kemudian kirim kembali. “Nanti pasti aku ke pernikahanmu kok. Tenang saja.”

“Iya, seperti caramu menenangkan Aidan setiap kali dia ngajakin tunangan.”

“Itu beda! Dia, kan, pengusaha muda. Ada banyak cewek yang jauh lebih mapan daripada diriku.”

“Hei dia maunya kamu, Laura Klein, bukan yang lain.”

“Bilang ke Aidan aku maunya fokus ke diriku sendiri dulu bukan yang lain.”

“Nanti Aidan ngelirik yang lain, kamu nangis.”

“Tiap hari aku juga nangis baca gosipnya di Cibir.com.”

Moly langsung terbahak melihat reaksiku. “Laura, serius?” tanyanya sembari menyeka air mata karena terlalu banyak tertawa. “Bukan hanya Aidan saja yang mendapat pemberitaan panas, melainkan Marcus, Kak Jamie, bahkan pengusaha mana pun dengan tampang cakep.”

Akhirnya aku memutuskan sambungan internet dari laptop dan mematikannya. “Nggak enak saja lihatnya. Kamu lupa model yang selalu ada dalam foto Aidan? Mana mungkin itu tidak berarti sesuatu?” Jangan lupakan pose yang menjelaskan bahwa Aidan itu miliknya dan tidak boleh ada cewek yang berani merebut.

“Maksudmu Lily Ray? Dia, kan, memang nafsu dengan Aidan! Di setiap kesempatan juga selalu mencoba memosisikan diri di depan kamera agar terlihat memiliki hubungan khusus dengan Aidan. Padahal, aslinya, nggak ada hubungan apa pun. Sebelum kamu cemburu menjadi-jadi, coba sekali-kali baca berita mengenai Lily Ray deh. Dia memang terkenal dekat dengan pengusaha dan anak konglomerat. Khusus Aidan, jelas dia punya ketertarikan khusus yang amat kuat.”

“Ahaha seolah aku bisa percaya saja.”

“Laura, mana mungkin Aidan rela masak buat kamu sekadar atas nama pertemanan doang? Gila dong,” katanya menjelaskan. “Bahkan selalu menyempatkan berkirim kabar ke kamu waktu dia masih kuliah. Jangan lupakan mengenai tawaran pertunangan yang langsung kamu tolak karena takut dia nggak serius. Gini, misal dia ngasih tawaran, ‘Laura, maukah kamu menikah denganku?’ Aku berani taruhan kamu akan lari ke luar terus nolak balik ke Metro. Iya. ‘kan?”

Kali ini aku tidak bisa berkata-kata.

“Dia serius. Laura, coba pacaran dulu sama Aidan. Sekalian kamu tes hatimu sendiri. Benar-benar pengin sendiri atau takut dengan konsistensi? Hanya dirimu seorang yang bisa menjawab.”

Aku mengedikkan bahu dan hanya bisa memamerkan senyum lemah. “Enggak tahu,” jawabku sembari mendongak, menatap langit-langit. “Ada banyak hal yang nggak aku mengerti. Salah satunya, perasaanku sendiri. Maksudku bagaimana cara seseorang yakin bahwa ‘dia’ memang yang ditakdirkan untukku?”

“Dengan mencoba, Laura. Mencoba.”

***
Diterbitkan pada 15 Juli 2022.

***
Sekarang perut saya sudah baik. Cuma saya memang sedang mencoba untuk sementara waktu nggak makan pedas, asam, bersantan, minum yang mengandung soda dan kafein sampai beneran nggak eror. Cuaca dingin bukan salah satu favorit saya. Saya lebih suka cuaca hangat. Tolong doakan saya selalu sehat dan nggak kena sakit perut. Saya itu paling sedih diuji sakit perut. Nggak bisa. Pokoknya nggak bisa.

Salam hangat,

G.C

Lady Antagonis (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang