*Putra's POV*
Gue harus pake cara apa lagi ya? Kalo ngomongin tugas kelompok lagi, terlalu mencurigakan kalo itu-itu mulu. Nanyain PR? Ah, terlalu mainstream. Modus yang bagusan dikit apa coba?
"Makin hari, ekspresi lo makin aneh aja," komentar Dimas.
"Bacot. Gue lempar ke muka lu nih ah," kata gue, mencoba nge-shoot tapi gagal.
"Dasar baperan. Gue baru komen dikit udah dibilang bacot," balas Dimas. "Lagi PMS ya lo?"
Kali ini, gue beneran ngelempar bola basket ke kepalanya. Nggak terlalu kenceng, tapi lumayanlah.
"Etdah, Putra! Kalo gue jadi bego gimana?" kata Dimas sewot.
"Kagaklah. Malah yang ada, gue ngebenerin otak lo," balas gue.
Dimas ngelempar bola basketnya balik, tapi masih bisa gue tangkep. Dimas pun menggerutu nggak jelas.
"Serius dah, belakangan ini lo aneh," komentar Dimas lagi.
"Gue tau itu," kata gue. Jeda sebentar, abis itu gue banting-banting-banting bola basket nggak jelas. "Ah! Gue bingung!"
"Putra, gue.. boleh pergi aja nggak?" tanya Dimas, ngeri.
Gue kalo jadi dia udah lari duluan kali.
"Dim," panggil gue, garuk-garuk leher. "Cara modusin--atau deketin cewek yang bener gimana ya?"
Gue juga bingung, kenapa gue nanya ginian ke Dimas? Gue udah terlalu desperate, kayaknya ya.
Dan dengan sialannya, Dimas ketawa. Ngakak. Gue cuma menatapnya datar.
Dimas berusaha berhenti ketawa. Mengangkat tangannya. "Aduh. Ampun, Bang. Tatapan lu, anjir. Nyantai dong."
"Lah, lagian, gue nanya serius lo malah gitu. Gimana nggak gue pelototin?" tanya gue.
Dimas malah senyum-senyum najong. "Cie, Putra udah gede. Udah bisa suka-sukaan."
Gue ngangkat bola basket, siap-siap lempar ke kepalanya Dimas lagi. Tapi nggak jadi soalnya dia udah teriak kayak anak cewek liat kecoa.
Gue nurunin bola basket lagi. "Nggak guna emang, ngobrol sama lu."
"Ya gimana, Put. Lu nanya sama gue," kata Putra. "Jelas-jelas, gue belom pernah pacaran dan nggak mau pacaran pas SMA."
"Iya juga sih," gumam gue.
Dimas dari dulu belom pernah pacaran dan nggak akan pacaran dalam waktu dekat. Alesannya banyak. Nggak dibolehin orang tuanya, mau fokus sekolah, dan emang nggak mau pacaran yang main-main. Jadi menurut dia, dari pada buang-buang waktu, mending nggak usah pacaran sekalian.
Dimas nggak nge-bullshit kayak orang-orang yang bilang hal yang sama. Contohnya aja, Dimas suka sama Dinda. Tapi dia nggak nembak Dinda karena komitmennya. Padahal, semua orang tau, mereka sama-sama suka.
Gue nggak tau harus seneng apa kesel tau Dimas kayak gitu.
"Eh tapi, emang lo suka sama siapa dah?" tanya Dimas. "Gue pengen tau, cewek macam apa yang bisa bikin Putra kayak gini."
Cewek yang lo suka juga, Dim.
"Ada lah, pokoknya." Gue nyoba nge-shoot, tapi kena pinggir ring dan bolanya mantul balik. Ring basket lapangan sekolah emang jelek.
Alesan emang, tapi bodo amat.
Dimas merebut bola, men-dribble beberapa kali, terus berenti. "Tunggu. Kayaknya gue tau."
KAMU SEDANG MEMBACA
Similarities of Us
Teen FictionKata orang, kalau banyak kemiripan itu jodoh. Kita lihat cewek-cowok satu ini. Nama? Mirip. Sifat? Mirip. Dan masih banyak kemiripan mereka yang sudah tak bisa diragukan lagi. Tapi, apa hal itu berlaku bagi mereka? Malah, sepertinya, opposite attrac...