Clara kali ini terbangun di kamar yang lumayan kecil. Kamar yang hanya memiliki single bed, microwave, kulkas kecil, kamar mandi, dan banyak barang-barang berantakan di tepi ruangan. Ini terlihat seperti kosan. Clara tentunya mengecek kalender, dan bertuliskan tahun 2015 disitu.
Karena dia merasa tinggal sendirian, dan tidak tau apa pekerjaannya, dia mandi dan pergi ke luar untuk jalan-jalan. Atau yang lebih tepatnya, mencari Edgar.
Saat sudah di luar, dia langsung disapa oleh tetangganya. Clara langsung mengetahui bahwa ia sedang berada di Thailand karena bahasanya. Clara merasa lapar, tak lama dia melihat toko roti. Dia pun berjalan ke toko roti yang di sebrang jalan.
Ting!
Gadis yang sedang menikmati pemandangan itu pun berhenti sejenak, lalu merogoh sakunya mencari handphone sang pemilik tubuh.
Winn
| ey Rose
| hari ini kau tidak kemana-mana kan?
| kalau tidak, pergilah ke restoran yang kemarin kita bicarakan. aku sudah menemukan partner kencan buta untukmu.Clara pun baru tau kalau gadis yang dipinjam tubuhnya bernama Rose. Begitu dia membaca pesan dari teman Rose itu, dia tidak jadi masuk ke toko roti itu. Clara langsung berlari pulang.
You
tempat kemarin? dimana itu, aku lupa |Winn
| nama restorannya Paii
| jam 12 kau sudah harus disana, dia temanku dan dia tampanYou
ok |Tanpa berlama-lama, Clara segera mencari pakaian rapih. Saat dilihatnya gaun berwarna biru muda selutut, dia langsung memakainya. Karena sudah jam 11, Clara pun bergegas pergi.
Clara's POV
Sesampainya aku di restoran ini, aku masuk dan menyebutkan nama Winn. Dan ternyata sudah disediakan meja khusus untuk dua orang. Setelah aku lumayan kesulitan mencari transportasi kesini, akhirnya aku duduk juga.
Restoran ini terlihat megah, dan pastinya mahal. Untung aku memakai pakaian formal dan sedikit berdandan sebelum kesini. Aku masih belum tau siapa orang yang dibicarakan Winn itu. Tapi ini sudah jam 12 dan pria itu belum kunjung hadir.
Saat aku sedang merapihkan gaun ku, tiba-tiba ada pria yang menghampiri dan kemudian duduk dihadapanku. Dengan kemeja biru dan jas coklat muda yang kebetulan serasi dengan warna pakaian Rose.
Tunggu,
"Edgar?"
Lagi-lagi, dia muncul di saat yang tak terduga. Tapi dengan cara apapun, dia selalu muncul. Seperti takdir. Ah, kenapa jadi membicarakan takdir.
Pria itu mengangkat kedua alisnya, "Ya. Kau, Rose bukan?"
"Bukan. Ah, iya. Tapi bukan."
Edgar mengerutkan dahinya. Lalu dia tertawa kecil. Disaat yang tepat, pelayan datang dan membawakan buku menu.
Aku memang sudah sangat kelaparan sejak tadi.
"Nuea Sun Nai Kua Gling satu, tolong."
Kebingungan aku melihat buku menu ini. Harga nya sangat mahal semua. Beberapa detik aku terdiam, Edgar mulai memajukan tubuhnya.
"Kau? Mau yang mana."
"Ah, aku sama seperti kamu saja."
"Ok. Untuk minuman?" Tanya Edgar.
"Hm, red wine?"
Pelayan restoran itu langsung beranjak pergi sambil membawa buku menu.
Aku masih sangat canggung dan malu dengan suasana seperti ini. Aku belum pernah makan ataupun berkencan dengan pria manapun hanya berdua seperti ini. Apalagi di tempat mahal seperti ini.
"Kau cocok menggunakan gaun itu." Ujarnya.
Ya, aku akui Rose sangat cantik dengan gaun selutut ini.
"Kau juga, tampan seperti yang dikatakan Winn." Aku menjawab.
Dia tersenyum, "Terima kasih. Baru pertama kali aku bertemu denganmu, tapi serasa kita sudah kenal sejak lama."
Yaampun. Aku baru ingat, pasti dia sudah lupa dengan nama asli ku.
Kali ini aku mentertawakannya.
"Kan, aku yakin kau pasti lupa aku."
Edgar diam saja menatap mataku, mata Rose lebih tepatnya.
"Boleh aku izin ke toilet sebentar?"
Tentu aku mengangguk. Sembari dia ke toilet, aku melihat ke sekitar. Di sebelah kiri meja ku, ada pasangan juga yang sedang menyantap makanan mereka. Pria itu terus menggenggam tangan wanitanya sambil makan. Padahal makanan nya terlihat susah jika dimakan dengan satu tangan.
Romantis.
Aku belum pernah melihat hal yang seperti itu di depan mataku. Bahkan orang tuaku tidak pernah seperti itu di hadapanku dulu.
"Clara—
Aku terkejut mendengar nama asliku disebut. Edgar?! Dia ingat?
"Kau, kau ingat?"
Terus menerus mataku dimanjakan oleh senyum manisnya.
"Jadi hari ini, kau berada di dalam tubuh Rose, di Thailand?"
Tidak tau harus apa selain membulatkan mataku. Bagaimana? Bagaimana cara Edgar bisa mengingatnya? Apa selama ini dia hanya pura-pura lupa! Atau, memang baru sekarang dia ingat? Ah, memusingkan.
"Ya. Dan aku hanya berubah 3 kali. Setelah seminggu, aku akan berubah lagi 3 kali. Aku pun tidak tau kenapa ini bisa terjadi padaku. Tapi aku lebih bingung lagi denganmu. Kenapa kau selalu muncul dengan wujud yang sama?"
Pria dihadapanku ini menatapku secara dalam.
"Mungkin karena takdir?"
Aku terdiam, tidak bisa berkata apapun. Takdir. Apa dia juga percaya ini adalah takdir? Tetapi, kenapa Edgar tidak pernah muncul di kehidupan nyata ku? Apa dia hanya sekedar pemeran tambahan di hal ajaib yang menimpaku ini? Maksudku, ya, dia berwujud sama karena... Tidak tau karena apa. Hm.
Oh iya. Bagaimana dengan Sophia? Dia juga berwujud sama.
"Sophia. Kau kenal Sophia?"
Ia berpikir sejenak, "Iya, dia sahabatku sejak kecil. Kenapa?"
Sahabat sejak kecil? Hanya itu saja? Mana mungkin.
"Dia juga selalu berwujud sama. Tidak mungkin hanya kebetulan, bukan?"
Edgar hanya tertawa kecil. Itu membuatku sedikit mengganjal.
——
home°
© banxnamilkeu ; 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
✓ | home ❀彡
Fantasyc o m p l e t e d ✓ | short story | Joshua [홍지수] of Seventeen 𝐡𝐨𝐦𝐞. (n.) a place where you feel you belong, a place where you share love, laughter, and happiness apa yang akan kamu lakukan jika setelah bangun dari tidur kamu berada di rumah yan...