Part 9. Side

19 1 0
                                    

Up!!

Happy Reading 🤗

Melbourne, Victoria

"fuuuh"

Asap mengepul didepan wajahnya, berasal dari semangkuk panganan instan berkuah yang baru saja diseduh selama kurang dari lima menit.

Sluurrp

Gigi pagarnya mulai memproses penghancuran tepung kenyal bergelombang itu penuh hati-hati. Sebenarnya sangat tidak baik meniup makanan sebab nafas dengan kandungan karbondioksida itu kembali mencemari makanan. Namun, kata mama akan lebih buruk jika tidak ada pendinginan sebelum masuk mulut, gigi bisa rusak dan lidah jadi seperti terbakar.

Diamkan sebentar?

Daniel sudah coba bernegosiasi dengan cacing diperutnya. Tidak bisa, satu jenis mau toleransi sisanya malah mengadakan demo besar-besaran. Cukup sudah sejak kecil beratnya susah sekali bertambah, dia tidak ingin para cacing tak punya adab itu malah menggerogoti lambungnya.

"Kalau tidak makan mie ya makan telur. Kadang sepotong roti, gizi apa yang kamu dapat dari makanan yang itu-itu saja, Daniel Choi yang paling rupawan se kelurahan?"

Sejenak pria itu menghentikan pergerakan tangannya. Sudah sedikit lagi ujung sendok menyentuh bibir tebalnya yang tidak tandingan.

Konteksnya bukan ketebalan, melainkan daya tarik.

"Sok sekali bawa kelurahan. Kamu sudah minggat nyaris satu dekade. Memang masih ingat satu kelurahan isinya berapa RW?"

Sang kakak menggeram kesal, sehari tanpa membuat keributan rasanya seperti makan tanpa garam. Sekali ribut tidak ada yang berniat mengalah barang sekali saja.

Dia melanjutkan makannya, membawa satu sendok kuah kedalam mulut lalu dicecap habis.

Sebenarnya kakaknya tidak banyak berubah, bicara bahasa Indonesia masih lancar, bahkan sering mereka gunakan jika hanya berdua, seperti sekarang.

"Make it fun. It's just kidding, okay?" Tambah nya

Oh, bukan disitu letaknya.

"Kak, pacarmu dibelakang!"

Wanita itu menoleh, Daniel nyaris tersedak sebab tingkah kakaknya yang begitu polos. Tidak tepat, polos terlalu baik untuk nya, bagaimana kalau bodoh? Iya, kakaknya akan sangat bodoh kalau menyangkut kekasihnya.

"Yak, bucin sekali. Kamu tahu slang yang lagi terkenal itu kan? Kamu budak cintanya dia!"

Daniel terkekeh geli, dia benar-benar acuh dengan ucapan orang lain. Paling tidak dirinya masih bisa mengisi perut, apapun itu dia butuh banyak tenaga untuk menjalani hari yang semakin lama semakin berat.

Hampir dua bulan terakhir dia belum menerima tawaran model barang satu saja. Selama itu juga dirinya hidup hanya mengandalkan sisa gaji bulan-bulan sebelumnya. Dirinya harus tahu terimakasih, sebab keluarga kakak nya tulus merawat sang Mama.

"Ayo ikut kerumah Papiku, sekali-kali menginap dan makan malam bareng!"

Seperti yang sudah-sudah, diamnya Daniel adalah sebuah bentuk penolakan. Pria bersurai blonde itu punya kadar gengsi setinggi langit. Sehari saja belum pernah dirinya coba untuk berbaur dengan keluarga besar kakaknya. Bertemu hanya satu dua kali, mengucapkan terimakasih lalu pergi dengan alibi sedang sibuk. Padahal nyaris 24/7 nya tidak ada hal penting selain mengikuti kelas beberapa jam.

"Duh, aku gak mau jadi gembel disana. Biar aja gembel sendiri, nanti cuma buat malu!"

Rasa ingin memukul kepala adiknya meningkat, namun ucapannya benar-benar menyentuh titik sensitivitas nya sebagai seorang anak tertua. Adiknya tidak hidup dengan baik, berbeda jauh dengan dirinya.

Spin off How Feels : Without YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang